Jika dilirik lagi, agaknya barang-barang koleksiku yang bergaya Inter Milan ternyata cukup banyak. Meski demikian, aku membelinya bukan semata karena mengedepankan emosi melainkan juga membarenginya dengan kebutuhan fungsional.
Ya, sejatinya aku bisa saja membeli baju batik Inter Milan, syal Inter Milan, sepatu Inter Milan, atau bahkan kaos limited edition yang bertanda tangan pemain Nerazzurri. Tapi entah mengapa dari dulu aku sama sekali tak menginginkannya, meskipun aku juga interisti.
Aku berpikirannya begini, kalau intensitas belanjaku untuk membeli pernak-pernik klub La Benemata lebih banyak menghabiskan uang tanpa mempertimbangkan nilai fungsi, bagiku itu sudah masuk ranah jajan yang "kurang sehat".
Tambah lagi, aku punya prinsip "tidak akan membeli yang baru selama yang lama masih bisa digunakan" ketika menggunakan barang. Entah itu baju, sepatu, HP maupun laptop.
Bahkan, tas yang kupakai untuk mengajar di sekolah hari ini adalah tas yang kubeli pada saat pertama masuk kuliah S-1, tepatnya pada tahun 2012. Padahal, bisa saja sebenarnya jikalau aku ingin membeli tas baru dengan logo Inter Milan, kan? Tapi aku enggak niat. Hahaha
Ya sudah, sampai di sini saja, ya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H