Dunia pembelajaran juga begitu. Maka dari itulah, rasanya kita perlu mengadopsi formula "SMART" untuk memudahkan jalan menggapai harapan belajar.
Begini Cara Membuat Tujuan Pembelajaran dengan Mengadopsi Formula "SMART"
Pertama, S=Specific.
Dalam merencanakan tujuan pembelajaran, kita sebisa mungkin menggunakan kata-kata kerja operasional (bisa dicek dalam Taksonomi Bloom).
Seperti contoh, pada kata "memahami" tadi. Sebenarnya "memahami" itu bukanlah tujuan, melainkan lebih kepada standar kompetensi. Maka dari itulah, di dalam tujuan pembelajaran tak perlu lagi menjelaskan kepada siswa bahwa mereka harus paham ini dan itu.
Akan lebih baik bila kita menyuguhkan indikator-indikator "paham" seperti siswa mampu mengemukakan pendapat, menguraikan sebuah teori lalu menggeneralisasi gagasan, hingga mempertahankan argumen.
Lebih spesifik, bukan? Nah, sip. Jikalau sebuah tujuan diberi cara-cara untuk mengukur, pembelajaran di kelas bakal lebih luwes, lebih luas, bahkan lebih berkembang.
Kedua, M= Measurable.
Sejatinya tujuan hidup ini bakal makin ambyar ketika seseorang hanya menghadirkan segenap kata-kata normatif dan abstrak di dalam benaknya. Misalnya, tujuan hidup adalah "saya ingin pintar".
Kenyataannya, dalam pembelajaran juga begitu. Sama dengan tujuan hidup, tujuan pembelajaran harus measurable alias terukur.
Alhasil, kalau tujuan pembelajaran adalah "penanaman nilai", maka kegiatan siswa bukan merangkum materi nilai melainkan ajak mereka untuk terlibat, mengusulkan sebuah kegiatan tentang nilai, atau kalau bisa minta siswa untuk menghadirkan inisiasi.
Ketiga, Achievable.
Dalam hidup, guru punya target. Siswa juga demikian. Sedangkan dalam pembelajaran, pemerintah, disdik daerah, sekolah, hingga kurikulum juga punya target. Tapi, dalam dunia belajar di kelas secara khusus sudah seharusnya target belajar adalah target yang bisa dicapai.
Maksudnya, percuma saja guru punya target yang bagus-bagus tapi dalam implementasinya target itu tak bisa dicapai atau bahkan tidak masuk akal.
Contoh sederhana, karena di dalam RPP ada kegiatan "mengamati tayangan video/gambar", maka target tersebut tidak masuk akal bila diterapkan di sekolah yang terkendala oleh akses internet, tidak tersedianya infocus, maupun sinyal.