Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Inggris Alami Kurva Kedua, Hati-hati dengan "Serangan" Virus Mutasi di Sekitar Kita

4 Januari 2021   22:02 Diperbarui: 4 Januari 2021   22:37 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terhitung sejak akhir tahun 2020 hinggalah hari ini, kisah "virus mutasi" tengah menjadi perbincangan hangat baik di negeri sendiri maupun di dunia. Banyak pasang mata tertuju kepada "langit mendung" yang sedang melanda negara Inggris.

Awalnya aku sendiri tidak terlalu menyimak eksistensi pandemi di negeri tiga singa tersebut. Tetapi, sejak dibatalkannya laga Tottenham Hotspur kontra Fulham beberapa jam sebelum kick-off pada Kamis (31/12/2020) dini hari, jari ini serasa gatal untuk merengkuh informasi terkini.

Dan benar saja, pada hari Senin (04/01/2021) Epidemiolog University of Derby, Dono Widiatmoko menerangkan bahwa Inggris tengah mengalami kurva kedua dari pandemi Covid-19.

Di negara dengan liga bola terbaik di dunia tersebut juga ditemukan varian baru dari Sars-Covid-2. Kabarnya varian ini lebih mudah bin cepat menular.

Varian virus corona yang kemudian diberi label "SARS-CoV-2 VOC 202012/01" sejatinya telah dilaporkan kepada WHO sejak 14 Desember 2020 lalu.

Tapi, setelah ada konfirmasi identifikasi virus dengan cara pengambilan sampel rutin dan pengujian genom di seluruh Inggris, ditemukan simpul awal bahwa varian virus baru yang ditemukan lebih mudah bemutasi, namun tidak berpengaruh pada tingkat keparahan penyakit.

Kabar ini agaknya memang cukup "mendung", terlebih lagi bulan lalu Inggris juga menjadi negara pertama yang divaksinasi. Bahkan sebanyak satu juta warga sudah disuntik vaksin.

Meski begitu, menurut laporan terakhir dari Satgas Covid-19 di Bumi Pertiwi, belum ada temuan varian virus baru sebagaimana yang terjadi di negara Inggris. Padahal negara tetangga seperti Singapura dan negara Asia seperti Hong Kong, Korsel, hingga Jepang sudah ada laporan.

Berbicara tentang Indonesia, lagi-lagi kita menyadari kapasitas negeri dalam melakukan whole-genome sequencing alias pengurutan gen virus secara menyeluruh. Kegiatan ini menjadi tantangan yang luar biasa bagi pemerintah. Namun, kita juga tak perlu gelisah berlebihan.

Kehatian-hatian alias kewaspadaan diri, keluarga, dan lingkungan terhadap mutasi virus corona perlu ditingkatkan. Bagaimana tidak, sudah 10 bulan kegiatan kita terbatasi oleh pandemi. Dan di sebalik keterbatasan tersebut, hal-hal tak terduga pun kerapkali aku temukan di lingkungan sekitar.

Ilustrasi coronavirus. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
Ilustrasi coronavirus. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Seminggu yang lalu, desaku yang awalnya bersih dari paparan covid-19 akhirnya mengonfirmasi kasus pertama positif Corona. Pasien yang dikonfirmasi adalah seorang pedagang sayur yang setiap harinya sering bolak-balik dari ibukota provinsi (Bengkulu) dan Curup.

Masih di waktu yang hampir bersamaan, desa sebelah di tempat mengajarku juga mengonfirmasi kasus positif covid-19 yang pertama. Setelah ditelusur, ternyata virus tersebut menular dari perkumpulan jamaah tabligh yang sering bertamu dan berjabat tangan ke rumah-rumah warga.

Barangkali temuan kasus seperti ini cukup dilema. Terang saja, bukankah kegiatan salam, sapa, sekaligus jabat tangan merupakan anjuran etika? Bahkan sangat dianjurkan dalam Islam.

Tapi, kalau kita menimbang salah satu kaidah Maslahah Mursalah dalam Islam, maka anjuran berjabat tangan seharusnya sudah gugur semenjak adanya pandemi.

Hanya saja, ya, mindset bahwa tidak berjabat tangan itu kurang sopan masih cukup menggerola di kalangan masyarakat kita. Dengan dalih, "aku sehat, kok. Bebas corona!"

Hati-hati dengan "Serangan" Virus Mutasi di Sekitar Kita

Meski "langit mendung" sedang menghampiri negara Inggris serta berbagai negara lainnya yang telah mengonfirmasi varian baru virus corona, kita sebagai warga Indonesia tak perlu terlalu tinggi menabung gelisah. Meski begitu, rasa cuek terhadap kesehatan juga harus ditepis sejauh mungkin.

Jujur saja, tanpa adanya pandemi pun masing-masing kita terkadang masih rentan terserang virus alias penyakit, kan? Maka dari itu, kunci hidup sehat semuanya berawal dari mindset, persepsi, sekaligus prasangka.

Maksudku, niat untuk senantiasa sehat harus terus digaungkan sembari ditabung dengan doa. Sedangkan implementasi berupa rutin cuci tangan, jaga jarak, pakai masker, siap hand sanitizer, hingga siap-siap disuntik vaksin adalah perwujudan dari mindset sehat itu sendiri.

Dan di sisi yang sama, ketika pemerintah sudah mengumumkan opsi penutupan jalur masuk bagi WNA sejak awal Januari 2021,  dan pihak kemenkes rutin melakukan sidak rumah sakit, kita juga perlu ikut "berjuang" mencegah penularan virus corona dari rumah, keluarga, sekolah, hingga lingkungan kerja.

Hati-hati mutasi virus. Dok. Ozy V. Alandika.
Hati-hati mutasi virus. Dok. Ozy V. Alandika.

Baru-baru ini Mas Mendikbud telah menghapus "kewajiban" pembukaan pembelajaran tatap muka. Aku rasa, keputusan itu sangat bijaksana karena tidak semua sekolah punya fasilitas yang lengkap dari sisi protokol kesehatan.

Bahkan, di sekolahku keistiqomahan dalam berjuang harus terus ditinggikan. Terang saja, di desa yang cukup pelosok, cukup ruwet menanamkan pengertian akan pentingnya kesehatan. Apalagi kepada siswa SD.

Sosialiasi pentingnya kesehatan harus terus digaungkan kepada anak SD. Dok. Ozy V. Alandika
Sosialiasi pentingnya kesehatan harus terus digaungkan kepada anak SD. Dok. Ozy V. Alandika

Di sekolah tempatku mengajar, Satgas Covid-19 satuan pendidikan sudah ada, namun pengertian sekaligus sosialisasi kepada siswa harus terus digaungkan.

Walaupun pertemuan kami masih dengan sistem luring seminggu sekali, masih banyak aku temukan siswa yang datang kepadaku seraya berkata, "Pak, Salam, Pak. Pak, Salam," sembari menjulurkan tangannya.

Sontak saja kutolak, walaupun sekolah kami aman. Aku berkisah seperti ini karena sejatinya tidak mudah membangun pengertian kepada siswa, terlebih jika siswa tersebut kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Jadi, pihak sekolah juga turut bertanggungjawab dalam menyampaikan.

Sebagai penutup tulisan ini, aku rasa koordinasi, kolaborasi, disiplin diri, hingga empati terhadap kesehatan perlu terus dijalin. Mudah-mudahan tahun 2021 segera menemukan titik cerah.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun