Alhasil, pembelajaran daring yang selama ini mulai sering kita gelar adalah opsi, sedangkan pembelajaran tatap muka yang diharapkan untuk segera digelar juga merupakan opsi.
Sesekali, barangkali kita bisa saja dengan isengnya membandingkan pembelajaran daring versus pembelajaran tatap muka dari sisi efektivitas. Ujung-ujungnya pembelajaran tatap mukalah yang lebih unggul, bukan?
Tapi, sejauh pandang saya, yang namanya opsi itu tidak melulu harus terus dibandingkan. Yang namanya pilihan sistem pembelajaran itu dihadirkan untuk dipilih sesuai situasi dan kondisinya, serta dikolaborasikan sedemikian rupa demi mempercepat tercapainya tujuan pendidikan.
Sekarang, coba kita ibaratkan bahwa pendidikan itu adalah sebuah klub sepak bola yang pelatih utamanya adalah Mas Nadiem sendiri. Sebagai pelatih, Mas Nadiem dihadapkan oleh dua pilihan strategi, yaitu antara Total Football dan False Nine.
Pertanyaannya sekarang adalah, mungkinkah Mas Nadiem selaku pelatih akan lebih disibukkan dengan perdebatan mengadu kedua strategi tersebut?
Atau, anggaplah selama ini Total Football merupakan strategi apik yang mampu mengakselerasi tim untuk selalu meraih kemenangan. Lalu, salahkah sang pelatih jikalau ingin lebih sering menerapkan strategi False Nine untuk sementara waktu.
Saya kira, jawaban dari kedua pertanyaan di atas adalah tidak.
Entah itu Total Football maupun False Nine, masing-masing darinya adalah pilihan strategi yang bakal digunakan pelatih sesuai dengan kondisi tim, keadaan, serta ketangguhan lawan.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa sang pelatih bakal mengolaborasikan kedua strategi tersebut dalam satu pertandingan. Dengan demikian, berarti satu strategi tidak akan selalu efektif untuk meraih kemenangan, bukan?