"Dulunya aku mengira bahwa diriku bakal dijadikan objek rundung. Eh, ternyata malah diperlakukan dengan penuh pemakluman."
April tahun 2019 ialah bulan pertama aku menempati ruang kerja baru sebagai guru SD. Sebelumnya aku mengajar di SMP, tapi tampaknya Allah mengisahkan takdirku dengan peran yang berbeda.Â
Sepanjang tahun 2019, kuamati ruang kerja baruku, ternyata ada 1...2...3... dan 4 orang yang masih jomlo. Termasuklah juga denganku.
Memang, sebenarnya para guru dan staf di sekolah kami hanya 14 orang. Sedikit, tapi juga sesuai dengan jumlah siswa yang hanya berjumlah 50.
Meski begitu, kekompakan di ruang kerja seakan membuat suasana sepi menjadi ramai. Terlebih lagi setelah salah satu rekan kerjaku yang perempuan baru saja menikah.Â
Ya, cerita kami di ruang kerja jadi semakin riuh gegara rekan kerjaku menikah dengan seorang pemuda yang tinggal bersebelahan dengan rumahnya.Â
Tidak lagi 1 pulau, tidak pula 1 RT, dua insan ini sudah saling kenal sejak bocah dan rumah mereka hanya dipisahkan 1 rumah tetangga.Â
Bayangkan saja, dekat banget, kan? Takdir Allah yang mereka perankan cukup unik, ya. Sudah rumahnya sama-sama dekat, syahdan didekatkan dengan erat oleh ijab kabul yang berlapiskan doa "samara" alias sakinah mawaddah wa rahmah.Â
Kisah tersebut terjadi pada pertengahan tahun 2020.Â
Dua purnama berlalu, akhirnya salah seorang rekan kerjaku yang perempuan juga menikah. Kisah tersebut sejatinya sudah kami sangka. Secara, sejoli sudah dekat sejak lama sehingga undangan nikah yang kami terima memang sudah sewajarnya.Â
Nah. Tanpa sadar, setahun aku bekerja, hanya bersisa 2 orang bujangan alias jomlo di ruang guru. Sebelum corona melanda, memang cukup banyak pertanyaan "kapan nikah" yang menghampiri kami berdua.Â