Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Begini Cara Saya Melakukan Kegiatan Apersepsi Seusai Libur Lebaran

27 Mei 2021   20:38 Diperbarui: 27 Mei 2021   20:44 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melakukan apersepsi dengan bercerita kisah hikmah. Foto: Ozy V. Alandika (27/05/2021)

Libur lebaran telah usai, namun hingga hari ini kita masih berpijak di bulan Syawal. Kegiatan sekolah pula demikian. Sejak hari Senin kemarin, aktivitas pembelajaran tatap muka maupun daring di daerahku sudah kembali digelar.

Prioritas guru saat ini adalah meramu pembelajaran semaksimal mungkin agar anak-anak kembali semangat belajar demi bisa "naik kelas".

Terang saja, bulan depan kegiatan Penilaian Akhir Tahun (PAT) bakal segera digelar. Jikalau kita bersandar pada eksistensi sekolah beberapa tahun yang lalu, maka segenap siswa bakal deg-degan ketika PAT akan dimulai.

Sebagian siswa ada yang takut dan khawatir karena sepemahaman mereka, nilai PAT adalah salah satu dalil sekolah yang bisa saja menjadikan siswa gagal naik kelas.

Gegara ketakutan tersebut, kebanyakan siswa bakal lebih serius belajar dan orang tua mereka pun ikut membatasi kegiatan siswa di luar sekolah yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.

Bahkan, ketika aku masih mengajar di SMP, beberapa siswa yang dekat denganku berkisah bahwa HP mereka selalu disita ketika PAS atau PAT digelar. Alhasil, dalam kurun waktu satu minggu, siswa-siswi tadi tidak akan menyentuh Smartphone.

Namun, semenjak adanya pandemi kisahnya agak sedikit berbeda. Selain dengan mindset belajar yang mulai berubah, stabilitas semangat dan perhatian siswa terhadap pembelajaran semakin rawan naik-turun.

Bagaimana tidak, anak-anak terutama para pelajar SD belum sepenuhnya bisa beradaptasi dengan aktivitas sekolah yang sesekali buka syahdan sesekali tutup lagi sebagai imbas dari pandemi.

Lebih jauh, mereka yang masih imut-imut ini juga sempat kaget dengan tugas yang menggunung.

Ya, bisa dibayangkan andai guru kelas mengejar materi pembelajaran Tematik yang dibebankan kurikulum di tengah suasana wabah. Sudah dipastikan bahwa anak jadi rawan bosan, bahkan menaruh perhatian pun ia enggan.

Alhasil, seusai libur lebaran ini, penting bagi guru untuk melakukan berbagai kegiatan apersepsi demi membangkitkan kembali perhatian belajar yang sempat tergusur oleh THR. Ehem.

Sebagaimana yang kita ketahui, apersepsi adalah kegiatan yang identik dengan penghayatan yang nantinya menjadi sandaran untuk menerima ide/gagasan baru.

Dalam konteks pembelajaran, apersepsi ialah kegiatan yang mengajak siswa mengaitkan apa yang mereka ketahui dengan apa yang bakal dipelajari. Sederhananya, guru mengajak siswa untuk keluar sedikit dari dunia lebaran dan masuk pelan-pelan ke dunia belajar.

Nah, karena kegiatan apersepsi itu banyak macamnya, saya punya variasi tersendiri dalam membangkitkan perhatian belajar siswa, terutama setelah libur lebaran. Berikut beberapa variasi yang sudah/sedang saya terapkan:

1. Membuka Kelas dengan Bercerita ala Role Playing

Melakukan apersepsi dengan bercerita kisah hikmah. Foto: Ozy V. Alandika (27/05/2021)
Melakukan apersepsi dengan bercerita kisah hikmah. Foto: Ozy V. Alandika (27/05/2021)

Sebagai seorang guru SD, saya merupakan pribadi yang cukup pendiam. Namun, ketika berhadapan dengan siswa kisahnya malah berbeda. Saya senang memulai pembicaraan dan selalu penasaran dengan kisah anak-anak.

Ya, kisah siswa walaupun terdengar sederhana namun bagi saya cerita mereka itu mewah. Mengapa? Karena mereka jujur. Selain itu, siswa SD ketika diceritakan sebuah kisah inspiratif, mereka cenderung cepat ingat.

Maka dari itulah saya sering melakukan apersepsi dengan bercerita sembari bermain peran. Cerita yang sering saya tampilkan adalah cerita fabel serta cerita hikmah dengan gaya ala monolog.

Karena ada 6 tingkat kelas, maka saya biasanya menyiapkan 2-3 tema cerita. Temanya saya sesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa. Tapi, tema tersebut tidak jauh-jauh dari karakter bin profil Pelajar Pancasila seperti jujur, amanah, berbaik sangka, dan sebagainya.

2. "Perang" Pantun

Sejak kedatangan saya dua tahun yang lalu di SD, salah satu hal unik yang saya temukan di sini ialah kesukaan anak-anak dalam berpantun, terutama pantun jenaka nan gokil.

Ya, meskipun kebanyakan dari pantunnya terdiri dari dua baris, tetap saja saya katakan kepada mereka:

Pergi ke pasar beli gula aren
Kalian semua, kereeeeen!

Nah, karena dunia mereka dalam beberapa hari ini enggan terlepas dari lebaran, maka saya tetapkan tema pantun hikmah lebaran dengan rincian topik "Pentingnya meminta maaf", "Dahsyatnya silaturahmi", dan "Persiapan belajar di sekolah seusai lebaran".

Di awal-awal penyampaian tema, saya lihat muka mereka agak riang. Namun, setelah saya tegaskan bahwa nantinya bakal ada perang pantun, anak-anak calon pemimpin masa depan ini semakin tertantang untuk meracik pantun.

Alhasil, saya temuilah pantun-pantun keren seperti ini:

Jalan-jalan ke pasar beli abu
Pulang dari pasar ucapkan alhamdulillah
Lebaran mohon maaflah kepada Ibu
Juga mohon maaf kepada Ayah

Ada burung nuri ada burung belibis
Kedua burung itu sedang lelah
Lebaran belum selesai THR sudah habis
Tapi untung kita sudah mulai sekolah

Lebaran kemarin pakai kemeja
Lebaran besok malah dikejar-kejar
Di rumah jangan makan kue lebaran saja
Sesekali bukalah buku dan belajar

.....dan masih ada puluhan pantun lainnya.

3. Meminta Siswa untuk Bercerita Tentang Kegiatan Mereka di Bulan Syawal

Salah satu siswa saya sedang bercerita tentang kegiatan di bulan Syawal. Foto: Ozy V. Alandika (25/05/2021)
Salah satu siswa saya sedang bercerita tentang kegiatan di bulan Syawal. Foto: Ozy V. Alandika (25/05/2021)

Saya sudah bercerita. Daripada memberikan PR, maka mendingan saya meminta siswa untuk bercerita. Mengapa? Karena cerita anak SD itu lucu-lucu. Nah, yang lebih lucu adalah, mereka berani menulis jujur di buku tulis, namun malu-malu untuk bercerita di depan kelas.

Meski begitu, ujung-ujungnya Saya minta juga mereka untuk bercerita. Hahaha

Agar cerita siswa menjadi berkesan dan berbobot, maka di akhir cerita saya sering menghadirkan pertanyaan sederhana namun kritis kepada siswa.

Semisal;

  • Mengapa kok kita setiap kali lebaran selalu meminta maaf kepada kedua orang tua terlebih dahulu?
  • Mengapa kok kita selalu diajak orang tua untuk bersilaturahmi ke rumah Nenek?
  • Mengapa kok ayah dan ibu sering menyuruh kalian pergi bertamu ke rumah tetangga sebelah untuk meminta maaf?

...dan masih banyak pertanyaan lainnya.

Atas berbagai pertanyaan tersebut, sesekali ketegangan di kelas tercipta. Bahkan, ada pula siswa yang adu mulut hanya gegara membahas ke mana sebaiknya silaturahmi yang lebih utama.

Saya yang mendengarnya hanya tersenyum, karena ujung-ujungnya mereka bakal menemui kesepakatan sendiri. Biasalah, namanya juga anak SD. Hahaha

***

Ketika apersepsi tadi selesai, saya biasanya langsung menuju materi pelajaran inti. Hanya saja, tidak saya sebutkan judul materi ajar serta kompetensi apa yang harus dicapai para siswa.

Sejauh pandang saya, di era merdeka belajar, menyampaikan hal-hal yang berbau beban nan teoritis semacam itu tidaklah terlalu penting.

Yang penting saat ini adalah, bagaimana caranya menyadarkan kepada siswa bahwa saat ini mereka butuh belajar materi A, butuh menguasai kompetensi B, serta butuh untuk mengulang pelajaran di rumah.

Bagaimana menurut Anda, apakah Anda setuju dengan saya?

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun