Ramadan di masa kecil menghadirkan segunung kisah yang ngangenin. Bagaimana tidak, ada begitu banyak momen berpuasa yang seru namun tidak bisa terulang lagi di hari ini.
Alasannya sudah bisa ditebak, yaitu berkisar pada kemajuan teknologi, modernisasi, akulturasi, hingga meningkatnya derajat gengsi.
Meski demikian, beruntunglah kita yang hari ini masih tinggal di desa. Barangkali masih cukup banyak suasana Ramadan ala desa yang masih bertahan, kendatipun cahaya para generasi Z sudah semakin menyilaukan.
Apa saja suasana yang dimaksud?
Nah! Jikalau dirimu termasuk dalam angkatan 90 sampai awal 2000an, rasanya beberapa keseruan Ramadan berikut ini bakal membuatmu kembali bernostalgia. Aku bakal ulik keseruannya dari mulai matahari terbit hingga kita bobok lagi. Hihihi
1. Jalan Santai Sejak Subuh
Kata Buya Hamka, "Jikalau engkau mau melihat orang Islam yang kuat imannya, maka datanglah ke masjid saat sholat Subuh." Tapi, kalau kata-kata anak beda!
Ketika Ramadan tiba, suasana jalan raya maupun jalan setapak sudah ramai dan dikerumuni anak-anak bersarung. Tak peduli dengan dinginnya singsing fajar, mereka bakal tetap ikut jalan santai bahkan saling jemput-menjemput.
2. Siang-Siang Kabur Ke Rumah Teman demi Bisa Buat Mobil-mobilan
Kalo lagi gabut ketika puasa, yang namanya anak kecil sering kabur-kaburan dari rumah. Apa lagi ketika listrik sedang mati, maka pilihan membuat mobil-mobilan ke rumah teman bisa jadi opsi. Ah, serunya bukan main!
Kita bisa membuat mobil dari batang pisang, rodanya kita bikin dari bambu, syahdan akhirnya balapan. Kalau sudah berasa haus, berhenti sejenak. Hahaha.
3. Main Kelereng atau Main Karet: Yang Kalah Tidak Boleh Nangis Nanti Puasanya Batal
Ketika kebosanan menerpa, opsi terbaik yang biasanya dipilih agar Ramadan tetap bersemangat adalah bermain kelereng atau main karet bersama.
Dulu aku biasanya datang ke lapangan SD dekat rumah, membawa 5-10 butir kelereng, lalu bermain sampai sore atau sampai dijemput oleh Emak.
Serunya, ketika bermain di hari-hari normal sebelum puasa, anak kecil yang sering kalah mudah nangis. Sedangkan ketika Ramadan tiba, tangisan tersebut lebih elegan alias tidak sampai mengeluarkan suara.
Hanya sekadar sedak-sedakan kecil yang disertai dengan mata merah dan sedikit basah. Hahaha, kan kata kakak kelas kalo nangis nanti puasanya batal. Wkwk
4. Berpuasa Serius Demi Dibelikan Gimbot
Dulu dari masa SD-SMP aku belum kenal dengan HP. Yang kukenal hanyalah Gimbot. Biasanya, kami dulu berpuasa secara serius dalam minggu pertama agar bisa segera request kepada Emak untuk dibelikan gimbot.
Ya, gim yang didesain khusus dan digerakkan oleh baterai ini punya game andalan. Salah satunya adalah permainan Tetris alias susun-menyusun bangun.
5. Tak Ada Gim, Kapal-Kapalan Minyak pun Jadi
Bulan puasa tiba, maka ramai pulalah para penjaja mainan. Bahkan, seingatku mainan yang dijaja pada bulan Ramadan itu adalah mainan limited edition seperti kapal-kapalan minyak.
Bagiku yang dulu masih berumur di bawah 10 tahun, memainkan kapal-kapalan minyak nikmatnya luar biasa.
Bahan bakarnya adalah minyak tanah, dan kapal akan berjalan jikalau kita hidupkan api. Syahdan, terdengarlah bunyi "tek-kretek-kretek" dalam baskom mandi bayi atau ember. Hohoho
6. Disuruh Orangtua Membaca Cerita yang Menyeramkan
Setop, jangan main terus! Begitu kata Emak jikalau kita masih enggan berhenti bermain gim. Biasanya di waktu lapang baik Emak maupun Bapak memberikan kita buku cerita keislaman yang isinya adalah siksa-siksa neraka.
Kadang, karena saking seramnya cerita dan gambar dalam cerita tersebut, anak-anak jadi sangat rajin Tarawih. Soalnya siksa neraka terus terngiang-ngiang dalam alam pikir. Hemm
7. Pergi ke Ladang Aren untuk Mencungkil Kolang-kaling
Bagi sebagian besar anak-anak di desaku (termasuk aku sendiri), tiada hari di bulan Ramadan tanpa kolang-kaling. Sepulang sekolah, biasanya aku langsung pulang ke pondok di kebun untuk segera mencungkil kolang-kaling.
Kegiatan ini seakan-akan wajib baik bagiku maupun bagi sebagian besar anak-anak di desaku. Sebenarnya mereka bisa menolak sih, tapi ya, ujung-ujungnya tidak bisa beli baju baru.
8. Mandi di Sungai atau Siring
Pergi jam setengah 4 sore, sedangkan pulangnya jam setengah 6. Begitulah keseruan mandi sore anak-anak pada bulan Ramadan yang begitu dirindukan. Aku sendiri juga demikian karena di dekat rumah kami ada siring sempit yang biasa digunakan untuk mandi.
Siring tersebut disemen dengan halus sehingga siapa pun yang mandi di sana bisa bermain seluncuran sepuasnya. Kepuasan tersebut baru akan berhenti setelah dijemput oleh Emak seraya marah-marah. Waduh!
9. Bilangnya Mau Tarawih, Eh Malah Main PS2
Tahun 2005-2007, seingatku masa-masa itu di desa kami sedang viral gim PS2. Hebatnya pula, gim PS2 ini ada rentalnya dan rental tersebut posisinya tepat di sebelah musala yang biasa digunakan untuk shalat Tarawih.
Sontak saja, banyak dari kami yang segera serong bin absen Tarawih demi bisa main gim PS2. Waktu itu, dengan mahar Rp1500 kita bisa main PS2 1 jam. Aku sendiri sering main gim Mortal Kombat Shaolin Monks, Mortal Kombat Eragon, dan Ninja Turtles. Eh. Wkwk
10. Duduk Rapi Mendengarkan Kultum Tarawih Agar Dapat Tanda tangan Penceramah
Ramadan jalan, puasa jalan, tapi tugas sekolah tak pernah ketinggalan. Semasa SD, guru agama di sekolah tak pernah lupa memberikan buku kegiatan Ramadan. Alhasil, selama sebulan penuh kita harus mengisi apa saja kegiatan ibadah yang kita lakukan dengan jujur.
Adapun suasana yang sungguh tak terlupa ialah ketika mendengar kultum Tarawih. Anak-anak bakal mendengar sebentar dengan fokus hingga didapatlah satu paragraf ringkasan ceramah. Setelahnya? Mari kita ribut-ribut dan ngerumpi lagi. Hahaha
Baru nanti setelah ceramah usai, kami bakal datang menemui penceramah seraya minta tanda tangan.
O ya, setelah gantian aku yang mengisi kultum jelang Tarawih, ternyata nikmatnya ditonton dan diserbu anak-anak yang mengisi buku kegiatan Ramadan itu benar-benar terasa lho. Ya, rasanya apa yang kita sampaikan itu didengar dan disimak dengan seksama. Ahay!
11. Tarawih Belum Usai, Malah Main Mercon Korek
Hahaha, suasana satu inilah yang paling bikin kesal jamaah seisi masjid. Kebiasaan yang sering kutemui saat Ramadan masa kecil ialah banyak anak-anak remaja yang sengaja bermain mercon korek di depan halaman masjid.
Mengapa mercon korek bukan mercon yang lain? Soalnya mercon korek lebih murah. Dengan Rp1.000 saja kita bisa mendapat 10-15 butir mercon korek. Sedangkan mercon gasing waktu itu harganya Rp1.000/pcs. Rugi kan kalo beli mercon gasing. Mana enggak pake meledak lagi!
12. Sahur Bertemankan Lampu Minyak
O ya, dulu sewaktu kecil aku bersama orangtua masih tinggal di pondok kayu. Pondok tersebut ada dua lantai dan kita bisa menaiki lantai dua menggunakan tangga dari bambu. Sedangkan lantai satu, apa isinya? Tiada lain ialah kayu kopi kering untuk memasak di dapur.
Karena sewaktu aku kecil listrik belum lama masuk, akhirnya desa kami sering mengalami mati lampu. Alhasil, ketika bulan Ramadan tiba kami sering sahur gelap-gelapan dan hanya ditemani oleh lampu minyak.
Waktu itu sejatinya masih ramai lampu strongking, tapi lampu strongking kami dipakai nenek yang menginap di pondok ladang aren. Alhasil, lampu minyaklah yang jadi penerang gelapnya pondok ketika sahur tiba.
***
Demikianlah segenap keseruan suasana Ramadan sewaktu aku kecil. Semua yang tersebut di atas begitu dekat dan ngangenin. Rindu untuk diulang kembali, dan kembali mengingatnya juga membuatku rindu. Jadi, bagaimana denganmu? Mungkinkah kita sama-sama merindu? Eh.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI