Dan hari ini, aku pula mendapat informasi bahwa ada 5 SMP di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu yang terancam ditutup.
Kelima sekolah tersebut juga merupakan sekolah negeri. Diterangkan oleh Jumanto selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mukomuko, 5 SMP negeri tersebut terancam tutup gegara jumlah siswa yang selalu kurang setiap tahunnya.
"Sekolah negeri ini terancam ditutup, jumlah siswa selalu kurang setiap tahunnya atau jauh dari standar minimal," kata Jumanto sebagaimana yang aku kutip dari Kompas, Minggu (27/6/2021).
Bagaimana pemangku kebijakan dan kita semua menyikapi hal ini?
Agaknya begitu dilematis, ya. Entah itu tindakan menutup sekolah maupun regrouping, keduanya adalah perkara sulit yang membutuhkan banyak pertimbangan.
Di satu sisi, biarpun sekolah negeri itu kecil dan siswanya sedikit, kebutuhan guru hingga berbagai fasilitas pendidikan tetap harus dipenuhi.
Sedangkan di sisi lain? Alih-alih mau berjuang meningkatkan eksistensi sekolah negeri di desa, kisah pemerataan guru saja entah kapan menemui kenyataan.
Kita pula tidak bisa menyalahkan keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta atau sekolah negeri yang populer.Â
Mereka juga punya hak, bahkan usaha seperti numpang KK pun ditempuhnya. Begitulah opsi agar bisa lolos seleksi PPDB zonasi.
Tapi, sekolah negeri di desa yang semakin kesepian pula tidak bisa sekadar bergabung kemudian membentuk kelas pararel. Agaknya jalan itu terdengar begitu rumit untuk ditempuh.