Skor imbang 2-2 ini bertahan hingga jeda babak pertama, sekaligus menjadi penutup yang cukup antiklimaks bagi Inter Milan.
Secara, statistik babak pertama menegaskan, pasukan Antonio Conte hanya memiliki persentase umpan-umpan akurat sebesar 78% saja, kalah jauh dibandingkan Sevilla yang memiliki keakuratan hingga 91%.
Selain itu, sisi sebelah kiri pertahanan Nerazzurri yang digalang oleh Alessandro Bastoni dan Ashley Young juga cukup rawan "dihancurkan" Sevilla. Conte perlu memaksa salah satu gelandangnya, terutama Gagliardini untuk tampil lebih defensif lagi.
Babak kedua dimulai, kedua tim mulai melambatkan tempo permainan. Inter jadi lebih sabar untuk memulai serangan dari bawah dan kemudian memberi efek kejut di 3/4 garis penyerangan.
Sedangkan di kubu Sevilla, pasukan Julen Lopetegui masih menerapkan high pressing demi membuat permainan Barella dan kawan-kawan jadi tidak berkembang.
Duet bek gesit Sergio Reguilon dan Jesus Navas juga semakin sering naik membantu penyerangan Sevilla. Keduanya cukup berkontribusi terutama dalam melepaskan crossing ke muka gawang Inter yang dijaga oleh Samir Handanovic.
60 menit berjalan, tempo permainan relatif lebih santai. Dengan skor imbang 2-2, baik Sevilla maupun Inter Milan mulai bermain lebih hati-hati. Alhasil, minim peluang tercipta.
Satu-satunya peluang matang lahir dari kaki Romelu Lukaku tepatnya pada menit ke-64. Melalui serangan balik cepat, Lukaku yang mendapatkan ruang tembak gagal menambah gol karena ditepis oleh kaki kiper Sevilla, Bono. Skor tidak berubah, masih imbang 2-2.
Memasuki menit ke-74, papan skor pun berubah. Berawal dari tendangan bebas di luar kotak penalti, Sevilla akhirnya unggul melalui gol akrobatik yang dicetak oleh Diego Carlos. Skor 3-2 untuk keunggulan Sevilla.
Atas gol Diego, Antonio Conte pun segera memasukkan Alexis Sanchez, Victor Moses, Cristian Eriksen hingga Antonio Candreva. Namun, Nerazzurri tak dapat berbuat lebih. Sevilla tampil lebih solid dan berhasil mengunci skor 3-2 hingga peluit babak kedua dibunyikan.