"Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa."
Benar. Kalimat tersebut adalah benar, dan bukan kata-kata ledekan. Guru memang merupakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa, namun berjasa besar karena telah mencerdaskan generasi penerus bangsa.
Adanya presiden, adanya kepala BKN, adanya Menpan-RB, adanya Mendikbud, hingga adanya aku di sini semuanya tidak terlepas dari jasa guru. Tidak akan bisa diukur, walau dengan uang sekali pun. Guru adalah sebuah profesi yang benar-benar meninggikan pengabdian.
Maka dari itulah, tidak sedikit dari kita yang bersempat diri untuk merenungkan jasa para guru sewaktu kita masih ngompol dan menangis gegara diganggu teman. Di hari itu, mungkin kita benar-benar telah berdosa karena "main hati" dengan guru, hinggalah sang guru marah.
Hemm. Tapi, yang namanya guru sejati selalu tangguh. Guru itu kuat, walaupun setiap hari diterpa oleh "badai" kenakalan siswa yang beragam tingkah.
Siswa lupa mengerjakan tugas, bukunya ketinggalan, tidak hapal perkalian, hingga ribut-ribut di kelas, masing-masing darinya seringkali membuat perasaan guru jadi tidak stabil.
Belum lagi, di sisi yang sama guru juga memikirkan dirinya, anaknya, keluarganya, hingga kebijakan pemerintah yang senantiasa berubah-ubah.
Susah, ternyata, ya. Pengabdian itu benar-benar susah. Tidak cukup diungkapkan dengan detailnya kata-kata, walaupun diterbitkan hingga segunung halaman yang berdiksi indah.
Berat. Jadi guru itu memang berat. Tidak semua orang bisa, walaupun dirinya punya gelar sarjana pendidikan sekali pun.
Alasannya mungkin sederhana, yaitu panggilan hati. Apakah gelar sarjana pendidikan tersebut adalah jalan pelampiasan agar tetap kuliah, atau memang benar-benar tekad hati sedari awal.
Dasar sekali, krusial banget, bahwa niat awal diri untuk menjadi seorang guru akan menentukan derajat keikhlasannya ketika mengabdi di lapangan.