Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kegelisahan Terjawab Sudah, Ternyata yang Dipermanenkan adalah Platform PJJ!

7 Juli 2020   14:24 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:15 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, tepatnya pada hari Senin (06/07/2020) Kemendikbud telah memberikan penjelasan bahwa pihaknya hanya akan mempermanenkan ketersediaan berbagai platform Pembelajaran Jarak Jauh, baik itu secara daring maupun luring.

Klarifikasi ini dijawab langsung oleh mantan stafsus Mas Nadiem yang kini menjabat sebagai Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK). Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan Iwan Syahril.

Dalam kegiatan bincang sore secara virtual, beliau mengungkapkan bahwa PJJ hanya akan dilakukan pada satuan pendidikan di zona kuning, orange, serta merah, dan tidak akan permanen.

"Yang akan permanen adalah tersedianya berbagai platform PJJ, termasuk yang bersifat daring dan luring seperti Rumah Belajar, yang akan terus dilangsungkan guna mendukung siswa dan guru dalam proses belajar mengajar," jelas Iwan pada Bincang Sore secara virtual, di Jakarta, pada Senin (06/07/2020).

Lebih lanjut, Iwan juga menambahkan bahwasannya hybrid model yang sempat disampaikan oleh Mas Nadiem beberapa waktu yang lalu adalah cara alias strategi memanfatkan berbagai plafform pendidikan yang berbasis teknologi.

Secara, hybrid model alias model pembelajaran kombinasi--dalam hal ini daring dan luring--akan mendukung kegiatan pembelajaran yang lebih maksimal dan lebih efektif.

Sebenarnya pembelajaran tatap muka adalah kegiatan yang paling efektif dalam menggelar kegiatan belajar-mengajar. Tapi karena keamanan dan keselamatan anak didik adalah prioritas, maka PJJ adalah solusi terbaik saat ini.

Dari sini, berarti terjawab sudah kegelisahan dan keresahan sebagai imbas dari pernyataan dari Mas Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR pada 4 hari sebelumnya.

Waktu itu Mas Nadiem sempat memberikan pernyataan bahwa seusai pandemi, pembelajaran jarak jauh akan menjadi permanen. PJJ-nya bukan sekadar pure saja, tapi hybrid model sebagai perwujudan dari adaptasi teknologi.

Agaknya tidak sedikit publik yang terkecoh dengan pernyataan Mas Nadiem ini, termasuklah para pengamat pendidikan, Tina Toon selaku anggota DPR, para guru, orangtua murid, dan juga saya sendiri.

Bagaimana tidak, diksi yang dipilih oleh Mas Nadiem sebelumnya adalah "PJJ akan menjadi permanen." Dan berbarengan dengan itu, ditambah pula istilah campur-aduk bahasa seperti "bukan PJJ pure saja" dan "hybrid model."

Sedangkan klarifikasi alias penjelasan ulang yang dihadirkan oleh Kemendikbud baru-baru ini menggunakan diksi "Platform PJJ akan dipermanenkan." Wajar kan bila kemudian ada keresahan dan kebingungan?

Antara pernyataan Mas Nadiem dan Kemendibud saja keduanya sudah menimbulkan prasangka dan praduga macam-macam. Beruntung ada penjelasan lebih lanjut oleh Iwan Syahril. Walaupun telat 4 hari, setidaknya keresahan dan kegelisahan publik sudah terjawab.

Barangkali Kemendikbud cukup aktif menyimak berita-berita online tentang PJJ yang "digoreng" di berbagai arus media utama. Lagi-lagi saya menanggapi, wajar bila pernyataan "PJJ Permanen" dipermasalahkan. Soalnya itu pernyataan yang umum dan ambigu.

Mengapa dikatakan ambigu? Terang saja, dari istilah "PJJ Permanen" orang bisa menduga itu metodenya yang dipermanenkan, pembelajaran tatap muka mulai dikurangi, serta kegiatan pembelajaran akan digelar secara digitalisasi.

Meski begitu, prasangka positif juga turun menyertainya. Misalnya, PJJ permanen itu maksudnya adalah kolaborasi dan kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring secara berkelanjutan. Atau, bisa juga sebagai alibi percepatan pemerataan fasilitas pendidikan.

Atas kejadian ini, lagi-lagi perlu ditekankan kepada para pejabat publik agar berhati-hati dalam menuangkan statement alias pernyataan publik.

Sejatinya, seorang Mendikbud seperti Mas Nadiem sangat perlu untuk rajin berkomunikasi dan memberikan statement. Tapi, ya, jangan pula pernyataan tersebut diungkapkan setengah-setengah seperti kemarin.

Terang saja, dampaknya bisa jadi luar biasa. Andai statement itu adalah harapan, maka publik yang mendengar dan membaca akan semakin berharap. Ini kan bahaya. Makin banyak berharap, peluang sakit hati alias kekecewaannya juga makin besar.

Pun demikian juga bila statement yang disampaikan itu sepotong-sepotong alias tidak selesai. Publik yang membaca dan mendengarkan jadi kesusahan dalam menebak jalur pikiran Mas Menteri.

Iya kalau tebakannya adalah positif, kalau negatif? Tentu saja akan muncul keresahan dan kegelisahan seperti yang publik rasakan beberapa hari ini.

Terakhir, terkait dengan pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi ini, sejatinya sah-sah saja bagi Kemendikbud untuk mempercepat adaptasi teknologi pendidikan.

Baik itu pakai hybrid model, web meeting, belajar via TVRI/RRI, maupun belajar dengan modul semuanya sungguh baik.

Jika itu menggunakan platform, maka yang dimaksimalkan adalah kompetensi guru dalam menggunakan platform, ketersediaan sinyal, kemudahan akses, hingga pertimbangan biaya. Untuk mencapai kata "efektif" maka penggunaannya perlu tepat sasaran.

Begitu pula model PJJ di tengah keterbatasan sinyal dan fasilitas pendukung pembelajaran. Kemendikbud juga perlu memperhatikan nasib mereka-mereka yang kesusahan dalam mengakses layanan pendidikan.

Jangan lupa bahwa setiap orang berhak atas pendidikan, dan jangan lupa pula bahwa salah satu harapan besar bangsa ini adalah pemerataan pendidikan. Untuk bersaing, kita juga perlu menghapus kesenjangan. Jadi, selamat berjuang!

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun