Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tuai Pro dan Kontra, Jangan Sampai Pembelajaran Tatap Muka Menjadi Hal yang Tabu

27 Agustus 2021   16:46 Diperbarui: 2 September 2021   09:56 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi. Ilustrasi dari Kemendikbud

Semakin ke sini eksistensi Pembelajaran Tatap Muka di masa pandemi terus menabung masalah dan pro-kontra. Padahal kita semua menyadari bahwa pendidikan adalah investasi masa depan bagi anak-anak, tapi entah mengapa kisahnya jadi seruwet ini.

Semalam, bahkan aku sempat membaca berita tentang PTM yang cukup mencengangkan. Judulnya: "Sekolah di Medan Tertangkap Basah Gelar Belajar Tatap Muka, Murid Tak Pakai Seragam untuk Kelabui Petugas."

Detailnya, sebagaimana yang dilansir dari Kompas, Kota Medan masih menerapkan kebijakan PPKM level 4 sehingga seluruh sekolah tidak diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka.

Walau demikian, menurutku judul pemberitaan tersebut terkesan agak lebay karena akan berdampak buruk bagi masyarakat.

Bukan apa-apa. Selama ini menurutku sekolah adalah salah satu tempat yang tidak ditakuti oleh siswa setelah rumah ibadah. Jadi, lambat laun pro-kontra PTM bakal menghadirkan kecemasan bahkan membuat orang-orang jadi bingung.

Sedihnya lagi, di sisi yang bersebrangan baru-baru ini sempat viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menantang Mas Nadiem Makarim.

Pak pejabat itu mungkin sudah kesal karena kebijakan daerahnya bertentangan dengan apa yang dikehendaki Kemendikburistek.

Dalam raker bersama Komisi X DPR RI (23/8/2021) Mas Nadiem sempat menuangkan data terkait sejumlah pemerintah daerah yang masih melarang PTM, termasuklah Lampung.

Padahal, bersandar dari kebijakan terbaru, Kemendikbudristek mendorong sekolah yang berada di wilayah PPKM level 1-3 agar segera melakukan Pembelajaran Tatap Muka terbatas.

"Pembelajaran tatap muka terbatas harus segera dilaksanakan untuk mengantisipasi terjadinya learning loss, namun tentu harus memperhatikan kondisi lingkungan sesuai instruksi dari Presiden", demikian disampaikan Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih, di Jakarta, Kamis (26/8/2021) sebagaimana yang dikutip dari laman Kemdikbud

Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi. Ilustrasi dari Kemendikbud
Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi. Ilustrasi dari Kemendikbud

Terus terang saja, sebenarnya kebijakan yang dituangkan oleh Mas Nadiem bersama Kemendikbudristek ini niatnya baik yaitu untuk menyelamatkan wajah pendidikan Indonesia. Tapi, di sisi yang sama kemauan tersebut malah membingungkan.

Begini; sejak awal tahun ajaran baru 2021/2022 dimulai pihak Kemendikbudristek bahkan Mas Nadiem sendiri mengaku telah menyerahkan keputusan pembukaan sekolah kepada pemerintah daerah.

Jika bersandar dari sana, alhasil walau Mas Mendikbudristek sudah menghadirkan panduan PTM terbatas untuk sekolah-sekolah di wilayah PPKM level 1-3, bukan berarti Pemda wajib langsung meminta setiap satuan pendidikan untuk menggelar pembelajaran tatap muka, kan?

Soalnya, Pemda yang lebih tahu bagaimana keadaan dan situasi daerahnya dibandingkan Kemendikbud, dan mereka pula sudah diberi wewenang.

Maka dari itu, agak sedih berasa lucu kiranya jika pada situasi yang bersamaan terjadi pro dan kontra terkait PTM.

Di sudut sana ada razia PTM, di sudut sananya lagi ada dorongan agar daerah segera PTM, bahkan ada pula pejabat pemerintah yang sampai naik darah gara-gara kebijakannya tentang PTM berbeda dengan kemauan Kemendikbudristek.

Hemm, jujur saja, situasi ini menurutku sungguh membingungkan. Secara pribadi, sebagai seorang guru aku malah kasihan dengan orang tua dan siswa. Mereka pasti lebih bingung lagi karena semakin ke sini pembelajaran tatap muka semakin dekat menuju tabu.

Tambah lagi selama ini kita sama-sama menyadari bahwasannya Mas Mendikbudristek Nadiem itu adalah sosok Menteri yang sering menggaungkan digitalisasi pendidikan, eh sekarang malah ngotot ingin segera belajar tatap muka.

Sadar atau tidak, kengototan tersebut malah semakin memperlihatkan bahwa Kemendikbudristek tidak konsisten dengan kebijakannya.

Di satu sisi, Mas Nadiem memberikan kewenangan penuh kepada Pemda untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka atau daring. Tapi di sisi lain, pihak Kemendikbudristek pula yang membawa nama-nama daerah yang belum menggelar PTM ke meja raker Komisi X DPR RI.

Belum selesai sampai di sana, inkonsistensi kebijakan lain dari Kemendikbudristek yang membuat kita bingung ialah kebijakan tentang vaksinasi sebelum PTM.

Dulu, tepatnya pada bulan Maret Mas Nadiem menegaskan bahwa sekolah tatap muka di SD-SMA bisa digelar ketika vaksinasi guru sudah rampung.

Pada kenyataannya, per 18 Agustus 2021, Nadiem menyebut bahwa vaksinasi terhadap GTK baru mencapai 54% untuk dosis satu, dan 35% untuk dosis dua.

Sedangkan pada raker bersama Komisi X DPR RI kemarin Mas Mendikbudristek menegaskan bahwa vaksinasi tak menjadi syarat PTM. Sontak saja hal ini menjadi landasan kritik, salah satunya dari PGRI.

"Jadi nggak konsisten gitu loh. Gimana sih ya. Syarat untuk pembukaan itu vaksinasi guru dan tenaga kependidikan. Sekarang ngomong lain, syarat pembukaan sekolah itu, adalah level PPKM dari 4 ke 3," kata Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi kepada CNNIndonesia, Rabu (25/8/2021).

Organisasi guru saja sudah dibikin bingung, apa lagi publik. Entah mengapa kisah Pembelajaran Tatap Muka jadi seserius dan serumit ini. Kebijakan yang satu belum berefek, muncul lagi kebijakan penyanggah.

Jika terus seperti ini, aku khawatir bahwa Pembelajaran Tatap Muka lama-kelamaan malah dianggap tabu oleh masyarakat. Imbas dari inkonsistensi kebijakan, menurutku ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan:

Pertama, Pemda Bingung Menentukan Keputusan. Kemendikbudristek meminta Pemda untuk segera menggelar PTM di wilayah PPKM level 1-3, tapi di sisi yang sama Pemda diberikan wewenang sendiri.

Karena sampai ada pendataan wilayah mana saja yang belum menggelar PTM terbatas, otomatis Pemda akan semakin bingung. Bahkan, bisa saja mereka memilih untuk diam dan cari aman.

Kedua, Orang Tua Takut dan Memilih Pembelajaran Daring Saja. Imbas dari pemberitaan razia sekolah, bisa jadi orang tua yang paling cemas terhadap informasi tersebut. Tambah lagi sekarang vaksinasi untuk guru belum kunjung selesai, maka lebih aman memilih PJJ.

Ketiga, Sekolah Cari Aman atau Malah Main "Kucing-kucingan". Imbas dari inkonsistensi kebijakan, maka bisa saja sekolah memilih untuk tetap belajar daring demi cari aman.

Di sisi yang sama, tidak menutup kemungkinan pula ada sekolah-sekolah tertentu yang secara diam-diam menggelar PTM walaupun belum mendapat izin. Serba salah jadinya.

Keempat, Learning Loss Semakin Menganga. Sadar atau tidak, terasa atau malah biasa saja, semakin lama pembelajaran daring digelar, semakin besar peluang learning loss untuk menganga.

Bukan tanpa alasan. Pandemi covid-19 sungguh mengguncang kehidupan masyarakat terutama dari sisi ekonomi. Tidak semua siswa mampu mengikuti pembelajaran daring walaupun sudah ada akses sinyal. Biaya kuota internet dan pulsa itu benar-benar terasa.

Bersandar pada survei UNICEF tahun 2020 yang rilis pada bulan April 2021 kemarin tercatat ada sebanyak 1% atau 938 anak berusia 7-18 tahun putus sekolah sebagai imbas dari pandemi. Sedihnya lagi, dari jumlah tersebut, 74% anak dilaporkan putus sekolah karena alasan ekonomi.

Alhasil, sebagai penutup dari tulisan ini, aku harap pemerintah terutama Kemendikbudristek bisa lebih serius dalam mengurusi kebijakan PTM dari berbagai aspek.

Bukan hanya dari sisi kapan PTM bisa dimulai melainkan juga fasilitas PTM sesuai dengan standar protokol kesehatan yang berlaku.

Dan terakhir, kepada situs media online, jangan terlalu berlebihan memberitakan pro dan kontra PTM. Takutnya nanti Pembelajaran Tatap Muka menjadi hal yang tabu serta ditakuti oleh orang tua dan siswa.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun