Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Guru Itu Tangguh, Meskipun Impiannya Tertangguh

7 Januari 2021   17:00 Diperbarui: 7 Januari 2021   17:00 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid-murid MI Misbahussudur, Desa Banyupelle, Kec. Palengaan, Kab. Pamekasan sedang belajar pada Senin (23/9/2019). KOMPAS.com/TAUFIQURRAHMAN

"Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa."

Benar. Kalimat tersebut adalah benar, dan bukan kata-kata ledekan. Guru memang merupakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa, namun berjasa besar karena telah mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Adanya presiden, adanya kepala BKN, adanya Menpan-RB, adanya Mendikbud, hingga adanya aku di sini semuanya tidak terlepas dari jasa guru. Tidak akan bisa diukur, walau dengan uang sekali pun. Guru adalah sebuah profesi yang benar-benar meninggikan pengabdian.

Maka dari itulah, tidak sedikit dari kita yang bersempat diri untuk merenungkan jasa para guru sewaktu kita masih ngompol dan menangis gegara diganggu teman. Di hari itu, mungkin kita benar-benar telah berdosa karena "main hati" dengan guru, hinggalah sang guru marah.

Hemm. Tapi, yang namanya guru sejati selalu tangguh. Guru itu kuat, walaupun setiap hari diterpa oleh "badai" kenakalan siswa yang beragam tingkah.

Siswa lupa mengerjakan tugas, bukunya ketinggalan, tidak hapal perkalian, hingga ribut-ribut di kelas, masing-masing darinya seringkali membuat perasaan guru jadi tidak stabil.

Belum lagi, di sisi yang sama guru juga memikirkan dirinya, anaknya, keluarganya, hingga kebijakan pemerintah yang senantiasa berubah-ubah.

Susah, ternyata, ya. Pengabdian itu benar-benar susah. Tidak cukup diungkapkan dengan detailnya kata-kata, walaupun diterbitkan hingga segunung halaman yang berdiksi indah.

Berat. Jadi guru itu memang berat. Tidak semua orang bisa, walaupun dirinya punya gelar sarjana pendidikan sekali pun.

Alasannya mungkin sederhana, yaitu panggilan hati. Apakah gelar sarjana pendidikan tersebut adalah jalan pelampiasan agar tetap kuliah, atau memang benar-benar tekad hati sedari awal.

Dasar sekali, krusial banget, bahwa niat awal diri untuk menjadi seorang guru akan menentukan derajat keikhlasannya ketika mengabdi di lapangan.

Masih di sisi yang sama, sekarang soal gaji. Tidak apa-apa menurutku membahas soal gaji. Bukan nominalnya yang ingin aku bahas, melainkan kaitannya dengan pengabdian.

Sejauh pandang, barangkali tidak sedikit orang menganggap bahwa profesi pengabdian seperti guru dituntut untuk selalu ikhlas. Ya, syukur dan ikhlas itu satu paket.

Meski demikian, seorang guru juga berhak untuk sejahtera, kan?

Iya, maksudku jadi guru tidak harus selalu kaya, tapi berhak untuk kaya. Relatif, sih, kekayaan itu. Toh manusia dikaruniai perasaan "tidak pernah cukup" melalui nafsu. Alhasil, kesimpulanku adalah, "guru yang selalu merasa cukup adalah guru yang kaya."

Nah, kembali lagi kepada pembahasan kesejahteraan. Apakah guru yang sudah jadi PNS sudah cukup sejahtera?

Kalau sandaran sejahtera adalah kaya, maka jawabannya tidak. Slogan utama PNS adalah bersahaja alias sederhana. Tambah lagi jika PNS yang aku maksud di sini adalah guru, maka komplit sudah pengabdian dan kesederhanaan duduk di satu meja.

Hal ini juga berlaku untuk guru honorer, guru di sekolah swasta, maupun guru yang masuk kategori PPPK.

Tapi, mengapa kemarin banyak guru melakukan protes atas rencana penghapusan formasi CPNS guru yang digaungkan pemerintah? Ingin rasanya aku hadirkan jawaban telak bahwa profesi guru "tidak pantas" untuk dijadikan lahan industri.

Begitu banyak dimensi pembela bahwa profesi guru itu adalah kebutuhan mendasar sebuah negeri. Sebut saja seperti moral, keteladanan, spiritual, hingga sosial budaya.

Mana ada moralitas yang bisa dibentuk secara kilat dengan hitungan matematis. Demikian pula dengan menuangkan nilai-nilai teladan. Teladan itu mahal, Bro.

Belum selesai sampai di sana, selama ini jenjang karier guru sebagai seorang pengabdi adalah berkesempatan menjadi PNS. Sekali lagi, yang aku maksudkan adalah kesempatan, bukan keharusan.

Dulu, urutannya adalah, lulus sebagai sarjana pendidikan, menjadi guru honorer untuk menimba pengalaman, lalu tes CPNS. Atau, lulus sebagai sarjana pendidikan dan langsung mencoba tes CPNS.

Harapannya masih demikian. Bukan untuk merengkuh kekayaan, melainkan ingin sedikit bernapas lega sembari meninggikan pengabdian.

"Ah, guru itu adalah profesi pengabdian, dan seharusnya sudah dapat pahala yang besar!"

Oke, aku cukup setuju, tapi bukan berarti untuk mendapat pahala besar seorang guru tidak perlu digaji besar, kan?

Ada perbedaan mencolok sebenarnya, dan antara gaji dengan pahala itu beda jalur. Gaji kita dapatkan dari usaha, sedangkan pahala didapat dari tulusnya niat. Jadi, tidak mungkin rasanya profesi pengabdian itu kenyang gegara makan niat saja. Butuh juga yang namanya kesejahteraan.

Tapi, sekali lagi, ingin kukatakan bahwa sejatinya guru itu tangguh, walaupun impian guru jadi PNS baru-baru ini ditangguhkan oleh pemerintah.

Segini dulu saja, ya.
Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun