Ketika rasa hormat ini kita gabungkan, maka terciptalah situasi "saling menghormati" dalam sebuah proses pembelajaran. Dari sinilah nantinya guru dan siswa bisa membangun tanggung jawab belajara secara bersama-sama.
Ketiga, Optimisme
Siapa pelaku pendidikan yang perlu terlebih dahulu memiliki rasa optimis di dalam kelas? Tentu saja guru. Terang saja, tiap-tiap siswa memiliki karakter yang unik dan masing-masing keunikan itu dilumuri oleh potensi yang tak terbatas. Guru perlu ber-positive thinking terhadap potensi itu.
Pembelajaran tiada akan menarik jikalau sedari awal guru sudah meragukan kemampuan siswanya.
"Ah, siswa A tak akan sanggup memakan materi ini!"
"Ah, siswa B pasti akan kesusahan bila harus memecahkan masalah ini!"
Ketika proses pembelajaran dimulai dengan keraguan, ketika itu pulalah keberhasilan akan menyingkir dengan segera. Syahdan, energi guru akan terbuang sia-sia dan kelelahan dalam mengajar akan semakin terasa. Gara-gara "perasaan", kemudian capek. Kan rugi!
Maka dari itulah guru perlu memelihara optimisme yang unlimited dalam setiap proses pembelajaran. Banyak jalan menuju Roma, banyak pula jalan menuju kesuksesan pembelajaran.
Keempat, Kesengajaan
Ketika seorang guru mulai mengetahui dan menyelami tiap-tiap siswa beserta segudang potensinya, maka ketika itu pula guru perlu menghadirkan kesengajaan dalam proses pembelajaran.
Agar apa? Agar siswa sadar bahwa sejatinya ia memiliki potensi dan kemudian memaknainya sebagai pelajaran tentang kehidupan.
Terang saja, tiap-tiap proses ajar yang dilalui siswa sesungguhnya demi kehidupannya di masa mendatang, kan? Maka dari itulah guru perlu menyadarkan siswa bahwa belajar itu harus berkelanjutan, bukan malah sampai di sini saja, bukan juga akan berhenti bila berjumpa tantangan.
Ketika siswa menjalani proses pembelajaran dengan sengaja, perlahan mereka akan sadar bahwa sejatinya pengalaman belajar itu penting sebagai modal investasi masa depan. Alhasil, guru yang bertanggungjawab menciptakan suasana pembelajaran yang menarik untuk memetik pengalaman.
***
Di hari ini, dalam suasana pandemi, kita memang tidak dapat memungkiri fakta bahwa keadaannya makin sulit. Proses belajar yang sejatinya lebih indah dengan sistem tatap muka mesti bertukar dengan kelas maya serta lebih banyak dari orangtua.