Mengajar itu melelahkan, tidak selamanya menyenangkan. Ada-ada saja segenap situasi di mana seorang guru benar-benar merasa lelah. Lelah dengan keadaan, lelah dengan aturan, hingga lelah dengan masa penantian menunggu turunnya gaji.
Adalah kewajaran bila kemudian hadir beruntai-untai keluh. Seperti halnya saat ini, saat di mana kita mengajar di tengah corona.
Meskipun Presiden Jokowi mengatakan bahkan mengajak untuk menjadikan pandemi sebagai endemi, bukan berarti suasana belajar di kelas bisa berubah sedemikian rupa.
Tantangan seorang guru selalu ada, baik yang datangnya dari siswa, dari orang tua, dari aturan sekolah, hingga dari pemerintah.
Mengajar adalah Pekerjaan yang Menghabiskan Tenaga
Sadar atau tidak, beda tingkatan dan jenjang kelas, beda pula konsumsi tenaga yang dihabiskan oleh seorang guru.
Secara pribadi, aku beranggapan bahwa mengajar di SMP relatif lebih ringan tenaganya daripada mengajar SD, dan mengajar di SD favorit lebih ringan tenaganya daripada mengajar di SD pelosok.
Mengapa begitu? Tunggu, ya, itu hanya persepsiku semata. Tentu saja subjektif, karena keadaan, perasaan, dan pengalaman kita berbeda-beda. Biarpun berbeda, mungkin semua guru di negeri ini sepakat bahwa kegiatan mengajar itu benar-benar menghabiskan tenaga.
Tambah lagi jikalau seorang guru tidak memiliki varian pendekatan, strategi, hingga metode yang banyak, maka itu sungguh lebih susah dan melelahkan.
Alasannya sungguh sederhana. Lima metode ajar yang kita terapkan di kelas 5 SD misalnya; belum tentu akan berhasil bila kita terapkan di kelas 6 SD, atau di kelas 5 dengan rombel yang berbeda sekali pun.