Dan, yang menambah pelik adalah, ketika masalah yang membuat diri terjatuh itu malah diratapi berhari-hari. Apalagi ditambah lagi dengan kebaperan. Gawat, deh! Lengkap sudah penderitaan.
Sering Terjatuh Itu Tidaklah Memalukan, Kecuali Engkau Enggan Berdiri Setelahnya
Menderita karena jatuh, barangkali sebagian orang cukup malu dengan keadaan ini. Terlebih lagi saat seseorang sejenak menatap rekan seumuran yang sudah keduluan sukses, bisa-bisa diri ini tambah jengah dan ingin menyepi dari "keramaian".
Karena terlanjur jatuh dan malu, apapun dilakukan. Entah itu berkurung diri di rumah, jalan-jalan tanpa tahu kapan tanggal pulang yang pasti, atau bisa juga menginap di rumah teman dalam waktu yang cukup lama. Apakah perilaku ini adalah bagian dari kewajaran?
Mungkin iya, dan jelas itu boleh-boleh saja jika memang seseorang ingin memperbaiki suasana hatinya. Tapi, pertanyaannya adalah, sampai berapa lama mau meratapi kekecewaan dan kegelisahan diri?
Sejatinya, sering terjatuh dalam mengarungi hidup tidaklah mengapa. Hal ini merupakan bagian dari takdir yang memang harus kita tempuh sebagai hamba. Suka, duka, pilu, keluh, kecewa hingga kesal akibat terjatuh dan gagal sudah menjadi bumbu hidup.
Seberapa sering diri ini terjatuh, sungguh tidaklah memalukan. Seseorang malu, rasanya itu hanya persepsi dirinya saja. Malahan, seseorang wajib malu ketika dirinya enggan bangkit alias berdiri dari sikap "jatuh" yang selama ini diratapi.
Terang saja, ketika kita memperhatikan ada pelepah pisang yang jatuh ke jalan raya, lama-kelamaan pelepah itu akan digilas oleh kendaraan. Kadang pula ia dipijak, dipermainkan oleh anak-anak hingga hancur lebur tak berbentuk.
Coba saja pelepah pisang lekas bangun, tentulah ia akan selamat, kan?
Begitulah semestinya. Semua orang pasti pernah jatuh, dan yang namanya jatuh itu tidak pernah sekali. Pasti berkali-laki dan memedihkan hati.
Hanya saja, tidak mungkin setiap orang yang hidup hanya akan mengalami jatuh secara terus-menerus dalam hidupnya. Kalau iya, bagaimana mungkin ada kata "bangun" dan "bangkit" di KBBI. Bahkan, Allah sampai mengulang kalam-Nya dua kali untuk menegaskan perihal ini.
"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" QS Al-Insyirah ayat 5-6.
Kalam Tuhan tidak mungkin dusta, kan? Tentu saja, janji Tuhan adalah sebuah kepastian. Artinya, kegagalan yang diri ini alami bukanlah hal yang memalukan, juga bukan pula akhir dari segalanya.