"Bu, sebentar lagi kulkas kito datang"
(Bu, sebentar lagi kulkas kita datang)"Ahh, basing bae. Kau beli kulkas?"
(Ahh, sembarangan saja. Kau beli kulkas?)
Begitulah sedikit percakapanku dengan Ibuku dua hari yang lalu. Saat itu kami sekeluarga sedang mengupas jagung ayam alias jagung hibrida yang baru saja dipanen.
Sebelumnya, aku belum memberitahu keluargaku bahwa diriku telah menang event Samber THR dan mendapat kulkas. Rencananya aku ingin memberikan kejutan, tapi karena kupikir nantinya kurang seru dan melahirkan banyak duga, langsung saja kuberitahu. Dan ternyata?
Respon ibuku persis seperti Emak-emak yang mendengar ada gelas yang jatuh di dapur. Beliau kaget dan tak percaya. Beliau anggap bicaraku hoaxs dan malah meninggikan prasangka bahwa sesungguhnya aku sudah beli kulkas menggunakan uangku sendiri.
Tapi, setelah kujelaskan kembali, akhirnya Ibuku percaya. Alhamdulillah! Beliau pun mengingat kembali aktivitasku di bulan Ramadan kemarin yang sok sibuk merekam-rekam aktivitas memasak Lema khas Curup dan juga merebus pisang plus keladi di air nira.
Waktu itu, Ibuku sempat bertanya untuk apa aku merekam-rekam aktivitas yang begituan. Langsung saja kujawab, aku ikut lomba menulis di Kompasiana selama sebulan. Siapa tahu nanti kita dapat kulkas.
Perjuangan Menulis Pada Event THR Kompasiana
One day one article, tema ditentukan oleh Kompasiana, dan menulis di berbagai macam kategori secara maraton hingga lebaran tiba, itulah ciri khas microsite Satu Bulan Bercerita (Samber) Tebar Hikmah Ramadan (THR) Kompasiana.
Selebihnya aku belum tahu detail karena aku adalah Kompasianer (Penulis di Kompasiana) pemula yang baru mendaftar di Juli 2019. Karena penasaran dengan event ini berikut dengan hadiahnya, jadi kupertimbangkan untuk ikut saja. Siapa tahu menang, kan?
Tanggal 27 April 2020, perjuangan menulis pun dimulai. Waktu itu tema tulisannya tidak berat, hanya tentang harapanku di bulan Ramadan. Tapi, setelah melihat banyak postingan para Kompasioner di pagi hari, aku malah bingung. Bingung tentang apalagi materi yang harus kutulis.
Semenjak hari pertama itu, aku pun mulai menuangkan persepsi bahwa tidak ada satu pun tema harian event Samber THR Kompasiana yang mudah. Semuanya sulit, dan kesulitan itu malah semakin berasa saat aku mulai buntu ide.
Ide mungkin banyak, tapi aku ingin mencoba untuk menggapai ide-ide yang unik agar nantinya tulisanku tidak sama dengan peserta THR lainnya. Hari demi hari berlalu, dan ternyata aku mulai sadar bahwa tema-tema harian event ini makin sulit.
Beberapa kesulitan yang kudapatkan adalah tentang bagaimana caranya menulis ide masak sahur dan ide sajian berbuka puasa.
"Berarti aku harus masak, donk!"
Itulah hal yang kupikirkan pertama kali. Aku bingung harus masak apa. Karena malas berpikir panjang, langsung saja kuputuskan untuk memasak Lema. Kupikir, masakan ini tidak akan ada yang menyamainya. Soalnya Lema adalah makanan khas Curup, Rejang Lebong.
Tentang ide menulis sajian berbuka puasa juga begitu. Malahan, aku tambah bingung karena di rumah kami tak ada kulkas. Secara, yang namanya sajian berbuka kan banyak yang adem-adem dan menggunakan batu es.
Aku berpikir cukup keras waktu itu. Teman-teman kuwawancarai, kumintai ide, tapi endingnya selalu berbau batu es. Akhirnya, kuingat saja apa yang kami punya. Dari sana, lahirlah ide tentang merebus pisang dan keladi di air nira. Langsung saja aku menuju ke ladang.
Kepalang basah, kan! Tentu saja, event Samber THR sudah berjalan setengah babak dan aku harus menyelesaikan apa yang telah kumulai.
Serunya, tantangan-tantangan yang lebih sulit dalam menulis di event maraton ini pun tak kunjung habis. Tepatnya di akhir-akhir Ramadan, Kompasiana menghadirkan tema Humor dan Fiksi Ramadan. What!
Aku sungguh miskin ilmu bila harus menulis tentang fiksi. Entah itu puisi, entah itu cerpen, keduanya sama saja, sama-sama sulit dan perlu pengkhayalan tingkat dewa.
Tambah lagi ada artikel humor, waduh! Aku benar-benar tak bisa menulis humor. Walaupun menurut murid-muridku aku selalu lucu, tetap saja aku tak tahu apa yang lucu dariku. Hemm
Di sepertiga perjuangan terakhir menulis di event Samber THR itu sebenarnya aku mulai mau berpasrah. Rencananya aku mau menulis fiksi berupa puisi saja. Asal jadi, asal posting, dan aku malah pesimis tak akan menang.
Tapi, beruntungnya waktu itu aku sering menjalin komunikasi via instagram dengan mbak Ire Rosana Ullail. Beliau hebat dalam menulis fiksi dan sekalian saja aku minta diajari menulis cerpen dalam waktu satu malam.
Aku tanya-tanya kepada beliau tentang twist. Sayangnya, meski sudah banyak bertanya dan searching, aku tetap tak terlalu paham. Keesokan harinya, ya sudahlah. Kubuat satu cerpen berjudul "Sarung Bujangan Warna Hijau Kotak-Kotak". Entah bagus entah tidak! Hahaha
Artikel fiksi selesai, tema-tema harian sudah kubabat, dan akhirnya 28 hari menulis di Kompasiana secara non-stop selesai. Biarpun tidak memiliki keyakinan untuk menang, tapi aku lega.
Nikmat Menulis Pada Event Samber THR Kompasiana
Alasan terkuat mengapa aku bisa menyelesaikan event Samber THR Kompasiana dalam kurun waktu 28 hari adalah, ada kenikmatan menulis yang luar biasa di dalamnya.
Sejak awal kubergabung dengan Kompasiana juga begitu. Semua Kompasioner yang ada di sini sungguh baik hati, murah hati, rendah hati, tulus hati, ikhlas berbagi, dan rela menyapaku setiap hari.
Siapa yang merasa tidak bahagia coba? Setiap hari menulis, setiap hari pula diapresiasi dengan kata-kata yang positif. Tidak yang tua, tidak yang muda, tidak juga yang seumuran, semuanya sama. Semuanya menghargai apa yang kutulis. Admin juga demikian. Keren, deh pokoknya.
Lebih dari itu, nikmat lain yang kudapatkan saat mengikuti event THR ini adalah belajar menghargai tulisan, terutama tulisanku sendiri.
Adanya penguncian fitur edit artikel yang sudah tayang di Kompasiana merupakan sebab utama. Sebelum mengikuti event Ramadan di Kompasiana ini sebenarnya aku sering menggunakan fitur edit.
Maklum, kalau sudah cepat-cepat nulis aku juga suka cepat-cepat posting tanpa melakukan swa-sunting. Apalagi dulu ada Pak Ropingi dan Prof. Dr. Apollo Daito yang tiap jam selalu posting. Aku iri dengan mereka, makanya sesekali aku ingin menyaingi soal cepat-cepatan menulis.
Tapi, semenjak ikut Samber THR Kompasiana aku malah lebih hati-hati dan lebih sabar dalam memublikasikan tulisan. Aku khawatir ada typo, nanti nilai artikelku dipotong hingga setengah harga oleh Admin. Kan rugi, tak balik modal! Hahaha
Setelah kuposting dan kubaca ulang, ternyata tulisan tanpa typo memang benar-benar enak untuk dibaca. Apalagi setelah dilakukan swa-sunting, kalau ada lucunya, lucunya dapat, kalau ada garangnya, garangnya dapat, dan kalau ada manisnya, manisnya pun dapat. Itulah nikmat.
Begini Rasanya Dapat Hadiah dari Kompasiana
16 Juni 2020, itu adalah tanggalan tunggu yang berbuah kebahagiaan bagiku. Ya, di hari itu Kompasiana mengumumkan deretan pemenang yang berhak mendapatkan THR. Kuamati, kubaca dan kuteliti, ternyata ada namaku. Juara 4, Ozy V. Alandika mendapatkan kulkas.
Alhamdulillah. Aku bersyukur dan makin menyadari bahwa Allah memang memberikan apa yang aku butuhkan. Mengapa Allah beri aku kulkas? Jawabannya jelas, di rumah kami memang belum ada kulkas.
Dan hari ini (16/07/2020), tepatnya menjelang Magrib, akhirnya hadiah kulkas yang ditunggu-tunggu itu datang.
Beberapa kali di hari-hari yang lalu sebenarnya bang Rama dari Pihak Kompasiana menghubungiku via chat Whatsapp. Beliau menanyakan hadiahnya sudah datang atau belum. Kujawab saja di sini, "hadiahnya sudah sampai, bang!" Hehehe
Sebenarnya, jarang-jarang aku dapat hadiah, apalagi hadiah yang bisa kugunakan untuk menghadiahkannya kepada keluarga tercinta. Jadi, aku bersyukur sekaligus bangga bisa menulis di sini.
Menulis di Kompasiana adalah hal yang tak pernah terpikirkan olehku sejak 24 tahun yang lalu. Akhirnya, semoga saja wawasanku, ketelatenanku, serta mimpi-mimpi besarku bisa kucapai salah satunya melalui rumah bersama yang bernama Kompasiana.
Sebagai penutup, kuucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Kompasiana beserta segenap timnya, managernya, adminnya, pemerhati konten serta divisi-divisi yang selalu berjuang untuk mengokohkan eksistensinya.
Juga kepada para Kompasianers, yang selalu singgah, selalu menyemangati, selalu menginspirasi. Dan, kepada kita semuanya.
Salam dariku.
Curup, 16 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H