Karena banyak kejanggalan dari sisi perekrutan, POP yang berjalan sekarang bisa-bisa "pecah ban" sebagai imbas ketidakpercayaan. Dari awal saja benang POP sudah kusut, bagaimana nanti mau merajut mimpi pendidikan. syahdan, POP harus diurai dahulu.
Akankah Benang Kusut POP bisa Dirajut Kembali?
Minta maaf sudah selesai. Terlepas Muhammadiyah, NU dan PGRI mau gabung lagi atau tidak, kiranya keputusan ini tidak bisa diketuk palu cepat-cepat.
Ketiga organisasi ini sudah tahu bahwa benang POP sudah kusut. Jadi, hal yang realistis bagi mereka adalah menunggu terlebih dahulu. Bagaimana kiat Mas Nadiem dalam mengurai benang kusut, atau, malah mau melibatkan ketiga organisasi ini untuk merakit ulang POP.
Kalau kita berkaca pada teorinya David Mcleand tentang Need for Affiliation, seharusnya Kemendikbud tidak bisa menolak untuk tetap menggandeng mitra kerja demi mencapai tujuan POP. Terang saja, siapa sih yang tak menginginkan adanya situasi yang bersahabat?
Prasangka terhadap Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation telah ditutup. Kedua yayasan besar ini punya skema pembiayaan mandiri. Syahdan, silih berganti hari, datanglah saran-saran.
Dari sisi Muhammadiyah, saran yang dituangkan oleh Wakil Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno, yaitu menjelaskan secara jelas dan transparan kriteria pemilihan ormas serta Lembaga Pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal POP.
Artinya, ada keinginan dari Muhammadiyah agar Kemendikbud meracik ulang sistem perekrutan.
Dari sisi NU, Ketua PBNU Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur mengatakan bahwa PBNU dengan senang hati menyambut baik permohonan maaf Mendikbud Nadiem Makarim terkait POP. Hanya saja, POP perlu dievaluasi.
Berarti, dalam waktu dekat ini NU hanya akan menunggu seperti apa hasil evaluasi Mas Nadiem. Barulah kemudian memilih untuk ikut merajut cita-cita POP, atau malah memilih untuk tetap tidak ikut serta.
Sedangkan PGRI beda lagi. Ketua Umum PGRI, Unifah malah menyarankan agar dana yang dialokasikan untuk POP dialihkan saja untuk membantu siswa, guru, atau guru honorer, serta penyediaan infrastruktur di daerah, khususnya daerah 3T. Artinya, PJJ dulu yang diurus.
Rasanya, 3 saran yang digaungkan oleh 3 ormas besar ini masing-masing tidak terlalu menekankan bahwa POP harus dihapuskan dari rencana Merdeka Belajar.