Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Lebih "Menantang" Menjemput Jodoh Sendiri daripada Dijodohkan

23 Mei 2021   18:59 Diperbarui: 23 Mei 2021   20:51 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta atau sayang tidak mungkin datang dari satu pihak. Gambar oleh Jhonatan_Perez dari Pixabay 

Hahaha. Judulnya terdengar "Pria" banget, ya. Mau bagaimana lagi. Meskipun era Siti Nurbaya telah berlalu jauh, hingga hari ini masih cukup ramai pihak yang sibuk mengurusi jodoh orang lain. Seakan-akan para jomlo takbisa cari sendiri saja! Eh. Setop dulu sampai di sini.

*

Tadi, sesaat sebelum menulis, aku sempat "merusuh" di grup WA SKB. Setelah beberapa hari jalan-jalan keliling Curup dan bermalam di rumah teman, aku tertarik untuk ikut mengulas soal perjodohan. Karena bingung soal judul, aku minta pendapat saja di grup. Wkwk

Di awal percakapan grup, kalimat "Lebih menantang menjemput jodoh sendiri" dikomentari K-ner Ayah Tuah bahwa "Omongannya lelaki banget", sedangkan Prof. Felix Tani menebar gagas menolak perjodohan agar tercipta kesan bahwa jomlo itu mahal, bukan murahan.

Sebagai pria yang belum menikah, aku tidak bisa menyiapkan segunung sanggah. Terlebih lagi ketika Pak Jack (Baca: zaldy chan) menghadirkan pernyataan bahwa PR dalam jodoh adalah keputusan memastikan pilihan. Aku (terpaksa) mengiyakan.

Meski begitu, kisah percintaan masing-masing insan pastinya berbeda-beda. Dunia ini menghadirkan banyak jalan untuk menikah mulai dari berpacaran, menjodohkan, hingga jodoh karena "kecelakaan".

Soal jalan mana yang mau ditempuh untuk menegak tenda biru, hal itu dikembalikan lagi kepada si jomlo. Apakah mau memilih jalan yang "benar", atau malah berlari di jalan yang salah. Atau, tetap jomlo lestari. Eh, harus pilih jalan yang benar yaaa!

Tapi, ya, yang juga perlu dipahami adalah, jodoh bakal bertemu ketika diri sudah membutuhkannya. Dengan demikian, tidak ada batasan maupun patokan umur di sini.

Jika mau dipercepat untuk berjodoh, bagaimana? Rumusnya simpel. Seseorang yang ingin menikah tinggal menaikkan derajat inginnya agar segera menjadi kebutuhan. Soalnya, kalo cuma keinginan saja, entah kapan bakal dikabulkan. Sederhananya, dirimu tidak serius untuk meminta.

Begitulah rasanya esensi penegas dari refleksi dalil "Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan".

O ya, kembali berkisah tentang jodoh, rasanya hari ini selalu lebih menantang menjemput jodoh sendiri daripada dijodohkan. Jujur saja, terkadang kegiatan jodoh-menjodohkan itu malah membuat jengkel bin kesal pelaku utamanya.

Bagaimana tidak kesal, sejak kapan perasaan suka dan cinta itu bisa dipaksakan. Jadi, boro-boro berkisah tentang pernikahan, menebar rayuan pun enggan. Eaaaa!

Cinta atau sayang tidak mungkin datang dari satu pihak. Gambar oleh Jhonatan_Perez dari Pixabay 
Cinta atau sayang tidak mungkin datang dari satu pihak. Gambar oleh Jhonatan_Perez dari Pixabay 

Ibarat peribahasa tepuk sebelah tangan tidak akan berbunyi, sejatinya perasaan cinta atau sayang tidak mungkin datang dari satu pihak semata.

Jadi, ya, biarpun bagaimana ngebetnya mau menjodohkan, si jomlo yang menolak tetap akan jinak-jinak merpati, tapi ketika sudah dekat terbanglah ia. Kalo kata Bu Yana: Awokawokawokwk.

Sekali lagi kukatakan, bahwa hati seseorang tidak bisa dipaksa. Memang benar bahwa semakin sering berjumpa, semakin kenal, maka semakin besar peluang untuk saling memahami dan saling cinta. Namun, teori tersebut para praktiknya tidak bakal sesempurna itu.

Psikolog Anak, Anna Surto Ariani menerangkan bahwa beberapa orang tua yang menjodohkan anak zaman sekarang karena sangat ingin anak mendapat pasangan yang sesuai kriteria orang tua.

Hanya saja, yang menikah kan bukan orang tua, melainkan anaknya? Nah lho, berarti kriteria calon istri/suami tidak selalu seirama dengan kriteria orang tua sebagai camer. Atau begini; kriterianya mungkin masih sama, tapi calonnya bukan si dia.

Maka dari itulah dikatakan bahwa lebih menantang menjemput jodoh sendiri daripada dijodohkan.

Tapi kalau dijodohkan dan kemudian cocok bin sehati? Ya sudah. Tak perlu kita memperpanjang kisah ini.

Ketika seseorang menjemput jodoh sendiri, dirinya bisa jadi bakal diterpa sejumput rasa putus asa, rasa digantung seraya menunggu kepastian, sulitnya meyakinkan calon mertua, hingga memperbaiki diri supaya dicap "pantas" menjemput.

Jadi, ujian sabarnya akan begitu terasa.

Berbeda kisahnya ketika dijodohkan. Ibarat printer yang tinggal menunggu tombol "print" untuk mencetak dokumen, seorang jomlo tinggal bilang "iya". Bukan lagi si jomlo yang sabar, melainkan calon mertuanya, atau pihak lain yang sok sibuk mengurusi perjodohannya.

Iya, begitu. Aku juga pernah kesal dengan beberapa pihak yang sok sibuk menjodohkanku dengan seorang gadis, tepatnya setahun yang lalu. Katanya kami bakal cocok baik dari segi finansial, profesi, kemiripan wajah, hingga soal kepribadian.

Tapi, ya, yang namanya mak lampir comblang kan suka sekali cocok-mencocokkan. Padahal kan menikah itu membuyarkan perbedaan dalam satu wajan. Eh, maksudku menyatukan dan saling menerima perbedaan.

Benar. Memang sudah ada banyak kisah bahwa perjodohan juga bisa berakhir dengan bahagia. Namun sekali lagi, kisah tiap-tiap insan itu berbeda, kan. Insannya sendiri saja unik. Ada yang menawarkan jodoh di depan mata dan mungkin pasti, eh, malah mau mencari sendiri.

Jadi, ketika orang di sekitar bakal beranggapan demikian, sapa saja mereka dengan ungkapan begini; Asam di gunung dan garam di laut bisa bertemu dalam satu belanga, yang berarti bahwa terkadang jodoh seseorang bisa saja berasal dari tempat yang jauh. Ehem. Kabooooor....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun