Akhirnya kucingku yang bernama Pupus kembali melahirkan. Tepatnya pada tengah malam tadi, ketika rasa kantuk mengajakku untuk bermimpi indah. Pupus yang saat itu tidur di atas karung kopi dekat dapur tiba-tiba saja grasak-grusuk masuk ke kamarku.
Memang, tidak ada pilihan lain bagi Pupus. Baik kamar orangtua dan adik-adikku semuanya dikunci, yang berarti bahwa mereka sudah tertidur pulas. Sedangkan kebiasaan kucingku, ia akan ribut-ribut mencari tuannya untuk memberitahu bahwa ia akan segera melahirkan.
Padahal tempat tidur calon bayi kucing sudah disiapkan oleh ibuku. Ialah sebuah kardus berisikan sejumput kain empuk. Tapi sayang, Si Pupus kurang peka dengan perhatian tuannya.
Alhasil, kutinggalkan saja Pupus bersama "tempat beranaknya" di ruang dapur dekat tumpukan kopi kering. Lagian sudah tengah malam, nanti juga kucing jago berwarna hitam-putih ini segera diam.
Keesokan paginya, kucari-cari, ternyata Pupus melahirkan di dalam keranjang di bawah meja masak dekat dapur. Hadeh! Sontak saja ibuku ngomel-ngomel. Sudah pasti keranjang itu berdarah-darah. Semua gara-gara Pupus!
Tapi memang, sih. Posisi keranjang itu terlindungi dari cahaya, dan juga tidak tampak oleh siapapun yang lewat. Jadi wajar saja bila kemudian kucing kampungku menetapkannya sebagai pilihan terbaik untuk melahirkan.
Beberapa hari ke belakang sebenarnya aku sudah menyadari bahwa sang kucing kampung betina  ini akan segera punya bayi baru.
Terang saja, Pupus makin betah berdiam di dalam rumah, juga sering ikut menonton di ruang keluarga sembari memamerkan perutnya yang sudah hampir sebesar gentong. Tambah lagi Si Pupus sudah jarang memanjat flapon rumah. Hal ini sudah cukup menjadi tanda bahwa ia segera "mbrojol".
Selain itu, di waktu-waktu tertentu Pupus juga sering keluyuran di beberapa ruangan dalam rumah. Mulai dari mengusik tumpukan kertas HVS di bawah meja kerjaku, mencoba membuka pintu lemari pakaian, bahkan rak bukuku sampai rusak karena dilompatinya. Hemm!
Tapi, ya sudahlah. Keranjang tadi adalah tempat terbaik pilihan Si Pupus. Kulihat, ternyata bayi kucingnya ada dua. Satu berwarna hitam utuh, dan satu lagi bercorak hitam-putih persis induknya. Kedua bayi imut ini belum kuberi nama. Nanti saja, saat kedua matanya sudah melek.
Sebenarnya aku sendiri tak menyangka bahwa Pupus hanya akan melahirkan dua anak kucing. Terang saja, saat Pupus hamil, tampak perutnya begitu besar dan penuh. Kutebak-tebak, biasanya akan lahir 4-5 anak kucing. Ternyata hanya dua ekor saja.
Tapi, lagi-lagi tak mengapa. Aku tak berharap banyak dengan anak-anak kucing asuhan Pupus. Sekarang adalah kelahiran Pupus yang keempat kalinya, tapi tahukah Anda, anak Pupus yang masih hidup sampai sekarang cuma seekor saja. namanya Tamtam.
Sedangkan anak-anak kucing lainnya rata-rata mati. Ya, sebagai induk kucing kampung, pola asuh Pupus begitu overprotective. Bayi kucing yang sesungguhnya baru berusia 1-2 hari beberapa kali sering ia pindahkan. Kadang dipindahkan ke flapon rumah, kadang pula dibawa ke rumah tetangga.
Alhasil, kecelakaan sering terjadi. Pernah kejadian, waktu itu Pupus sedang mencengkram bayinya melewati pinggiran flapon rumah, tapi tiba-tiba saja bayinya terlepas dan jatuh hingga ke lantai. Sontak saja, bayi kucing itu kesakitan dan mati beberapa hari setelah jatuh.
Pola Asuh "Overprotecive" Sang Induk Malah Berbahaya bagi Anak Kucing
Sebagai pemilik sekaligus "pengasuh" kucing kampung, kami sekeluarga menyadari bahwa setiap induk kucing sangat perhatian dengan anak-anaknya, terutama saat 1-2 bulan masa kelahiran kucing.
Di waktu-waktu krusial itu, induk kucing menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk tidur dan menemani bayinya. Sang induk hanya akan pergi saat ia sudah lapar, atau malah ingin mencari tempat pengganti yang lebih aman untuk bayi-bayi imutnya.
Tak terkecuali, kucing kampungku yang bernama Pupus juga begitu. Sebagai seekor induk kucing, Pupus pasti mempunyai rasa cinta dan sayang yang membuncah kepada bayi-bayinya. Maka dari itulah tangisan dan teriakan anak-anak kucing mampu dihentikan hanya dengan kedatangannya.
Hanya saja, aku cukup menyayangkan sikap Pupus yang terlalu protektif sebagai induk kucing. Pupus terlalu sering memindah-mindahkan anaknya yang masih bayi. Kadang diangkatnya bayi kucing ke kamar, dipindahkannya ke gudang, hingga ke tempat-tempat lain yang dirasa aman.
Ketika Pupus merasa tidak aman, ia bisa saja memindahkan anak-anaknya hingga 3 kali dalam sehari. Padahal di tempat sebelumnya itu aman, tidak terjangkau oleh kucing lain, tidak terkena cahaya, juga tidak tampak oleh kami para Tuannya. Kami pun tidak usil untuk mengintipnya.
Atas sikap Pupus yang berlebihan ini, agaknya wajar saja bila kemudian banyak anak-anak kucingnya yang mati sebelum dewasa.
Sikap overprotective alias " terlalu melindungi" ala Pupus malah mengakibatkan keselamatan bayi kucing terancam. Hanya bayi kucing yang kuat dan "beruntung" saja yang mampu bertahan.
Sekarang juga begitu, Pupus telah memindahkan 2 bayi kucing ke dalam sebuah kotak sepatu di bawah meja. Aku jadi malas memindahkan bayi kucing imut ini ke tempat lain, karena pada akhirnya Pupus pasti akan menaruh bayinya lagi. dikiranya, aku pula yang overprotective terhadapnya. Hohoho
Menurutku, hal terpenting saat ini adalah bagaimana caranya agar Pupus tidak sering-sering memindahkan bayinya lagi. 2 ekor bayi kucing yang imut ini umurnya belum genap satu hari, loh.
Dan yang juga tidak kalah penting, meskipun Pupus bersikap overprotective, setidaknya itulah perwujudan dari kegigihan seorang induk kucing dalam merawat, membesarkan, hingga melindungi anak-anaknya.
Semoga saja kedua bayi kucing ini tetap sehat dan hebat seperti kakak (Tamtam) dan induknya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H