Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kembali Belajar, Dear Guru Milenial, Generasi Z dan Alpha, Siap-siap "Naik Panggung"!

3 Januari 2021   17:00 Diperbarui: 3 Januari 2021   17:48 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat datang di Pembelajaran Era 2021. Gambar diolah dari pngkit

Tahun ajaran baru 2021 telah tiba, sekarang saatnya siswa, guru, dan orangtua kembali belajar. Benar begitu, kan? Oke, sip! Karena kita semua adalah pembelajar sepanjang hayat, maka ajakan untuk kembali belajar perlu terus digaungkan hingga membumi.

Meski begitu, "langit mendung" yang bernama pandemi masih tak segan menghalangi cerahnya wajah pendidikan kita. Ah, tak mengapa. Hampir satu tahun negeri ini diguncang pandemi, aku percaya bahwa kita semua sudah mampu beradaptasi.

Terkait dengan jalannya pembelajaran di awal semester genap tahun 2021 ini, rasanya sistem daring lebih bijaksana untuk dijadikan opsi. Terang saja, aspek kesehatan dan keselamatan pelaku pendidikan merupakan skala prioritas, sedangkan kegiatan belajar bisa dilakukan di mana saja.

Dan...sama, kok. Di sekolah sekaligus daerahku juga masih menerapkan PJJ. Gubernur sudah bersurat, Bupati sudah bersurat, Disdik sudah bersurat, pun demikian dengan Kepala Sekolah.

Nah, berarti sekaranglah saatnya guru milenial, generasi Z dan Alpha "naik panggung"!

Mengapa dikatakan demikian? Aku kira, tren pembelajaran di awal tahun 2021 akan berkisah tentang tuntutan agar guru menjadi sosok milenial serta mampu menghadapi para siswa generasi Z dan Alpha dengan segudang tingkah "anehnya".

Jika guru tidak siap, maka mereka tetap "naik panggung" alias disorot. Tetapi, segenap generasi Z dan Alpha walaupun senantiasa disorot gaya belajarnya, mereka cenderung aman. Karena? Tetaplah guru yang disalahkan. Hahaha

Misalnya begini.

Guru berperan sebagai sutradara yang bertugas meracik skenario terbaik untuk diperankan siswa saat PJJ berlangsung. Tetapi, skenario tersebut "gagal tayang" alias tidak berhasil gara-gara siswa mengeluhkan tugas yang terlalu banyak, bosan, serta cuek-cuek bebek. Akibatnya?

Guru tadi bakal naik panggung sekaligus dicap kurang milenial gegara menerapkan pembelajaran yang kurang kreatif, konvensional, bahkan cenderung pasif. Hemm.

Bagaimana Caranya agar Guru Mampu "Naik Panggung" dengan Skenario Terbaik?

Entah itu sistem pembelajaran tatap muka maupun maya, rasanya guru perlu "naik level" demi memantapkan perannya sebagai seorang peracik skenario KBM. Umur guru boleh tua, tapi gaya mengajar tetap milenial, bahkan lebih apik jika mampu mengimbangi siswa generasi Z dan A.

Di sisi lain, pandemi 2021 belum tahu mana ujungnya. Jadi, tidak melulu kita harus menunggu atau menuntut kepada pemerintah agar bergegas menggelar pembelajaran tatap muka. Tatap muka itu penting (sangat), tapi hari ini keefektifan PJJ juga begitu diharapkan.

Dengan demikian, ada beberapa hal penting yang harus guru siapkan, bukan? Tentu saja. Tapi, apakah cukup dengan menyiapkan silabus, RPP, jadwal pelajaran, materi ajar, hingga sistem penilaian?

Rasanya belum cukup.

Sebagai guru, kita perlu menata mindset, mengenal karakter generasi Z dan Alpha, serta meluruskan persepsi mengajar tanpa harus menuduh media sosial dan game online sebagai pihak tersalah yang mengurangi efektivitas pembelajaran.

Karakter Generasi Z. Dok. Ozy V. Alandika
Karakter Generasi Z. Dok. Ozy V. Alandika

Generasi Z, dikisahkan bahwa generasi ini merupakan peralihan dari generasi milenial. Rentang tahun kelahirannya ialah mulai dari tahun 1995-2010. Artinya, minimal siswa kelas 5 SD sudah termasuk dalam kategori Z.

Karakteristiknya? Ya, generasi Z suka main media sosial, merengkuh banyak likes dan followers demi menaikkan popularitas. Hal ini terbukti, karena sudah ada beberapa siswa SD yang rajin dan iseng bertamu ke akun messenger-ku. Kadang, aku sampai jengkel, sih. Banyak spam!

Karakteristik Generasi Alpha. Dok. Ozy V. Alandika
Karakteristik Generasi Alpha. Dok. Ozy V. Alandika

Syahdan, generasi Alpha, ialah mereka yang lahir pada rentang tahun 2011-sekarang. Ciri khas mereka ialah sudah akrab dengan gawai, bahkan sejak balita. Tanpa ada gawai di tangan, generasi Alpha sering menangis, bahkan lenyap mood-nya ditelan kegalauan. Hiks

Nah, pertanyaannya, bagaimana cara kita sebagai guru menghadapi siswa generasi Z dan A saat kembali belajar di tahun ini?

Kalau kita menyalahkan kehadiran teknologi berupa game online, media sosial hingga YouTube, rasanya skenario pembelajaran tidak akan berjalan maksimal. Alasannya cuma satu, bahwa hadirnya teknologi bukanlah kesalahan, sehingga kita tak dapat menyalahkannya.

Maka dari itulah, 4 persepsi berikut ini perlu kita coret sekaligus menggantinya dengan mindset baru sesuai keinginan generasi Z dan Alpha.

  • Mudah bin Cepat Bosan Belajar  Perlu Konteks Nyata

Benar. Benar bahwa siswa yang termasuk generasi Z dan A mudah bosan dalam belajar. Selain karena konsentrasi yang cenderung terbatas, dua generasi mudah sekali membuang perhatian belajarnya kepada khayalan lain.

Bahkan, tidak tanggung-tanggung, ada pula siswa yang jujur dan berani berkata kepada guru bahwa dirinya sudah bosan. "Bosan, Pak!"

Untuk mengakali hal tersebut, metode mengajar guru perlu banyak variasi. Selain itu, diupayakan jangan memulai pembelajaran dengan sistem dikte, catat rumus, maupun segenap teori lainnya. Datanglah kepada siswa dengan membawa fenomena, lalu kaitkan dengan materi ajar di hari itu.

  • Kurang Peduli alias Individualis Empati dengan Hal Terdekat Siswa, Fokus kepada Pengembangan Diri Siswa

Hemm, iya sih. Siswa sekarang kebanyakan kurang perhatian bahkan individualis. Fakta ini menjadi tantangan yang besar bagi guru.

Meski demikian, guru hari ini perlu sedikit lebih "milenial" dengan mengapresiasi sekaligus mendekati siswa dari nilai lebihnya. Misalnya, siswa A menyenangi Matematika, maka pacu siswa A tadi dari angka-angka, baru kemudian kaitkan dengan materi ajar di hari itu.

Siswa lainnya pun sama. Intinya, untuk menghadirkan empati siswa, kita perlu mencari tahu hal apa yang terdekat dengan siswa. Bisa dari kesukaan mereka maupun aktivitas sehari-hari. Hal ini berlaku baik PJJ maupun tatap muka.

  • Siswanya Sulit Fokus  Guru Datang dari Minat Siswa

Dikit-dikit galfoks alias gagal fokus, begitulah ciri siswa generasi Z dan A ketika pembelajaran berlangsung. Saat belajar tatap muka saja sering begitu, apalagi ketika PJJ digelar? Mungkin siswa lebih senang membahas fitur-fitur Zoom dan GCR daripada bahas materi.

Tapi, biarlah. Hal itu sama sekali tidak salah karena minat masing-masing siswa sungguh berbeda. Maka dari itu, guru juga datang dari cara yang berbeda dan mengadaptasi gaya mengajar sesuai dengan apa yang siswa suka. Singkatnya, gaya mengajar guru=gaya belajar siswa.

Siswa Tidak menyukai Jadwal Rutin Lakukan Trial Error

Kalau kita berkaca pada RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) baik daring maupun luring, biasanya langkah-langkah pembelajaran yang tertera di sana begitu sistematis alias terurut.

Setiap aktivitas pembelajaran seringkali dimulai dari cek kehadiran, penyampaian materi inti, kompetensi yang harus dicapai, lalu langsung masuk teori. Di hari ini, jujur saja urutan pembelajaran yang demikian rawan mengundang kejenuhan. Apalagi daring, iya kan?

Nah, kebosanan ini bersesuaian dengan karakter siswa generasi Z dan A yang kurang menyukai sebuah rutinitas. Jadi, solusinya, guru perlu sering-sering "mengacak" langkah pembelajaran. Dengan cara itu, mudah-mudahan siswa akan merasa sedikit tertantang.

***

Sejatinya, karakteristik siswa di zaman kita dulu berbeda dengan karakter siswa hari ini. Walaupun sekarang suasananya masih berkutat dengan pandemi, kita tak bisa menyalahkan keadaan sebagaimana kita tak mampu menyalahkan waktu.

Sebagai guru, jalan terbaik yang bisa ditempuh adalah dengan meracik pembelajaran sesuai dengan karakter siswa hari ini.

Segala skenario patut dicoba, demikian juga dengan opsi media ajar yang paling efektif. Aku kira, skenario pembelajaran terbaik akan mengantarkan guru milenial serta siswa generasi Z dan A menuju panggung terbaik yang bernama: kesuksesan di masa depan.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun