Kita mungkin sama-sama sudah mengerti tentang berapa nominal gaji tenaga honorer di sekolah negeri. Rp200ribu, 300ribu, dan mungkin akan lebih tinggi bila sekolah negeri tersebut ramai siswanya.
Nah, alasanku bercerita seperti ini, aku ingin kembali menyampaikan bahwa sejatinya masalah kesejahteraan guru tidak pernah tuntas, walaupun sudah didukung dengan pergantian kebijakan.
Meski demikian, satu hal yang mungkin masih berada di pikiran banyak guru baik dari dulu hingga hari. Yaitu...
Profesi PNS adalah salah satu jalan "bijaksana" pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Tren beberapa tahun ke belakang, aku rasa minat calon sarjana guru untuk jadi PNS masih membuncah. Walaupun dipenuhi dengan isu harus pakai "orang dalam" hingga "jual sawah", semangat mereka tidak lekas surut.
Syahdan, keluarlah inisiasi pemerintah berupa pembaruan sistem tes CPNS. September 2013, digelarlah tes CPNS dengan sistem CAT (Computer Assisted Test).
Sontak saja segenap isu bahwa jadi PNS harus bermodal "orang dalam" hingga "jual sawah" tenggelam ditelan. Hadirnya tes CPNS sistem CAT jelas meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam mengukur kompetensi.
Sayangnya, ada satu harapan guru honorer yang tidak pernah terkabul bahkan sampai hari ini. Ya, harapan itu adalah pengangkatan guru honorer menjadi PNS berdasarkan lamanya waktu pengabdian.
Padahal, di awal tahun 2020 kemarin sempat berhembus angin segar bahwa UU Nomor 5 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) akan direvisi.
Februari 2020, Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid menjelaskan bahwa salah satu poin penting dalam Revisi Undang-Undang (RUU) tentang ASN adalah, pemerintah diwajibkan mengangkat tenaga honorer menjadi Pegawai negeri Sipil (PNS).
Sayangnya kabar RUU tersebut belum menemukan keniscayaan, dan hari ini pemerintah mendadak ingin menghapus formasi guru pada CPNS 2021, syahdan diganti dengan PPPK.