Di saat warganet sedang "rusuh" membahas attitude Veronica Koman dan LPDP, hati saya malah jadi adem ketika melihat foto di atas. Di sana tampak ada Mas Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang sedang berjabat tangan sembari menundukkan kepalanya.
Setelah saya telusuri, ternyata sang Mendikbud telah bersilaturahmi ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu, 12 Agustus 2020 siang. Mas Nadiem pun diterima sekaligus disambut oleh Rais Aam PBNU, KH. Miftahul Akhyar.
Kembali melihat foto Mas Nadiem bersama KH. Muftahul Akhyar di atas, saya jadi teringat dengan masa kecil ketika saya mengaji IQRO'. Setiap datang dan pulang, saya bersama teman-teman waktu itu selalu bersalaman serta mencium tangan sang guru ngaji yang sudah sepuh.
Dan setiap kali kami mencium tangan sang guru, beliau sering mendoakan agar kajian kami semakin lancar hari demi hari. Kami selalu takjub waktu itu, karena selain gurunya lemah lembut, kami juga dipersilakan mengaji secara gratis. Sungguh, betapa mulianya hati sang guru.
Itu sudah cukup lama, kira-kira tahun 1999. Di zaman itu, saya rasa adab begitu ditinggikan. Di mana-mana saya juga sering melihat orang yang lebih muda menghormati yang tua dengan cara berjalan "merendah" di depannya dan mencium tangannya ketika bersalaman.
Sedangkan hari ini, rasanya perwujudan adab yang mulia sudah mulai tergerus. Kehormatan hari ini tidak semata dipandang dari segi umur, tapi juga dari segi jabatan.
Alhasil, sering kita lihat orang yang jabatannya lebih tinggi malah segan bahkan enggan menundukkan kepala ketika berjabat tangan. Padahal, dirinya lebih muda. Padahal juga, dirinya barulah secuil makan asam-garam kehidupan.
Maka dari itulah hati saya jadi adem ketika melihat adab Mas Nadiem kepada KH. Miftahul Akhyar. Sebagai sosok yang lebih muda, jangankan Mas Mendikbud, semua orang juga seharusnya begitu.
Terlepas dari mau apa dan tentang apa keperluannya hingga datang berkunjung, adab perlu untuk selalu didahulukan. Samalah seperti gaya bertamunya orang-orang dusun.
Entah itu mau mengundang ke acara nikahan, mau beli tanah, ataupun mau pinjam uang, bahasa yang disampaikan di awal pertemuan adalah "silaturahmi." Dan, saat berkunjung ke Gedung PBNU, bahasanya Mas Nadiem juga "silaturahmi."
Beliau menyatakan bahwa kunjungan ke PBNU merupakan bagian dari silaturahmi dan ingin sekaligus meminta doa restu dalam melaksanakan tugas-tugas di Kemendikbud yang berat.
"Saya sangat berterima kasih atas dukungan dari PBNU dan doa restu Rais Aam. Semoga Program Organisasi Penggerak (POP) dapat berjalan dengan baik dan terus berkembang lebih baik lagi," kata Mas Nadiem lewat keterangan tertulis, Rabu, 12 Agustus 2020.
Layaknya seorang "anak" yang pernah bersalah kepada "orang tua", attitude Mas Nadiem ini seperti seorang penjahit yang ingin mengurai kembali benang-benang kusut di dekat mesin jahit.
Kemarin, tepatnya pada akhir Juli lalu sang Mendikbud sudah mengungkapkan permohonan maaf kepada Muhammadiyah, NU serta PGRI terkait Program Organisasi Penggerak (POP) yang menuai polemik.
Bahkan, sebelum berkunjung ke PBNU, Mas Nadiem sudah terlebih dahulu menjalin silaturahmi lebih dekat dengan Muhammadiyah.
Tepatnya di akhir Juli kemarin saat  Milad Persyarikatan Muhammadiyah ke-111 tahun yang jatuh pada 8 Dzulhijjah 1441 Hijriyah.
Di awali dengan bahasa "silaturahmi", Mas Nadiem pun meneruskan diskusi hangat sembari menerima berbagai masukan mengenai pengembangan pendidikan nasional.
Meskipun itikad baik itu tidak langsung "melembutkan" hati Muhammadiyah untuk kembali bergabung ke POP, tapi setidaknya Mas Nadiem sudah memberikan contoh attitude yang mulia. Yaitu, bersikap gentle selaku seorang pemimpin serta terus meninggikan silaturahmi.
POP (mungkin) Bisa Berjalan Tahun Depan
Saat kita mengurai kembali benang-benang yang kusut, pilihannya ada dua. Pertama, benang itu bisa terurai dan kemudian dirajut kembali. Sedangkan yang kedua, benang itu tidak bisa dirajut dan kemudian kita ganti dengan benang yang baru.
Agaknya, POP ala Mendikbud ini juga begitu. Terlepas dari betapa "kusutnya" POP belakangan ini, benang itu masih bisa diurai dan dirajut kembali. Tentu dengan kesabaran yang tinggi, transparansi, hingga evaluasi.
Dan uniknya, Mas Nadiem ternyata tidak hanya menempuh ketiga jalan ini. Beliau juga menambahkan "strategi" lain, yaitu dengan bahasa "silaturahmi." Beliau lalu berkunjung ke dua ormas besar lalu minta pendapat dan saran.
Hasilnya?
Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf menerangkan bahwa pihaknya dipastikan ikut serta dalam POP yang digagas sang Mendikbud.
"Jika kemarin mungkin ada yang menganggap kontroversi, yang sebetulnya tidak. Bahwa NU menegaskan jika tetap ikut serta dalam POP yang akan dilaksanakan Januari 2021 yang akan datang," ungkap Yahya Cholil Staquf di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Apakah ini adalah imbas dari strategi "silaturahmi" ala Mas Nadiem? Rasanya, banyak hal yang mempengaruhi seperti komitmen terhadap keseriusan menggapai pendidikan yang berkemajuan, kejelasan gagasan inovasi dan rencana kerja, hingga transparansi biaya.
Tapi, tidak cuma komitmen, menggaungkan silaturahmi jugalah hal yang penting. sangat penting malahan, karena itu adalah bagian dari perwujudan attitude yang mulia.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H