Sedangkan di sisi lain, Pak Jokowi bahkan sempat menerangkan bahwa tujuan dihadirkannya UU ini adalah mulia. Ujar Pak Presiden, Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran.
Alhasil, ketika kita kembali mencari titik temu kebenaran antara aksi unjuk rasa dengan pernyataan Jokowi, maka seakan-akan ada paradoks di sini. Seiras dengan fitnah yang gelap alias fitnah duhaima', publik dibuat bingung tentang mana yang benar dan mana yang salah.
Sejatinya kebingungan ini cukup terang, kan? Banyak pihak sudah melakukan aksi unjuk rasa bahkan hingga berdarah-darah menuntut perbaikan.
Tapi, setelah berselang beberapa hari, pemerintah pun mengakui bahwa ada kesalahan "unggah" sehingga apa yang diterima publik masih "samar" kebenarannya. Alhasil, publik pun memuarakan kemarahannya dengan cara demo, sedangkan DPR juga "adem-adem" sebut "salah ambil".
Mungkin, dunia ini benar-benar sudah rimpuh kali, ya?Â
Ketika masyarakat, buruh, hingga mahasiswa terprovokasi oleh kata "pengesahan", ketika itu pula muncul anggapan bahwa kisah Omnibus Law yang sampai kepada mereka sesungguhnnya berisikan data yang tak akurat.
Dibayang, dibayang, dan direnungkan lagi, kisah dusta RUU Ciptaker ini seakan merupakan perwujudan sederhana dari fitnah akhir zaman.
Ya, perlahan demi perlahan, di Indonesia mulai bertumbuh Khotibin Mushqi' alias orator ulung yang mampu menghiasi kebatilan sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Istilah Khotibin Mushqi' termaktub dalam atsar panjang yang bisa kita temui di HR Al-Hakim nomor 8612. Khotibin Mushqi' adalah ahli pidato yang fasih dan lancar tutur bahasanya.
Dengan kelihaiannya, Khotibin Mushqi' akan memperjuangkan kepentingan sang panglima fitnah--dalam hal ini adalah mereka yang punya kekuasaan---untuk memengaruhi publik dengan kata-kata indah. Mungkin, julukan sederhananya adalah "rajanya dalih".
Pada perjalanan penghabisan dunia alias alias akhir zaman, orator ulung akan banyak muncul dan menebar fitnah, membingungkan umat, serta terus menebarkan kedustaan hingga derajat fitnahnya sampai ke tingkat fitnah duhaima.
Kedekatan Kisah Dusta RUU Ciptaker dengan "Fitnah Duhaima" Akhir Zaman
Selama ini, kita memahami fitnah sebagai perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan demi menjelekkan orang lain. Kejelekan itu bisa berupa menodai nama baik, kehormatan, hingga keinginan untuk mengesahkan kebijakan tertentu.
Dari ukuran kejelekan yang timbul dari fitnah, muncullah gagasan bahwa sejatinya fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Sebenarnya gagasan ini sudah tertuang dalam Kalam Allah QS Al-Baqarah ayat 191. Namun, telaah fitnah yang dimaksud Qur'an lebih mengarah kepada kesyirikan.