Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Conte Bertahan, Eksistensi Formasi "Gaek" 3-5-2 Terselamatkan

26 Agustus 2020   23:18 Diperbarui: 29 Agustus 2020   01:26 1833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Inter Milan, Antonio Conte. Foto: Inter.it

Gonjang-ganjing di klub Inter Milan terjawab sudah. Polemik internal yang sempat memanas seiring dengan kalahnya Nerazzurri atas Sevilla di final Europa League akhirnya menemui titik simpul setelah Antonio Conte memilih untuk bertahan di San Siro.

Sebelumnya beberapa pakar transfer di Italia menduga bahwa mempertahankan Conte untuk tetap melatih Samir Handanovic dan kawan-kawan adalah hal yang sangat berat. Tambah lagi isu tentang Allegri yang siap melatih terus "digoreng" media, tentulah polemik ini semakin bergaung.

Tapi, Presiden Inter Milan, Steven Zhang berhasil menyudahi "suasana panas" yang terjadi di klub.

Melalui pertemuan yang berlangsung selama lebih dari tiga jam di hari selasa (25/8/2020) waktu Italia, pihak manajemen klub, CEO, direktur olahraga hingga pengacara diminta duduk satu meja untuk mendengar "curhatnya" Antonio Conte.

Antonio Conte dan Steven Zhang. Foto: Nerazzurriale.id
Antonio Conte dan Steven Zhang. Foto: Nerazzurriale.id

Beruntung pertemuan itu mampu diselesaikan dengan kepala dingin. Sontak saja Sveten Zhang menjadi sosok yang dipuji publik. Terang saja, Zhang secara tidak langsung telah melakukan pendekatan konstruktif sebagai sosok penyelesai masalah klub.

Alhasil, konflik internal yang selama ini menggerogoti kenyamanan klub telah dianggap sebagai dinamika sosial yang berujung pada penyatuan visi Nerazzurri di musim depan. Dalam pertemuan itu, mereka juga berkisah tentang kondisi finansial klub, pemain, hingga rencana transfer.

Jelas ini keputusan yang tepat baik oleh Antonio Conte maupun manajemen Internazionale Milano. Secara, kesuksesan klub bukanlah hal yang bisa langsung dipetik. Perlu dibangun dulu melalui proses dan penyatuan komitmen, baru kemudian memelihara konsistensi.

La Beneamata malah beruntung karena Conte bertahan. Meskipun musim pertama Inter Milan harus berakhir tanpa piala, namun capaian runner up Europa League, runner up Serie A hingga semifinalis Copa Italia sudah cukup memuaskan, mengingat pilihan pemain yang terbatas.

Dan, yang barangkali lebih penting bagi Koko Zhang adalah, pihak Inter bisa lebih leluasa menggelontorkan dana untuk transfer pemain.

Secara, Inter Milan masih punya utang untuk membayar gaji mantan pelatih Luciano Spalletti yang kontraknya baru habis di 2021. Kalau Conte juga out dan Allegri bergabung dengan Nerazzurri, otomatis Steven Zhang membayar 3 gaji pelatih sekaligus. Kan rugi!

Eksistensi Formasi "Gaek" 3-5-2 Terselamatkan

Formasi 3-5-2 ala Conte musim 2019/2020. themastermindsite.com
Formasi 3-5-2 ala Conte musim 2019/2020. themastermindsite.com

Selain "menyelamatkan" finansial klub, rasanya kepastian bertahannya Conte di Inter Milan juga seakan menjadi penyelamat formasi tradisional 3 bek untuk tetap berkiprah di ajang kompetisi Eropa musim depan.

Terang saja, Antonio Conte boleh kita sebut sebagai salah satu pelatih terbaik yang menggunakan formasi trio bek. Di Inter Milan, Conte betah dengan formasi 3-5-2 dengan menempatkan Godin-de Vrij-Bastoni sebagai pilar utama. Sesekali ia mencoba formasi 3-4-1-2, tapi malah kurang greget.

Sebenarnya formasi terbaik 3 bek versi Conte adalah 3-4-3. Sebagai bukti, lihat saja betapa garangnya kiprah Chelsea saat dilatih olehnya hingga berhasil merengkuh juara English Premier League musim (2016--2017).

Formasi dasarnya adalah 3-5-2, namun Conte bisa mengubahnya menjadi 3-4-3, 3-4-2-1, atau bahkan 3-5-1-1. Dengan adanya 3 gelandang dan 2 sayap yang suka bolak-balik, penguasaan bola bisa jadi keuntungan tersendiri saat menggunakan formasi ini. Tapi, tergantung skills para gelandang itu sendiri, sih.

Saat menukangi Chelsea, Conte dikaruniai gelandang hebat seperti Kante, Fabregas, dan Matic, Sedangkan di Juventus, Conte punya Vidal, Pirlo serta Pogba. Begitu pula saat Conte menukangi Gli Azzurri.

Tapi sayang, untuk sekelas klub yang berlaga di kompetisi selevel benua Eropa, formasi tradisional 3 bek mulai jarang digunakan.

Formasi yang kabarnya dikenalkan oleh Carlos Billardo dari Argentina dan Franz Beckenbauer dari Jerman Barat pada Piala Dunia 1986 Meksiko ini setauku bisa berbicara banyak saat dipakai oleh klub Atalanta, Lyon, dan Inter Milan di kompetisi Eropa musim ini.

Hasilnya, Atalanta gagal di fase Quarter Final Liga Champions kontra PSG, Lyon gagal melumat Bayern Munchen di Semifinal Liga Champions, Inter gagal mencukur Sevilla di Final Europa League.

Untuk sekelas formasi Gaek, rasanya ketiga klub ini boleh disebut sukses. Terang saja, di 3 periode Liga Champions (2017/2018, 2018/2019, 2019/2020), belum ada klub pengguna formasi 3-5-2 yang sampai ke final.

Bahkan, Juventus sebagai perwakilan tim Italia yang menembus final Liga Champions kontra Real Madrid di musim 2017 lebih suka menggunakan formasi 4 bek, walaupun akhirnya dilumat oleh pasukan Zinedine Zidane 4-1.

Maka dari itulah, ketika kita membayangkan Antonio Conte say good bye dari Inter Milan, ketika itu pula harapan formasi gaek 3-5-2 untuk tetap eksis menjadi buram.

Kebanyakan klub-klub yang mampu berbicara banyak di pentas kompetisi Eropa lebih suka menggunakan skema 4 bek. Bisa dengan formasi 4-3-3 (PSG, Sevilla), bisa juga formasi 4-2-3-1 (Bayern Munchen), atau malah betah dengan formasi "pasaran" 4-4-2.

Tidak terpungkiri memang, dengan menempatkan 4 bek di garis pertahanan, para pemain tidak terlalu cemas untuk memulai serangan dari bawah atau bahkan menerapkan high pressing saat memakai formasi menyerang.

Beda dengan skema 3 bek, selain berharap banyak dengan gelandang kreatif, formasi ini juga bergantung dengan rela atau tidaknya 2 pemain sayap untuk bolak-balik menyerang dan bertahan.

Tapi ketika Conte yang jadi pelatih, terutama di Inter Milan, agaknya formasi ini lebih memesona. Bersinarnya duet penyerang Lukaku-Lautaro adalah akibatnya. Sedangkan akibat lain, Nerazzurri mampu melahirkan catatan 113 gol dengan 19 pencetak gol berbeda.

Romelu Lukaku memang memegang jabatan top score di Inter Milan dengan catatan 34 golnya, namun 18 pemain Inter lainnya kecuali Lautaro Martinez) memiliki catatan gol yang cenderung seimbang, yaitu antara 3-7 gol. Artinya, semua lini cukup produktif memecah kebuntuan.

Tapi ingat, ini hanyalah catatan Conte di musim perdananya dalam menukangi Inter. Karena pelatih tidak berganti, Steven Zhang akan kembali fokus mewujudkan impiannya untuk mendapatkan 4 pemain lagi.

Detailnya, 2 gelandang dengan skills tinggi, 1 pemain sayap, dan 1 penyerang sebagai vice-nya Lukaku.

Saat ini incaran gelandang harapan Nerazzurri ada 3, yaitu Tanguy Ndombele (Tottenham), N'Golo Kante (Chelsea), dan Sandro Tonali (Brescia). Bergabungnya 2 di antara 3 gelandang ini tentu akan memoles formasi 3 bek ala Conte untuk lebih bersinar lagi.

Salam.

Sumber: (uno), (due), (tre), (quattro), (cinque)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun