Terang saja, seingatku pada tahun 2018 lalu Pak Muhadjir Effendy selaku Mendikbud sempat menggaungkan saran agar sekolah tak lagi memberi PR kepada siswa. Alasan sekaligus inginnya adalah, pembelajaran perlu digelar secara tuntas. Tidak pakai PR lagi.
Nah, setuju atau tidak sejatinya bukanlah soal. Yang penting, kalaupun guru memberikan PR, jangan terlalu banyak. Soalnya siswa hanyalah anak kecil yang belum hebat dalam memanajemen waktu. Hehehe
Ketiga, Memaksa Siswa untuk Mendapatkan Nilai yang Tinggi
Nah, karakter mengajar Sensei Nobi yang juga tidak boleh ditiru oleh guru adalah penyimpangan orientasi terhadap nilai.
Kalau kita sejenak duduk manis minum kopi pahit sembari menonton serial Nobita, akan tampaklah banyak adegan Pak Guru Nobi yang memarahi Nobita gegara dapat nilai nol. Bahkan, ketika Nobita bersenang hati mendapat nilai 35 saja masih dimarahi oleh Sensei. Hemm
Kasihan Nobita, dan lebih kasihan lagi jikalau di dunia nyata pendidikan kita masih ada guru yang seperti itu. Bagaimana tidak kasihan, menurutku, anak-anak rela melangkahkan kedua kakinya menuju sekolah saja aku sudah merasa senang.
Terang saja, di luar sana, terlebih lagi di daerah pelosok, banyak anak-anak yang malas untuk sekolah. Sudah datangnya malas, tidak diperhatikan oleh orangtuanya pula! Harusnya orangtua yang sedih, eh, ini malah guru. Gurunya sedih karena siswa yang dinanti tak kunjung datang.
Di era merdeka belajar alias era kekinian, rasanya keinginan anak untuk belajar sudah patut diacungi jempol dan diarahkan kepada jalan yang benar. Tak perlu bebani mereka dengan standar alias KKM nilai tertentu.
Soalnya masing-masing siswa berbeda, dan perbedaan itu pula yang menjadi nilai lebih mereka. Ada siswa yang hebat di pelajaran Matematika, hebat di bidang Seni dan Budaya, hebat di bidang Agama, maka jangan marahi mereka ketika nilai IPA maupun IPS-nya rendah.
Biar saja, tidak harus menuntut siswa untuk sempurna di semua bidang. Benar bahwa "Knowledge is Power", tapi rasanya insight yang dimaksud di sini tidaklah selalu bersandar pada nilai akademik yang menjulang.
Maka dari itulah, daripada ikut-ikutan gaya Pak Guru Nobi yang senantiasa mengajar dan menuntut ponten PR yang tinggi, mendingan kita mengajar dan mulai mendekati siswa dari nilai lebihnya. Di dunia nyata, terlebih lagi sekarang, jalan tersebut sangat baik untuk ditempuh.