Padahal, menjadi guru itu adalah pilihan dan dengan gaji yang "segitu" itu sudah menjadi risiko.
Seorang guru honorer misalnya; sebelum memilih untuk melamar pekerjaan di sekolah, pasti dia akan melakukan riset kecil terkait gaji. Jadi, andai saja semuanya dijalani dengan sabar dan syukur, kegiatan mengajar tidaklah menjadi selelah itu.
Dalam sebuah studi Stanford dikatakan bahwa mengeluh selama lebih dari 30 menit secara fisik dapat merusak neuron di hippocampus. Ini adalah bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk pemecahan masalah dan fungsi kognitif.
Secara sederhana, mengeluh tidak hanya menghambat fungsi mental yang teratur; melainkan malah menimbulkan keluhan-keluhan yang lainnya. Begitu diri ini mulai mengeluh, bisa jadi tidak bisa berhenti. Akhirnya, ini menjadi kebiasaan.
Hal tersebut berlaku pula dengan berbagai situasi, keadaan, dan kondisi pengajaran lainnya. Kegiatan mengajar sungguh tidak bisa dicampur dengan keluh, karena kolaborasi keduanya hanya akan membuat hidup seorang guru tidak nyaman.
Cara terbaik untuk mengusir keluh saat mengajar ialah dengan bersyukur. Soalnya bersyukur adalah emosi yang paling sehat.
Nyatanya keadaan di kelas offline maupun online memang rumit dan pelan-pelan membuka lumbung keluh. Wajar, itu sungguh wajar. Walau begitu, carilah objek/pandangan/gagasan lain yang positif untuk dijadikan sebagai "angin" pengusir keluh.
Misalnya; jika seorang guru mulai mengeluh gara-gara hasil penilaian tugas yang rendah alias tidak sesuai harapan, janganlah memperpanjang keluh tersebut dengan omelan panjang hingga mampu menghabiskan dua jam pelajaran.
Bersyukurlah karena siswa tadi mau mengerjakan tugas. Minimal mereka sudah mengerjakan berdasarkan kemampuan sendiri, tanpa menyontek, bahkan tanpa meminta bantuan orang tua alias mandiri.
Lebih daripada itu, seorang guru perlu berkali-kali menyadari bahwa anak yang datang ke sekolah belum tentu niatnya untuk belajar. Maka dari itu, sebaiknya yang kita bawa ke kelas adalah ilmu, pengetahuan, dan pengalaman, bukan keluh.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H