Libur lebaran telah usai, namun hingga hari ini kita masih berpijak di bulan Syawal. Kegiatan sekolah pula demikian. Sejak hari Senin kemarin, aktivitas pembelajaran tatap muka maupun daring di daerahku sudah kembali digelar.
Prioritas guru saat ini adalah meramu pembelajaran semaksimal mungkin agar anak-anak kembali semangat belajar demi bisa "naik kelas".
Terang saja, bulan depan kegiatan Penilaian Akhir Tahun (PAT) bakal segera digelar. Jikalau kita bersandar pada eksistensi sekolah beberapa tahun yang lalu, maka segenap siswa bakal deg-degan ketika PAT akan dimulai.
Sebagian siswa ada yang takut dan khawatir karena sepemahaman mereka, nilai PAT adalah salah satu dalil sekolah yang bisa saja menjadikan siswa gagal naik kelas.
Gegara ketakutan tersebut, kebanyakan siswa bakal lebih serius belajar dan orang tua mereka pun ikut membatasi kegiatan siswa di luar sekolah yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.
Bahkan, ketika aku masih mengajar di SMP, beberapa siswa yang dekat denganku berkisah bahwa HP mereka selalu disita ketika PAS atau PAT digelar. Alhasil, dalam kurun waktu satu minggu, siswa-siswi tadi tidak akan menyentuh Smartphone.
Namun, semenjak adanya pandemi kisahnya agak sedikit berbeda. Selain dengan mindset belajar yang mulai berubah, stabilitas semangat dan perhatian siswa terhadap pembelajaran semakin rawan naik-turun.
Bagaimana tidak, anak-anak terutama para pelajar SD belum sepenuhnya bisa beradaptasi dengan aktivitas sekolah yang sesekali buka syahdan sesekali tutup lagi sebagai imbas dari pandemi.
Lebih jauh, mereka yang masih imut-imut ini juga sempat kaget dengan tugas yang menggunung.
Ya, bisa dibayangkan andai guru kelas mengejar materi pembelajaran Tematik yang dibebankan kurikulum di tengah suasana wabah. Sudah dipastikan bahwa anak jadi rawan bosan, bahkan menaruh perhatian pun ia enggan.
Alhasil, seusai libur lebaran ini, penting bagi guru untuk melakukan berbagai kegiatan apersepsi demi membangkitkan kembali perhatian belajar yang sempat tergusur oleh THR. Ehem.