Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mayoritas Guru Punya Pekerjaan Sampingan, Mengapa Begitu?

5 April 2021   06:36 Diperbarui: 5 April 2021   09:21 2256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ruang kelas. Foto: Pixabay

Sebagaimana yang diterangkan oleh Kompasianer Mr. Taura, idealnya profesi guru itu tidak boleh menyambi hal lain. Soalnya, guru adalah garda terdepan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, sebagai guru, aku sendiri malah tidak betah jikalau tidak nyambi.

Benar. Lihat saja di sekeliling kita. Kebanyakan guru di negeri ini pasti punya pekerjaan sampingan.

Entah itu bertani, berjualan online, membuka warung tradisional, hingga ikut berkontribusi dalam meramaikan kantin sekolah, salah satunya menjadi profesi sambilan yang tak bisa lepas dari guru.

Kebanyakan kegiatan para pendidik yang kutemui adalah berjualan. Entah itu guru PNS, honorer maupun swasta, semua tidak ada bedanya. Bahkan, salah satu guru PNS yang sudah sertifikasi di sekolahku masih konsisten mengisi jajan kantin, tepatnya sebelum pandemi.

Mengapa kok begitu, mungkinkah penghasilan mereka kurang?

Jikalau kita berkisah tentang kurang dan lebih, otomatis kisah tersebut tidak akan lepas dari segala profesi. Allah berikan hamba-Nya kecukupan, tapi seorang hamba dengan nafsunya seringkali tidak merasakan cukup. Kurang, kurang, dan kurang terus.

Syahdan, mengapa kok guru yang penghasilannya sudah lumayan masih ikut-ikutan bekerja sampingan? Setidaknya, ada beberapa alasan umum yang bisa kita cermati, antara lain:

Tidak Semua Guru Senang Gajinya Dipatok

Sampai saat ini, masih banyak orang yang mendambakan profesi guru karena penghasilannya yang rutin. Seperti contoh, guru PNS, PPPK dan guru di sekolah swasta. Gaji mereka dibayar tiap bulan, jarang telat, dan boleh dibilang lumayan.

Guru PNS golongan III/a misalnya:

Menurut (PP) Nomor 15 Tahun 2019, saban bulan gaji pokok guru PNS golongan III/a yang baru senilai Rp2.579.400. Jikalau sang guru sudah sertifikasi, maka tinggal kita tambahkan penghasilan 3x gaji yang diterima setiap triwulan.

Ilustrasi gaji. Gambar oleh Mohamad Trilaksono dari Pixabay 
Ilustrasi gaji. Gambar oleh Mohamad Trilaksono dari Pixabay 

Lumayan, bukan?

Semestinya iya, tapi faktanya masih banyak guru PNS sertifikasi yang "menyekolahkan" SK, padahal gajinya sudah terhitung besar.

Di sisi yang sama, sadar atau tidak, sebenarnya gaji guru juga sudah dipatok.

Maksudku begini: jika gaji pokok guru tadi adalah Rp.2.579.400/bulan, maka uang yang mereka dapatkan dari profesi guru dalam satu tahun senilai Rp30.952.800.

Angka yang cukup besar, bukan? Tapi sayang, nilainya sudah terpatok. Artinya, kalau seorang guru hanya mengandalkan gaji pokok semata, ada kesan bahwa diri ini seolah-olah tidak maju-maju dari segi penghasilan.

Padahal kita tahu bahwa kehidupan saban harinya sudah ditebak. Terkadang ada-ada saja pengeluaran tak terduga yang membuat dompet kita muram walaupun kalender masih memampangkan tanggal awal bulan.

Alhasil, mau tidak mau, mencari pekerjaan sampingan adalah opsi jitu untuk menambah penghasilan.

Sebenarnya rada aneh, kan. Sudah tahu penghasilannya pasti mengalir dan jelas, eh malah mencari pekerjaan tambahan yang gajinya masih buram!

Eitz, tapi di situlah serunya pekerjaan sampingan. Kadang kita bisa dapat omzet besar bin gede, eh kadang sepi. Ketidakstabilan penghasilan tersebutlah yang malah dinikmati sebagian guru, termasuklah aku sendiri. Hahaha

Waktu Mengajar Itu Tidaklah Lama

Ilustrasi ruang kelas. Foto: Pixabay
Ilustrasi ruang kelas. Foto: Pixabay

Dulu, sepanjang tahun 2017 aku sempat bekerja sebagai kontraktor di pabrik pulp and paper. Di sana aku berpartner dengan banyak karyawan tetap. Tapi, karyawan tersebut beda dengan guru. Ya, kebanyakan dari mereka tidak punya pekerjaan sampingan.

Minimal 8 jam waktu mereka habis di pabrik. Belum lagi capeknya, lemburnya, jenuhnya, sesak napasnya gegara udara kotor. Kompleksnya situasi sudah cukup untuk menjadi alasan bahwa karyawan belum memerlukan pekerjaan sampingan. Tepatnya, tidak sempat.

Berbeda halnya dengan guru. Tanpa kita perlu memandang status PNS, honorer, maupun kontrak, sejatinya waktu mengajar guru tidaklah lama.

Terlebih lagi ketika sang guru mengajar di sekolah negeri. Jam 07.00 masuk, jam 12.30-14.00 sudah pulang. Okelah, maksimal jam 16.00. Itu pun kalau di sekolah swasta dengan sistem 5 hari kerja.

Masih banyak waktu sisa, bukan?

Dari waktu-waktu sisa itulah biasanya banyak tamu agung bernama kebosanan yang datang. Alhasil, untuk mengusir kebosanan, seorang guru bakal mencari aktivitas lain seperti berkebun dan berjualan.

Iya, benar. Tidak semua guru seperti itu. Ada pula sebagian guru yang full time teacher. Pagi dia di sekolah, siangnya dia buka bimbel, sorenya ia jadi guru private, bahkan merangkap guru ngaji.

Aku dulunya juga begitu. Tapi, terkadang hal tersebut cukup melelahkan dan sesekali cukup membosankan. Jadi, kupilih saja pekerjaan sampingan selain mengajar.

Pekerjaan Sampingan Guru Dihadirkan untuk Mengusir Jenuh

Ilustrasi jenuh. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 
Ilustrasi jenuh. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 

Lagi-lagi benar bahwa pekerjaan guru itu menyenangkan. Setiap hari kita bisa bercanda dengan siswa, melempar humor di ruang kerja, hingga masak-masak di sekolah. Nikmat sekali menjadi seorang guru.

Aku pula begitu. Sepanjang mengajar di SMP, setiap hari kecuali Senin dan Kamis aku selalu diminta memasak nasi. Waktu itu aku juga ditunjuk sebagai staf perpustakaan dan beberapa guru senior yang ruang kerjanya di sana sering bergantian bawa lauk-pauk.

Alhasil, dompetku cenderung terlindungi. Senin dan Kamis kami berpuasa, dan pada hari sisanya kami makan enak. Ahai!

Walau begitu, ada pula seberkas kejenuhan yang sering bertamu ke hadapan guru, terutama mereka yang dianugerahi jabatan, atau sedang ada tugas izin belajar. Iya, jenuh bukan kepalang.

Laporan ini belum selesai, ada laporan yang baru. Belum lagi dengan permasalahan administrasi pembelajaran yang menggunung. O ya, ada lagi. Birokrasi yang ruwet. Ah, hal tersebut terkadang bikin jenuh dan tidak sedikit guru yang rela membawanya ke alam mimpi.

Sudah di sekolah pikirannya laporan dan berkas, eh, di rumah pula begitu. Untuk mengusirnya, aku rasa pekerjaan sampingan adalah solusi.

Selama seorang guru mampu bijaksana dalam mengelola waktu, hadirnya pekerjaan sampingan mampu mengusir segunung kejenuhan. Terang saja, terlampau sempit jikalau kita hanya menjadikan profesi nyambi kalau hanya demi uang.

Banyak hal lain yang mampu mengusir jenuh, dan itu merupakan manfaat luar biasa dari pekerjaan sampingan. Sebut saja seperti memperluas jaringan kerja, ilmu baru, pengalaman baru, bertemu orang baru, hingga mengasah keterampilan baru.

Hal tersebut tentu bakal mendatangkan kebahagiaan yang bertumbuh. Aku pula telah dan sedang merasakannya sendiri.

Semenjak ikut terjun di dunia bisnis, aku sering ikut sharing dan training ke banyak hotel berbintang di Bengkulu. Gratis, loh! Lumayan, kan. Belum lagi dengan didapatkannya banyak teman baru. Banyak teman baik, kan banyak yang mendoakan.

***

Di luar dari 3 alasan di atas, lagi-lagi tidak ada salahnya jikalau profesi guru punya pekerjaan sampingan.

Meski begitu, seorang guru tetap tidak boleh mengesampingkan pekerjaan utamanya, apalagi sampai menjadikan pekerjaan sampingan sebagai "pelarian" gegara tidak betah mengajar.

Sebaliknya pula demikian. Walaupun namanya pekerjaan sampingan, tidak lantas kita bisa terlalu mengesampingkannya. Apa pun pekerjaannya, mari gaungkan ikhtiar maksimal, berbagi maksimal dan doanya juga maksimal. Biar berkah!

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun