Mengapa kok harus "sebegitunya" mengajar di era pandemi? Saya kira, itulah salah satu jalan agar pembelajaran lebih "mengena" alias lengket di hati siswa. Siswa belajar, siswa membaca, siswa mengerjakan, dan mereka juga perlu "mengalami" pembelajaran itu sendiri.
Keempat: Teruslah Menjalin Komunikasi Aktif dengan Siswa dan Orangtuanya
Untuk menjamin suksesnya 3 pesan di atas, agaknya kita perlu menjalin komunikasi aktif dengan siswa dan orangtuanya. Orangtua/wali siswa perlu tahu mengapa kurikulum berubah jadi lebih sederhana, mengapa sistem pembelajaran diubah, dan mengapa metode belajarnya jadi berbeda.
Ketika Orangtua/wali siswa sudah mulai memahami apa yang terjadi dengan pembelajaran di era pandemi, ketika itu pulalah kita para guru bisa "menyusup" lebih dekat lagi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
Syahdan, kita para guru akan mengetahui apa sebenarnya kesulitan siswa, apa saja tantangan orangtua, serta bagaimana tingkat keberhasilan belajar siswa setelah didampingi oleh ayah atau ibunya.
Jika selama ini siswa hanya belajar "sendiri" tanpa didampingi dan kemudian mereka kesulitan, maka kita bisa menghadirkan suatu metode pembelajaran yang "wajib" melibatkan interaksi antara siswa dan orangtua. Sekali dayung, 2-3 pulau terlampaui, kan?
Itulah nikmatnya menjalin komunikasi aktif kepada siswa dan wali siswa. Pembelajaran bisa jadi bermakna dan tidak berat sebelah.
Pokoknya, jangan kasih kendur. Belajar ialah juga untuk dinikmati, dan mengajar ialah juga untuk beramal. So, jangan setengah hati melakukannya, melainkan sepenuh jiwa.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H