Terang saja, hati manusia itu seperti lagu pengiring serial Doraemon; "Aku ingin begini, Aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali," alias mudah terbolak-balik sebagaimana kalam Nabi:
"Sungguh, hati manusia itu lebih mudah terbolak-balik daripada air dalam bejana yang telah mendidih." Hadis Riwayat Muslim no. 24317
Jadi, pada akhirnya terlalu berharap kepada orang lain itu bakal membuat diri sakit, kan? Maka dari itu, jangan sampai kita menjadikan kecewa sebagai gaya hidup. Jujur saja, hidup ini tidak akan menjadi lebih baik jikalau diri terlalu sibuk kecewa dan bergantung kepada orang lain.
Manajemen Iman
Mengapa aku meletakkan manajemen kecewa pada poin pertama?
Aku sengaja, karena sejatinya beriman itu harus tulus tanpa perlu embel-embel modus.
Rumus iman yang sehat adalah total bergantung hanya kepada Allah SWT. Jadi, intinya adalah, bagaimana bisa diri ini menggapai lurusnya iman jikalau modusnya masih bengkok kepada makhluk.
Oke, rumus mendasar dari manajemen iman telah didapat. Sekarang kita belajar sebentar dari Kisah Abu Qilabah, seorang sahabat Ibnu Abbas sekaligus sahabat Rasulullah yang menjadikan sabar dan syukur sebagai gaya hidup. MasyaAllah, keren paket banget, kan? Pastinya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqat, suatu hari Abdullah bin Muhammad mendatangi sebuah kemah yang dihuni oleh laki-laki miskin.
Kondisi laki-laki ini, tangan dan kakinya buntung, telinganya sukar dalam mendengar, matanya buta, serta tidak ada yang tersisa selain lisannya yang berbicara. Dialah Abu Qilabah.
Meski begitu, beliau tetap memiliki harta yang sangat berharga, yaitu syukur. Abu Qilabah dengan gembira mengatakan:
"Tidakkah engkau melihat Allah telah menganugerahkan aku lisan yang senantiasa berdzikir dan bersyukur."
MasyaAllah, ternyata salah satu manajemen iman terbaik adalah dengan menjadikan sabar dan syukur sebagai gaya hidup. Belajar dari Abu Qilabah, sejatinya kekurangan atas fisik tidak menjadi alasan bagi kita untuk pelit bersyukur.
Padahal, kalaulah kita bayangkan secara logika, banyaknya kekurangan atas diri bakal melahirkan segunung kekecewaan. Hemm. Kalaulah sedari awal tidak menerapkan rumus total bergantung hanya kepada Allah, niscaya diri ini bakal menjadi orang yang kufur.