Anggap saja ada siswa yang termotivasi belajar gara-gara guru A. Nah, Bagaimana nanti kelanjutan kisahnya ketika siswa tadi belajar dengan guru Z? Bagaimana pula jika guru A tadi pindah tugas? Alhasil, siswa butuh suntikan motivasi baru, kan?
Maka dari itu, dapat kita katakan bahwa sesungguhnya motivasi intrinsik alias motivasi yang datangnya dari diri siswa sifatnya lebih "wow" alias lebih bermakna dibandingkan motivasi ekstrinsik.
Meski demikian, bukan berarti kita para guru hanya menunggu agar siswa dapat wangsit berupa motivasi intrinsik. Karena bisa jadi siswa akan menumbuhkan motivasi intrinsik dengan menjemput makna yang ada di luar dirinya.
Semisal, dulu di awal-awal belajar, siswa akan semangat bila ada motivasi ekstrinsik berupa pemberian hadiah atau ranking di kelas.
Tapi, seiring sejalan kegiatan belajar itu berlangsung, suatu hari siswa tadi bisa jadi akan menemukan sendiri esensi mengapa ia harus belajar ini dan itu.
Kembali kepada mesin penggerak pada kompresor tadi. Kalau sudah panas, angin dalam tabung sudah tinggal semprot saja, kan. Begitulah, biasa karena terbiasa.
Ketiga, Motivasi Belajar Punya Hubungan Erat dengan Kebutuhan Siswa
Mengapa seseorang butuh makan, ialah karena mereka sedang lapar. Mengapa seseorang butuh jaket di malam hari, ialah karena mereka sedang kedinginan. Dan mengapa seorang siswa mau belajar, ialah karena mereka sedang butuh dengan kegiatan belajar.
Motivasi belajar sesungguhnya punya hubungan erat dengan kebutuhan siswa. Hal ini tak terpungkiri. Makanya sering kita temui ada beberapa siswa yang sangat aktif dengan materi pelajaran A, namun cukup pasif saat belajar materi pelajaran Z.
Saat itu, siswa mungkin tidak butuh dengan pelajaran sehingga perhatian jadi kurang. Lagi-lagi roh belajar melayang entah ke mana. Raga siswa di kelas, namun rohnya mengambang di alam khayal.
Peran guru, bagaimana? Di sinilah pentingnya guru sebagai motivator. Bagaimana agar siswa merasa diri mereka berharga, merasa diri mereka dibutuhkan, dicinta, hingga dihormati, semua itu juga menjadi tugas guru untuk memotivasi.
Ketika siswa sudah menancapkan rasa bahwa ia sedang butuh belajar, maka kegiatan transfer ilmu akan menjadi lebih mudah, lebih mengena, dan lebih bermakna.
Terang saja, terkadang, tidak sedikit kita temui siswa yang datang ke sekolah hanya demi memuaskan rasa aman.
Kalau mereka tak sekolah, bisa-bisa dimarahi oleh orangtua. Nah, peran guru di sini adalah memotivasi siswa agar mereka menaikkan derajat "rasa aman" menuju ke level aktualisasi. Level aktualisasi belajar, seperti apakah itu?
"Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu, banyak sekali. Semua...Semua...Semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan...."