Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sekaranglah Saatnya Mas Nadiem PDKT dengan Muhammadiyah, NU dan PGRI

25 Juli 2020   13:11 Diperbarui: 25 Juli 2020   13:13 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika kamu ingin mengenal seseorang, kamu harus bisa memahami mengapa mereka bisa marah. Karena Muhammadiyah, NU dan PGRI telah menyatakan mundur, sekaranglah saatnya Mas Nadiem PDKT dengan mereka."

Beberapa hari ini suasana di meja Kemendikbud cukup panas. Bukan salah cuaca, bukan pula salah api. Penyebabnya adalah Kebijakan Merdeka Belajar episode 4 tentang Program Organisasi Penggerak (POP) yang menemui kontroversi.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan tujuan dilahirkannya POP. Sebagai sebuah program yang berorientasi pada kesuksesan Merdeka Belajar, Organisasi Penggerak dihadirkan untuk meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah, hingga tenaga kependidikan.

Ini adalah tujuan yang mulia karena dilakukan demi meningkatkan hasil belajar siswa.

Hanya saja, seiring dengan selesainya perekrutan organisasi-organisasi yang mau menggerakkan pendidikan, mundurlah ormas-ormas besar seperti Muhammadiyah, NU, hingga PGRI.

Dari sebanyak 184 proposal dari 156 lembaga lolos seleksi POP, PP Muhammadiyah mengungkapkan bahwa pihaknya mendapat laporan dari daerah bahwa ada ormas-ormas yang tidak kompeten, namun lulus seleksi. Sebutannya, ormas siluman.

"Ada laporan dan informasi yang mengatakan, dilihat dari nama-nama ada beberapa yang tidak kompeten. Kantor enggak punya, apalagi staff, program juga enggak jelas," kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno di Gedung Pusat Muhammadiyah, Rabu (22/7).

Jelas ini adalah kabar yang gawat, bukan? 

Terang saja, ormas-ormas yang nantinya telah lolos akan dikucuri dana mulai dari Rp1 milyar -- Rp20 milyar untuk merealisasikan pelatihan guru. kalau ada 156 lembaga yang lolos, maka tinggal kita kalikan saja. Wuiih, banyak tuh duitnya.

Bayangkan bila kemudian ada ormas-ormas siluman yang ikut menyalip dana milyaran tersebut. Apa kata dunia? Bagaimana nanti kita memberantasnya.

Secara, hari ini sudah bukan zamannya Mak Lampir atau pun perebutan peti pustaka Matasan dalam serial Pertarungan di Goa Siluman. Hari ini adalah zaman di mana kita butuh transparansi, kejujuran, legalitas, hingga kompetensi.

Dan, tidak jauh berbeda, rupanya NU dan PGRI pun meninggikan alasan yang sama. Kedua organisasi besar ini menganggap bahwa ada kejanggalan dari program dengan tujuan awal yang mulia ini.

NU menganggap POP tidak jelas, dan PGRI berpendapat bahwa kriteria pemilihan dan penetapan POP tidak jelas.

Atas ketidakjelasan ini, Mas Nadiem bersama Kemendikbud cepat-cepat merespon. Pihaknya akan mengevaluasi POP hingga empat pekan ke depan.

"Harapan kami proses evaluasi ini bisa dilakukan dalam rentang waktu tiga sampai empat minggu," ujar Nadiem dalam konferensi pers secara daring, Jumat (25/7/2020).

Sembari dilakukannya evaluasi ini, KPK juga ikut menyatakan inisiatifnya untuk mengawasi sepak terjang Program Organisasi Penggerak yang diluncurkan oleh Mas Nadiem.

Memang, ya memang harus dievaluasi. Beruntunglah Kemendikbud karena Muhammadiyah, NU dan PGRI sudah memilih mundur. Berarti ada tanggung jawab moral dari mereka, yang sekaligus menegaskan kepada kita bahwa ketiga organisasi besar ini begitu peduli dengan pendidikan.

Sekaranglah Saatnya Mas Nadiem PDKT dengan Muhammadiyah, NU dan PGRI

Menyikapi POP yang menuai kontroversi ini, saya jadi teringat sebuah anime yang berjudul Hunter X Hunter. Dalam anime yang ditulis dan diilustrasikan oleh Yoshihiro Togashi ini, ada pesan yang kiranya cocok untuk meredam polemik POP, tepatnya pada episode 1.

anime Hunter X Hunter. Gambar dari omnigeekempire.com
anime Hunter X Hunter. Gambar dari omnigeekempire.com

Di sana, pemeran utama Hunter X Hunter yang bernama Gon Freecss sempat melarang nahkoda kapal untuk menghentikan keributan. Gon malah meminta nahkoda membiarkan saja kedua temannya yang emosional dan hampir berkelahi. Gon pun berkata:

"Jika kamu ingin mengenal seseorang, kamu harus bisa memahami mengapa mereka bisa marah."

Nah, kiranya pesan ini cukup cocok dengan permasalahan POP yang penuh dengan prasangka kejanggalan dan ketidakjelasan.

Sekaranglah saat yang tepat bagi Mas Nadiem untuk melakukan PDKT alias pendekatan dengan Muhammadiyah, NU dan PGRI. Secara, ketiga nama ini merupakan organisasi besar yang berkiprah langsung demi mencerdaskan anak-anak bangsa Indonesia.

Terlebih lagi Muhammadiyah dan NU, keduanya adalah ormas besar yang sarat akan sejarah. Keduanya bisa kita sebut sebagai mitra sejajar pemerintah dalam mengejar cita-cita pendidikan nasional.

Tidak terhitung juga berapa puluh ribu satuan pendidikan mulai dari Pesantren, Madrasah hingga sekolah-sekolah lainnya yang didirikan melalui semangat Lillaahi Taala. Di sinilah kemudian kita perlu mundur dan menyelami tentang betapa pentingnya sejarah.

Maka dari itu, sangat perlu bagi Mas Nadiem untuk lebih terbuka dan merangkul ormas-ormas besar yang selama ini sudah duluan disebut "Organisasi Penggerak di Bidang Pendidikan."

Baru-baru ini, Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar juga meminta Mas Nadiem untuk segera berkunjung ke NU dan Muhammadiyah agar lebih "akrab."

"Saya minta kepada Mendikbud, datanglah ke Pengurus Besar NU, datanglah ke Muhammadiyah, setidaknya terjadi suatu komunikasi," kata Cak Imin kepada wartawan di Jakarta, Jumat 24 Juli 2020.

Bahasanya, mungkin mirip-mirip kegiatan ngopi santailah. Seperti halnya anak-anak pesantren yang sedang nyantri. Sambil minum kopi, sambil sholawatan, bisa dibahas dan dirajut kembali bagaimana sistem POP yang mantap serta transparan. Biar lebih akrab, kan?

Kiranya, pembahasan bisa dimulai dari menata kembali sistem perekrutan, pengecekan legalitas serta track record ormas-ormas yang sudah mendaftar. Ormas yang selama ini sudah setia untuk mencerdaskan bangsa, tentu lebih utama dipilih. Jangan pilih yang siluman.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun