Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senyum, Sedekah Penyembunyi Hati yang Berantakan

25 Juli 2020   20:48 Diperbarui: 25 Juli 2020   20:37 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Please! Tunjukkan kepadaku senyum meronamu. Gambar oleh Flickr dari Pexels.com

"Senyum itu sedekah, sedekah itu ibadah."

Senyum adalah sedekah, rasanya kita sering mendengar ungkapan ini. Ungkapannya indah dan juga merupakan kalam dari seorang Nabi kita tercinta.

Senyum tampaknya merupakan kebaikan yang sepele, tapi ketahuilah, senyum adalah ibadah yang ringan untuk dilakukan, tapi dinilai berat dalam timbangan pahala. Asal ikhlas tapi, ya!

Ibadahnya ringan, juga mudah untuk dilakukan tiap-tiap orang dari semua kalangan umur. Bahkan, bayi yang baru berusia 1,5 -- 2 bulan saja sudah bisa tersenyum. 

Bayi saja sudah sering tersenyum, bagaimana dengan dirimu? Gambar oleh serenko dari freepik.
Bayi saja sudah sering tersenyum, bagaimana dengan dirimu? Gambar oleh serenko dari freepik.

Bayangkan! Bayi saja yang belum lama lahir ke dunia sudah mampu menebar senyum. Kita yang sudah dewasa bagaimana? Jangan terlalu banyak menyimpan dendam, ya. Nanti hatimu yang membusuk! Ups

Meski demikian, lagi-lagi kita perlu belajar banyak dari seorang bayi. Bayi selalu ikhlas dalam memberikan senyuman. Hanya dengan teriakan "Ciluk...baaa. Ciluk Ciluk Ciluk...baaa", bayi bisa tersenyum dan meninggikan keceriaan kepada siapa saja yang berada di dekatnya.

Sedangkan kita?

Kalau kita yang diciluk-ciluk ba, bisa-bisa malah merajuk dan menganggap itu sebagai satire. Ups Ups, jangan-jangan terlalu banyak pake perasaan, ya!

Tapi, kenyataannya memang demikian. Senyumnya orang dewasa seringkali melahirkan prasangka walaupun prasangka itu bisa datang dari diri sendiri.

Ada yang tersenyum atas kesuksesan orang lain secara utuh lahir batin, ada pula senyuman yang hanya manis di bibir dan indah di padang mata. Sedangkan hatinya? Kita tak cukup ilmu untuk bisa membaca hati orang lain.

Ada yang tersenyum atas penderitaan orang lain sekaligus merasa bahwa dirinya lebih aman dibandingkan dengan mereka yang susah. Pada prasangka ini, tampak bahwa penyakit "merasa" itu sangat berbahaya dan kalau bisa, janganlah terus dilengketkan dengan senyum.

Walaupun begitu adanya, kita sebagai manusia memang tidak perlu mendalami atau mencampuri urusan orang lain secara lebih jauh. Secara, Allah dalam kalam-Nya memerintahkan kepada para hamba agar senantiasa menjauhkan diri dari prasangka. Sebagian prasangka adalah dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun