Alhamdulillah Blogcomp Maraton Awal Tahun telah diselesaikan dengan setulus hati. Sebenarnya sejak awal kompetisi Maraton Kompasiana diluncurkan, sudah hadir seberkas rasa pesimis di hatiku. Bagaimana tidak, para pemenangnya bakal diukur dari Page Views.Â
Entah itu acuan Google Analytics maupun sandaran lainnya, tetap saja separuh hatiku berbisik bahwa, "ah, bakal susah bagi penulis sepertiku untuk menggapai views bejibun!"
Kalau aku lihat-lihat lagi, wajar, sih. Kenyataannya memang begitu. Aku belum terbiasa menulis artikel yang bakal mendulang pembaca tinggi seperti bidang politik, viral, hingga kategori lainnya. Sesekali, ada sih niat untuk mencoba. Tapi sesekali pula niat tersebut tergusur oleh rasa minder. Eh, maksudku gagal fokus.Â
Lagi-lagi wajar, kan? Toh aku juga merasa bahwa diri ini sudah terbiasa menulis di bidang edukasi.
Tapi, beruntungnya masih ada kesempatan bagi tiap-tiap Kompasianer untuk merengkuh saldo Gopay senilai 100K di setiap hari lomba. Penilaiannya juga bijaksana, yaitu dari sisi kualitas konten.Â
Alhasil, siapa pun nanti yang beruntung, maka kita yang berada di sampingnya bakal mampu menerima dengan lapang dada bin setulus jiwa.Â
Meski demikian, sebenarnya bukan hadiah yang menjadi movitasi terbesarku hingga mampu mengikuti Blogcomp Maraton Awal Tahun Kompasiana secara penuh tanpa "bolong-bolong". Aku ingin kembali menata konsistensi menulis sejak awal tahun 2021 hingga seterusnya.Â
Hemm. Benar begitu kok. Soalnya jika aku membandingkan kuantitas tulisanku di tahun sebelumnya, ternyata aku mampu mendulang 45-60 artikel tiap bulan. Wow, aku sendiri pun kaget. Tegasku dalam hati, "pantesan tulisanku hari ini sudah melewati angka 680!" Ternyata aku dulu cukup rajin menulis! Hihihi
Pun dengan awal tahun 2021 hari ini. Meskipun tulisanku belum sebanyak hari kemarin, tapi dengan mengikuti lomba maraton aku merasa terpacu sekaligus tertantang untuk terus menerbitkan tulisan.Â
Satu artikel? Pasti, karena syarat kompetisi haruslah istiqomah. Tapi, apakah satu tulisan saja cukup? Terkadang selalu kurang. Sama halnya ketika kita meratapi waktu di tengah kesibukan. Waktu cepat berlalu, sedangkan diri ini merasa bahwa ada segunung ingin yang belum mampu diwujudkan.
Biarpun begitu, tetap seru, kok. Tantangan lomba maraton memang bukan sekadar tantangan "kaleng-kaleng".Â
Bahkan, gegara ada beberapa tema yang tidak aku sukai, lantas aku ingin menyerah saja. Sebut saja seperti tema musik 90s, kemudian tema K-Drama. Jujur saja, tema tersebut benar-benar enggak aku banget. Apalagi drakor, hiks! Rasanya mendingan aku menulis 5 artikel bertema cinta daripada menulis drakor. Hemm. Eh, salah, maksudnya 5 artikel bertema edukasi.
Beberapa kali, aku sempat "merusuh" di grup KPB gara-gara tidak tahu tentang lagu maupun film apa yang harus kutulis. Sejak pagi-sore, hadir segenap nada sumbang agar aku menyerah, tapi ketika malam telah tiba, akhirnya aku "terpaksa" menulis. Biar saja terpaksa, toh dalih yang kupakai adalah konsisten. HahahaÂ
Entah mengapa, ternyata tulisannya jadi juga. Meskipun jam tayangnya sudah memasuki tengah malam. Barangkali, inilah kenikmatan dari tantangan menulis maraton. Ada beberapa tema tertentu yang susah hingganya kita sempat angin-anginan untuk melanjutkan, tetapi ketika dipikir-pikir lagi, rugi juga bila enggan meneruskan sesuatu yang telah dimulai. Cihui! Aku menguatkan diriku sendiri kok.
Kategori Baru di Kompasiana adalah "Ujian"
Rasanya tiap-tiap Kompasianer sudah merasakan hawa menulis yang berbeda ketika berselancar di Kompasiana sejak awal tahun 2021. Ya, suasana beranda Kompasiana menjadi lebih berwarna setelah hadir "roh halus" berupa kategori baru. Pada laman kategori K sudah ada kanal Lyfe yang isinya Entrepreneur, Love, Foodie, Viral, Worklife, dan Diary.
Jadi ramai, bukan? Makin bertambah hari, tulisan tentang cinta-cintaan hingga curhat-curhatan bertebaran di beranda Kompasiana. Tentu saja kehadiran kategori baru ini menjadi keseruan tersendiri bagi para Kners.Â
Terlebih lagi bagi Kners yang sering melahap semua kategori ketika menulis. Rasanya ruang ide di relung pikir makin luas, makin luwes, serta makin terbuka. Terutama soal cinta dan diary, ringan sekali bagi diri untuk menulisnya. Selama enggak bawa-bawa perasaan, sih. Terang saja, main rasa itu berat. Cukup aku saja!
Sejatinya aku juga merasa demikian.Â
Gara-gara kategori "Lyfe", ide menulisku kian membuncah, apa lagi tentang cinta-cinta. Ada segunung gagas yang terkadang ingin kucurahkan dengan santai. Tapi, di sisi yang sama, bagi Kners sepertiku, ide-ide baru seperti itu tidak langsung kutulis. Aku malah beranggapan bahwa kategori baru di Kompasiana itu merupakan ujian.
Ya, sebagai penulis yang lebih spesifik di bidang pendidikan, aku merasakan betul bahwa kategori lain di Kompasiana itu begitu menggoda. Bukannya aku tidak ingin menulis bebas. Tapi, jikalau kupikir-pikir lagi, ketika aku terlalu sering menulis beragam kategori, lama-lama kuantitas tulisanku tentang edukasi jadi mengernyit.Â
Efeknya, ya, mungkin orang-orang pada kangen dengan tulisan edukasiku. Eh, maksudku, aku sendiri yang rindu menulis edukasi dengan cara yang asyik. Hihihi.Â
Meski begitu, bukan berarti aku menyalahkan hadirnya kategori baru, sih. Toh kategori baru itu adalah ruang baru, dan ketika ada ruang baru, seseorang pun ingin sesekali mencoba masuk ke dalamnya. Aku pula begitu. Beberapa kali aku juga ingin nimbrung di sana.
Maka dari itulah aku mengganggap bahwa kategori "Lyfe" adalah ujian. Kategori "Lyfe" sungguh menarik, tapi bagi guru sepertiku, rasanya kategori "ruang kelas" lebih asyik. Iya. Hadirnya kategori "ruang kelas" telah memberikan ruang yang luas bagi para pendidik untuk menebar manfaat sesuai dengan bidang ajarnya.
Sudah, ya. Sampai di sini dulu. Aku cukup kesusahan menutup tulisan ini. Hahaha
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H