Bila kita amati, agaknya kegiatan mengajarkan ibadah kepada anak selama bulan Ramadan tidak lepas dari tantangan yang kompleks.
Ya, namanya juga anak-anak. Ketika emosi mereka sedang tidak keruan, anak-anak bisa dengan mudahnya berdalih malas seraya berlindung di balik kata puasa.
Terlebih lagi, kalau kita melirik keunikan anak-anak dari segi motivasi mereka, maka didapatlah fenomena bahwa kebanyakan motivasi belajar maupun beribadah anak datang dari luar dirinya (ekstrinsik).
Contohnya?
Mulai dari berpuasa agar mendapatkan imbalan atau penghargaan tertentu, rajin Tarawih agar mendapat nilai tinggi pada pelajaran agama, rajin sholat agar di sekolah bisa berkisah kepada teman sekelas, dan masih banyak lagi.
Hemmm. Biarlah.
Namanya juga anak-anak.
Sejatinya mengajarkan ibadah itu butuh proses yang melibatkan perpaduan iman, akal, dan hati. Toh, jangankan anak-anak. Orang dewasa saja masih ada yang beribadah syahdan berusaha untuk pamer, kan? Nauzubillah.
Nah, menimbang tantangan yang kompleks tersebut, rasanya diperlukan teknik dan rumus spesial agar kita bisa sukses mengajarkan anak untuk beribadah sejak dini, khususnya di bulan Ramadan.
Lho, memangnya aku punya anak? Belum, sih. Menikah saja belum. Hahaha
Tapi tiadalah mengapa. Teknik motivasi mengajarkan ibadah ini juga berangkat dari pengalamanku yang sudah menjadi guru baca tulis Al-Quran dan guru private sejak kelas satu SMA.