Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pengalamanku Menjadi Guru Honorer, Gajinya Lumayan jika Mau Rangkap Tugas

12 Agustus 2021   13:00 Diperbarui: 12 Agustus 2021   17:05 6205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah bukan rahasia lagi bahwa gaji guru honorer itu kecil. Dibandingkan guru sekolah swasta, terkadang gaji guru honorer SMA lebih kecil. Dibandingkan guru honorer SMA, gaji guru honorer SMP lebih kecil. Bahkan, lebih kecil lagi gajinya guru honor di SD Negeri.

Persoalan kurangnya tenaga pendidik adalah salah satu penyebab utama mengapa sekolah terpaksa merekrut guru honorer.

Terkadang, di sisi yang sama banyak pula sarjana pendidikan yang menganggur, pontang-panting cari kerja hingga akhirnya rela terima kerja dengan gaji rendah.

Lalu, berapa sebenarnya gaji guru honorer saat ini? Beberapa teman yang kutemui dan bekerja sebagai guru honorer di SD Negeri gajinya berkisar antara Rp 150.000-300.000 saja.

Ada pula dari mereka yang gajinya Rp 750.000, tapi itu jika sudah terdaftar sebagai tenaga honorer Pemda yang dibuktikan dengan SK Bupati. Ya, intinya tidak semua guru honorer bisa mendapatkan SK Bupati, apa lagi guru-guru baru. Semua butuh proses.

Sewaktu menjadi guru honorer, kisahku pula demikian. Setelah pulang dari tanah rantau karena sudah jenuh kerja di PT, aku akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan baru sebagai guru honorer di sebuah SMP Negeri.

Tiba di Curup, syahdan dua hari kemudian langsung kerja di SMP. Awalnya aku sangat senang karena jarang ada orang yang bisa diterima kerja secepat itu. Tapi ya, kalau soal gaji, ternyata sama saja sih. Hehehe

Menjadi Guru Honorer, Gajinya Lumayan jika Mau Rangkap Tugas

Menjadi Guru Honorer, Gajinya Lumayan Jika Mau Rangkap Tugas. Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay
Menjadi Guru Honorer, Gajinya Lumayan Jika Mau Rangkap Tugas. Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay

Dua tahun menjadi guru honorer di SMP Negeri, aku jadi sangat mengerti mengapa beberapa temanku bahkan banyak orang memutuskan untuk resign dari pekerjaan di dunia sekolah. Gajinya tidak cukup untuk kebutuhan hidup, apa lagi kalau si guru tak mau merangkap tugas.

Aku juga merasakan hal yang sama, persis! Tiga bulan awal penerimaan gaji, aku sudah berprasangka baik sekaligus senang. 

Aku pikir kalau sekolahnya negeri dan cukup elit, gajinya lumayan. Tapi ketika kubuka amplop, ternyata isinya hanya Rp 720.000 saja.

Aku dapat jatah mengajar total 12 jam/minggu. Perhitungan honornya yaitu 12 jam x Rp 20.000 sehingga didapatlah gaji Rp 240.000. Dikalikan 3 bulan= Rp 720.000.

Jika kuhitung-hitung, jarak sekolah dengan tempatku mengajar ialah 10 KM, berarti gaji tersebut hanya cukup untuk beli BBM dan beberapa mangkuk bakso. Alhamdulillah, sungguh tak mengapa. Yang paling penting, aku sudah bisa dapat pekerjaan yang sesuai dengan ijazahku.

Berlanjut ke semester dua, aku mulai ditawari beberapa pekerjaan tambahan di SMP. Bahkan tidak tanggung-tanggung, wakil kurikulum langsung mencantumkan namaku sebagai staf perpustakaan, pengurus masjid, pembina pramuka, dan pelatih di dua eskul keagamaan.

Ya sudah, karena beberapa tugas rangkap baru yang dibebankan merupakan keahlianku, aku pun tak menolak. Hahaha. Hingga akhirnya, gajiku naik dari yang sebelumnya Rp 240.000/bulan, di semester kedua menjadi Rp 900.000/bulan.

Berlanjut ke semester tiga alias tahun kedua aku mengajar sebagai guru honorer. Alhamdulillah gajiku bertambah Rp 300.000 karena pihak sekolah juga mencantumkan namaku di SK GTT (Guru Tidak Tetap) dan PTT (Pegawai Tidak Tetap).

Dengan demikian, gajiku sebagai guru honorer pun naik menjadi Rp 1,2 juta/bulan. Bersyukur sekali rasanya aku karena gaji awal dulu cuma Rp 240.000 saja. Aku pun mulai bisa mengumpulkan tabungan, memberi jajan adik, serta melanjutkan kuliah ke jenjang magister.

O ya, berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa pelajaran berharga yang kudapatkan terutama dalam hal rangkap tugas.

Memang benar bahwa secara matematis bertambahnya tugas seirama dengan bertambahnya gaji, tapi di sisi yang sama hal tersebut bisa menjadi malapetaka.

Kok bisa? Karena bertambah tugas, bertambah pula amanah dan beban yang harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya. 

Di kala menjadi guru honorer, aku pernah mendapat pesan berharga dari seorang guru senior. Beliau berkata begini, "Jangan baper kalo dah jadi orang lapangan, Zy."

Terang saja, pada waktu itu aku sering dipercaya sebagai penanggung jawab berbagai kegiatan penting di sekolah. Padahal masih guru honorer, dan belum lama mengajar pula. Alhasil, tak jarang ada pandangan miring yang beraroma keirian.

Tapi, ya, mengapa kita harus fokus dengan hal-hal seperti itu, kan? Yang penting, di mana pun kita kerja, persembahkanlah yang terbaik. Ada gaji ada kinerja, tetapi hidup ini tidak semata-mata tentang uang, karena amanah dan tanggung jawab adalah yang paling utama.

Sejauh fenomena yang kutemui di lapangan pendidikan, tidak banyak orang mau mengambil rangkap tugas di sekolah. 

Ya, imbasnya gaji akan segitu-segitu saja. Padahal kalau kita cermati kembali, orang memberi tambahan tugas itu karena mereka percaya.

Dan lebih daripada itu, yang menurutku juga sangat penting adalah jangan pernah berhenti untuk belajar hal yang baru.

Tantangan bekerja di sekolah memang cukup kompleks. Selain butuh pengalaman, seorang guru juga perlu meningkatkan kompetensi. Nantinya, orang akan datang sendiri lalu menggaji kita berdasarkan kualitas.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun