Asumsi-asumsi tentang ketidak-efektifan PJJ ialah modal untuk menata kompetensi dan kesiapan negeri. Yang penting guru jangan gagap, dan pemerintah jangan lari dari kenyataan. Perhatian serta kepekaan harus terus jalan. Jangan biarkan generasi muda kita menjerit maupun "pecah ban".
Tapi, tentu buah dari PJJ tidak akan langsung kita dapatkan hari ini. Negeri ini perlu melalui proses adaptasi, seperti ungkapan Mas Nadiem.
"Ini (pemanfaatan teknologi) mungkin tidak terasa sekarang tapi di dalam tahun-tahun ke depan, perubahan yang terjadi ini bisa sangat berdampak positif kepada masyarakat Indonesia."
PJJ ialah awal titik terang karena pandemi seakan-akan memaksa kita untuk lebih "akrab" dan lebih berusaha untuk "PDKT" dengan teknologi.
Ibaratkan ada pasangan kekasih, keakraban adalah salah satu modal untuk menjalin hubungan yang lebih serius, yaitu menikah.
Jika hanya akrab dan tak ada niat untuk menuju ke jenjang yang lebih tinggi dari sekadar PDKT, artinya itu belum serius alias belum ada titik terang menuju ke arah "samawa".
Samalah dengan PJJ. Lebih akrab dengan PJJ merupakan salah satu jalan untuk menggapai kecerahan yang telah dibalut dalam jargon "Merdeka Belajar".
Kita selalu optimis bahwa bangsa ini bisa mewujudkan kemerdekaan belajar untuk menggapai transformasi pendidikan.
Untuk itu, mari kita doakan anak-anak kita, orangtua kita, guru kita, serta para pemimpin kita agar Tuhan memudahkan niat baik ini. Kita basmi halang-rintang, lalu kita persembahkan pikiran, tenaga, keringat, hingga doa yang terbaik untuk bumi Pertiwi.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H