Hahaha. Semakin ke sini semakin terasa ya bahwa menjaga konsistensi menulis itu susah. Lagi-lagi refleksi tergesit untuk kembali menata semangat meracik diksi ialah dengan mengingat tujuan.
Tapi, tidak sesederhana itu, sih.
Terkadang, alasan bahwa menulis itu untuk berbagi terlalu abstrak bagiku.
Hahaha. Lagi-lagi aku enggan menyalahan diriku. Hadeuhhh! Cukup egois, ya? Memang benar, sih. Soalnya sewaktu pertama kali gabung dengan Kompasiana, aku sudah disuguhi K-Rewards.
Bahkan, jauh sebelum itu, niatku menulis di K adalah agar aku bisa dapat laptop baru layaknya Om Jay yang sempat merengkuh predikat Guru Paling Ngeblog. Hadiahnya laptop, dan beliau bercerita secara terang kepadaku pada tengah tahun 2019 lalu.
Pikir pendekku, seru juga ya jikalau menulis, dalam waktu dekat bisa dapat hadiah semacam itu. Maka dari itulah, awal Juli 2019 aku langsung daftar di Kompasiana.
Masa itu adalah masa pertama aku menulis di media online. Dulu, pernah kuberkirim tulisan ke koran lokal. Tapi...ditolak, lantas aku tak pernah sekali pun mengirim tulisanku lagi. Iseng sebenarnya. Memang akunya yang belum niat. Eh, aku ngeles lagi!
Bulan-bulan pertama gabung di Kompasiana, aku begitu semangat. Tatapanku hanya fokus pada 1 laman yaitu laman topik pilihan. Secara, pada periode Juli, Agustus, hingga bulan berikutnya double rewards bisa didapat jika kita rajin nulis artikel yang seirama dengan topik pilihan.
Aku waktu itu belum fokus. Hampir semua topik kulahap. Ekonomi, oke. Politik, oke. Fiksi, boleh. Media, jadi. Humaniora? Apalagi!. Menulis, dan aku menulis saja sembari membaca segenap artikel keren yang terus berseliweran di beranda setiap menitnya.
Lebih lagi, di kala itu Kompasianer Pak Ropingi masih aktif. Beliau hebat karena setiap hari tulisannya lebih dari lima. Rata-ratanya malah 10 artikel, kan ngeri! Sontak saja aku jadi seakan taklid buta alias ikut-ikutan menulis minimal 3 artikel per hari.
Hasilnya? Rata-rata artikelku per bulan duduk di angka 50-60 tulisan, sedangkan K-Rewards stabil di angka Rp400-500K. Bagi jomlo sepertiku, itu lumayan. Dan yang terpenting adalah, waktu kesendirian kumanfaatkan untuk hal yang bermanfaat.
Barulah ketika menemukan postingan artikelku di halaman Facebook Kompasiana, aku mulai menyadari bahwa ternyata masing-masing artikel itu punya jalan kebermanfaatannya sendiri.
Seperti contoh, artikelku yang berjudul "Dulu Tidur Siang Serasa Hukuman, tapi Sekarang Begitu Dirindukan" telah dibagikan sebanyak 3ribu orang dari halaman Facebook Kompasiana. Sungguh, aku kaget beneran!
Kadang aku malah berpikiran aneh, kok bisa ya artikel sereceh itu bisa di-share ribuan orang. Orang beneran lho, bukan jingling, bot, atau sejenis makhluk astral lainnya.
Kejadian yang ngagetin itu terjadi pada awal tahun 2020. Niatku? Masih terobsesi kepada K-Rewards dan menulis beragam kategori. Hanya saja, rasa-rasanya aku sudah semakin sering menulis artikel edukasi gegara dunia pendidikan sangat dekat denganku.
Dalam hati aku pun berkata:
"Ya sudah. Rasanya seru juga menulis edukasi. Aku bisa ngomel-ngomel, menumpahkan kekesalanku atas timpangnya kualitas pendidikan di pusat dan daerah, serta segunung keresahan lainnya."
Gara-gara Benda Ini, Aku Berpikir Berulang Kali untuk Cuti Menulis
Sebenarnya, sejak awal bergabung dengan Kompasiana aku sudah memutuskan untuk menulis sampai bulan Januari 2021 saja. Lewat dari bulan Januari aku ingin fokus menyelesaikan studi setelah kemarin cuti.
Intinya, aku ingin cuti menulis. Ya, setidaknya selama satu tahun, atau minimal setengah tahun. Tapi, apa yang terjadi?
Saat ini aku malah mengurusi blog pribadi, masih terus menulis di Kompasiana, walaupun dari segi kuantitas sudah tidak sebanyak dulu.
Sebenarnya bukan tidak banyak, sih, melainkan aku bagi porsinya. Sebagian kutulis di Kompasiana, sedangkan blog pribadi aku jadikan pelarian.
Jujur saja, kadang ada rasa jenuh dan bosan juga kalau hanya menulis di Kompasiana. Apalagi kalau terbayang K-Rewards. Ini versiku.
Imbasnya, ide yang berdatangan tanpa sengaja hanya bisa kucatat di notes HP. Sekarang sudah ada 3 halaman, dan mungkin akan terus diendapkan. Entah kapan bisa kutulis semua.
Bahkan, salah satu artikelku yang berjudul "Mayoritas Guru Punya Pekerjaan Sampingan, Mengapa Begitu?", idenya sudah ada sejak Juli 2020 lalu. Hahaha, sudah setengah tahun lamanya ide itu dipendam.
Sebenarnya 3 halaman catatan ide di HP mau kuhapus saja. Tapi sayang, sih. Biarkan saja dulu, mungkin esok atau lusa aku bisa dapatkan momentumnya. Dan, mungkin juga bisa kujadikan sandaran agar bisa menjaga konsistensi menulis.
Iya, benar. Masing-masing Kompasianer berhak untuk memutuskan kapan ia mau cuti, atau malah berhenti menulis. Barangkali, tepatnya bukan berhenti, melainkan pindah ke platform blog lain, atau malah fokus ke blog pribadi karena sudah bergandengan dengan Adsense.
Itu hak mereka, dan jikalau aku jadi mereka, aku pula berhak demikian. Hahaha, kok jadi ngegas gini sih!
Meski begitu, di rumahku belum lama ini ada barang yang cantik dan bertuliskan "Best in Specific Interest 2020". Benda ini sudah beberapa bulan menginap di lemariku. Sebenarnya ingin kupajang, tapi karena daerahku sering terjadi gempa, alhasil kuputuskan untuk disimpan saja.
Daripada pecah, ya kan? Memangnya Mimin K mau ganti, atau ada garansi? Enggak.
Sebuah penghargaan yang tak pernah kuduga bahkan dalam kurun waktu 20an tahun ke belakang. Soalnya, yang kuduga di masa depan adalah, aku bisa jadi dosen, kepala dinas, atau rektor. Hehehe
Karena merupakan penghargaan, tidak ada salahnya aku menjadikan benda tersebut sebagai landasanku untuk menjaga konsistensi menulis, kan?
Dulu, bahkan dalam beberapa bulan ke belakang aku juga cukup sering menemukan keluhan dari penulis tentang Kompasianer yang pernah dapat awards, tapi setelahnya mulai nge-ghosting, ngilang. Upss
Lagi-lagi setiap Kompasianer punya hak untuk ngilang. Tapi, juga menjadi hak bagi mereka untuk tetap bertahan walaupun diterpa oleh sebukit kesibukan.
Kesibukan memang bisa dijadikan alasan untuk cuti menulis, tapi ternyata kita malah berkisah tentang mindset yang sangat sederhana yaitu:
"Menunggu waktu luang, atau berusaha meluangkan waktu?" Sesederhana itu, tapi perbedaannya begitu mencolok.
Salah satu alasan mengapa aku masih menulis di Kompasiana hari ini ialah karena aku masih terus berusaha untuk meluangkan waktu.
Penghargaan Best in Specific Interest 2020 tidak ingin kujadikan beban. Secara, aku sekarang sudah kurus. Kalau aku mengangkut banyak beban, kapan aku bisa gemuk?
Dan, aku beruntung punya banyak sahabat dan teman-teman hebat sesama Kompasianer. Sekali lagi, rekan-rekan Kompasianer itu adalah orang-orang hebat.
Ketika aku aktif menulis di Kompasiana, mereka bakal datang dengan sukarela untuk rate dan komentar. Bahkan, ada pula di antaranya yang japri seraya mengucapkan "Selamat AU".
Lebih dari itu, ketika aku sedang jenuh di K syahdan lebih aktif ke blog pribadi, beberapa rekan Kompasianer malah datang dan mengunjungi blog pribadiku. Bagaimana tidak hebat, coba? Tiada cukup alasanku untuk menyanggah Kompasianer seperti mereka.
Alhasil, sebagai penutup tulisan ini, aku hanya ingin berucap bahwa aku beruntung bisa menulis di Kompasiana dan berkenalan dengan banyak Kompasianers hebat. Mudah-mudahan aku bisa ketularan hebat. :-)
Tengkyu. Salam dariku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H