O ya, andai kita mau melirik lebih fokus, maka secara tidak langsung hadis di atas mirip dengan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran.
Ya, alur hadis Nabi di atas tampak disajikan secara konstruktivistik dengan langkah awal mengungkapkan semangat (rasa penasaran), menyajikan fenomena pemantik rasa penasaran dengan awalan kata "haruskah", menghadirkan pertanyaan, hingga diberi solusi sebagai puncak rasa ingin tahu.
Dalam mengajarkan anak beribadah, aku rasa teknik motivasi semacam ini sangat penting. Terkhusus di bulan Ramadan misalnya:
Anak-anak bisa diarahkan untuk memetik esensi dari ibadah puasa dengan kita hadirkan pernyataan kritis seperti mengapa hanya orang-orang beriman saja yang diperintahkan untuk berpuasa, seperti apa ketaqwaan yang diharapkan setelah berpuasa, hingga mengapa kita harus berpayah-payah menahan lapar dan haus selama 30 hari.
Kelima, Teknik Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Nah, hadis di atas adalah sandaran kita sebagai guru maupun orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak dalam beribadah. Maksudnya begini, jangan hanya kompetensi akademis saja yang kita apresiasi melainkan juga kesuksesan anak dalam menuntaskan ibadah.
Contoh sederhana ialah puasa Ramadan. Bagi kita yang sudah dewasa, barangkali lelah, lapar, haus, serta sabarnya berpuasa itu sudah biasa kita tahan. Tapi bagi anak-anak?
Itu spesial dan bahkan tidak mudah. Maka dari itulah kita perlu membuat anak-anak bangga dengan ibadah yang telah ia lakukan.
Hal ini juga berlaku dalam pelajaran membaca Quran, etika meminta tolong, berterima kasih, hingga segenap akhlak lainnya. Bukankah setiap insan itu adalah budaknya kebaikan? Pastinya.