Lagi-lagi administrasi.
Benar-benar melimpah, kok!
Walaupun saat ini sudah berlaku RPP satu lembar, namun bagi saya perangkat pembelajaran itu cukup tebal dan berbiaya mahal.
Misalnya awal semester pada Januari kemarin. Sebagai guru mapel, saya harus mencetak perangkat pembelajaran untuk 6 tingkatan kelas.
Saya sudah melakukannya dan setiap semester kita harus menghabiskan minimal 3 RIM kertas. Dan sedihnya, catridge printer sering kali "sekarat" setelahnya.
Bila kita hitung dengan rupiah, paling tidak pengeluaran guru untuk administrasi mengajar itu minimal mengeluarkan uang senilai Rp300.000. Bahkan bisa lebih.
Pertanyaannya, apakah guru honorer sanggup mencukupi kelengkapan mengajar yang terkesan "mahal" tersebut? Kalau guru PNS, mungkin mereka bisa saja beli perangkat pembelajaran lalu tinggal terima beres, tapi guru honorer?
Pada akhirnya, lagi-lagi hal ini akan mengarah kepada kualitas guru. Secara mayoritas, guru lagi yang salah, kan? 70-80% kualitas pendidikan bergantung kepada kualitas guru, namun untuk mengajar saja dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Ketiga, Beri Guru Motivasi, Jangan Terus-menerus Ditekan
Di era pandemi, guru terus-terusan mendapat tekanan. Mereka dituntut untuk gesit beradaptasi, cepat-cepat menguasai teknologi, buru-buru memahami kurikulum Merdeka Belajar, serta diminta bergegas mewujudkan pembelajaran daring yang efektif dan menyenangkan.
Padahal? Situasi di lapangan tidaklah semudah bicaranya para pejabat pendidikan. Sesekali guru merasa lelah terutama dengan kebijakan yang terus berubah-ubah. Dulu kurikulum yang berubah, sedangkan sekarang sistem pembelajarannya yang dibikin repot.