Jika dalam Buku Gerakan Literasi Nasional yang dirilis oleh Kemendikbud tahun 2017 bercerita tentang sosialisasi literasi dasar, Ibuku juga demikian. Bahkan, literasi dasar sang Ibu sudah berhubungan erat dengan kehidupan dan berisikan banyak hikmah. Tidak sekadar teori.
Izinkan aku bercerita tentang  beberapa literasi dasar kehidupan tersebut, ya :-)
Ibuku adalah Sekolah Sekaligus Guru Literasi Baca Tulis Kehidupan
Kalau sudah berbicara tentang literasi baca tulis, biasanya banyak dari kita yang sering mengaitkannya dengan skor Programme for International Student Assessment (PISA). Hasilnya?
Dalam skor PISA terbaru yang rilis pada Desember 2019 kemarin, ternyata anak-anak kita mendapat skor literasi membaca sebesar 371 saja. Sedangkan rata-rata skor negara peserta Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah 487.
Aduh! Skor anak-anak kita berada di bawah rata-rata sehingga sepak terjang para guru di sekolah menjadi sorotan. Padahal...
Orangtua juga punya tanggung jawab menanamkan literasi dasar baca tulis kepada anaknya. Hebatnya, Ibu sebagai sekolah dan guru pertamaku mempunyai gaya dan cara pandang mengajar literasi dasar baca tulis yang berbeda.
Sewaktu aku SD hingga SMA, Ibuku tidak pernah sekalipun menyuruhku untuk mengabaikan buku-buku tulis lama, walaupun hanya sekadar catatan dengan tulisan bak ceker ayam.
Aku sejujurnya heran, padahal cuma buku tulis usang, tetapi Ibuku selalu memintaku untuk membacanya walaupun aku sudah berada di jenjang sekolah yang berbeda.
Tapi, sekarang aku mulai paham, paham betul. Bahwa ilmu baca tulis itu tidak pernah berubah, dari dulu hinggalah hari ini.