Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Nadiem Mau Permanenkan PJJ? Sungguh Pernyataan Publik yang Meresahkan!

3 Juli 2020   16:59 Diperbarui: 3 Juli 2020   17:03 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah dari Detik.com dan Pixabay.

Pandemi masih terus menjamur, agaknya peluang pembelajaran tatap muka di ruang kelas semakin kecil dan menjauh dari harapan. Padahal kerinduan guru dan murid terhadap sekolah sudah tak terbilang lagi karena saking besarnya.

Meski begitu, tetap saja kita sebagai pelaku sekaligus pejuang pendidikan harus berpikir ke depan. Optimis dan positive thinking.

Masih banyak opsi alias pilihan-pilihan pembelajaran yang sejatinya bisa kita maksimalkan di tengah suasana pandemi. Secara teori, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bisa saja menjadi pilihan utama agar pendidikan kita tetap berjalan dan semakin terdepan.

Tapi? Lagi-lagi perjalanan kereta pendidikan yang diberi merek "Merdeka Belajar" oleh Mas Mendikbud Nadiem ini mulai tampak sendat-sendatnya.

Masalah pendidikan yang menjadi penyakit kronis tahunan seperti fasilitas maupun pemerataan semakin berkarat, dan masalah lama seperti polemik PPDB yang kembali hadir di tengah pandemi seakan-akan sedang memaksa sebagian orang untuk unjuk urat. Jengkel dan emosi.

Dari sinilah, wajar bila kemudian kejengkelan dan setumpuk kesal harus dituangkan dengan teriakan "Mana Sang Mendikbud!" dan "Mana Mas Nadiem." Terang saja, siapa lagi yang mau mengambil beban tanggung jawab pendidikan nasional kalau bukan menteri.

Apalagi di awal-awal jabatannya Mas Nadiem sudah mengumbar janji, menegaskan keinginannya yang mau belajar lebih, hingga ingin melakukan lompatan-lompatan pendidikan agar negeri Indonesia tercinta ini mampu mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Apakah ini berat? Kiranya kalau jalan dan perbaikan pendidikan masih begini-begini saja, sama saja bohong untuk berteriak pendidikan Indonesia maju. Jangankan bicara perbaikan, bertahan untuk tetap menggelar layanan pendidikan di tengah pandemi saja sudah bingung.

Dan, yang menjadikan kita cukup prihatin adalah, dalam suasana kebingungan ini tiba-tiba saja Mas Nadiem menghadirkan pernyataan yang cukup meresahkan publik.

Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR di hari Kamis (02/07/2020) kemarin beliau memberikan pernyataan bahwa nantinya pendidikan jarak jauh akan diterapkan secara permanen.

"Pembelajaran jarak jauh, ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model. Adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi," ucap Mas Nadiem, Kamis (2/7/2020).

Kata "permanen" di sini diambil dari tuangan analisis Kemendikbud yang menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar akan menjadi hal yang mendasar.

Darinya, sekolah-sekolah dapat mencoba sekaligus menerapkan beragam macam hybrid model atau school learning management system bersama para guru dan murid-murid. Okelah fix, kita cukup tersanjung dengan harapan yang wow ini. Tapi, rasanya hal ini cukup meresahkan.

Mengapa disebut meresahkan? 

Secara pribadi, penulis beranggapan bahwa pernyataan publik yang seperti itu tidak tepat untuk dikeluarkan di tengah pandemi dan menumpuknya masalah pendidikan seperti PPDB maupun kebutuhan akan kurikulum darurat.

Ada baiknya maksimalkan dulu fungsi sekolah dalam menggelar pembelajaran tatap muka. Foto: Ozy V. Alandika
Ada baiknya maksimalkan dulu fungsi sekolah dalam menggelar pembelajaran tatap muka. Foto: Ozy V. Alandika

Terang saja, selama ini dalam gelaran pembelajaran tatap muka di sekolah anak-anak masih disibukkan dengan kegiatan les, bimbel, hingga jenis tambahan belajar lainnya.

Dari sini, berarti ada perlu diperbaiki dari pembelajaran di sekolah. Orientasi kurikulum pembelajaran yang didasarkan atas kebutuhan siswa perlu dimunculkan dan diwujudkan. Bukan berarti anak-anak tak perlu les dan bimbel, melainkan untuk mematangkan fungsi sekolah.

Lihatnya bagaimana kondisi karakter generasi muda kita saat ini. Walaupun selama ini kita sudah terbiasa belajar tatap muka di sekolah--bahkan sampai full day school-- tetap saja belum mampu menjamin terpenuhinya nilai-nilai karakter yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dan sementara ini, pembelajaran tatap muka sedang dipindahkan ke PJJ. Entah seperti apa kabar karakter siswa. Sejatinya pemantapan karakter anak saat PJJ mulai dibebankan kepada orang tua. Tapi, apakah semua orang tua sempat membagi fokusnya untuk sering-sering mendampingi?

Lagi-lagi kita sadar betul bahwasannya seorang menteri milenial bernama lengkap Nadiem Anwar Makarim tamatan Universitas Harvard ini adalah mantan pengusaha yang begitu dekat dengan digitalisasi dan teknologi, hanya saja masalah pendidikan kita tidaklah sesederhana aplikasi.

Maka dari itulah, tuangan harapan-harapan yang terlalu tinggi untuk pendidikan malah akan menghadirkan kekecewaan sekaligus keresahan karena sejatinya hampir mirip dengan angan-angan.

Bukannya kita pesimis akan kemajuan pendidikan, melainkan perlulah  sering-sering berkaca pada realita akan begitu kompleksnya masalah pendidikan kita. Berharap apapun tetaplah boleh, tapi  ada masalah-masalah prioritas yang sejatinya butuh perbaikan secara mendesak.

Sebut saja seperti polemik PPDB di DKI Jakarta maupun daerah-daerah lainnya, jangan sampai terulang lagi di tahun depan. Ada pula tentang guru-guru honorer, fokuskan dulu kepada kejelasan karier mereka, jangan terlalu sibuk mengurusi guru penggerak.

Dan, yang paling menjadi prioritas adalah gelaran pembelajaran di tengah pandemi yang akan dimulai pada pertengahan Juli ini.

Bagaimana solusi untuk menghadirkan pembelajaran yang cukup efektif dan efesien, serta seperti apa target minimal pembelajaran semuanya perlu ada kejelasan.

Sejatinya kita selalu kagum dengan inovasi-inovasi digitalisasi dan tingginya harapan terhadap kemajuan pendidikan di negeri ini.

Hanya saja, kekaguman ini harus diikuti dengan tindakan yang nyata, gesit, tepat sasaran, serta bisa dirasakan terutama oleh pelaku pendidikan di lapangan. Jika tidak, ya, apalah jadinya harapan-harapan yang tinggi tadi. Bukannya digapai, ini malah menuai kritik.

Padahal, seperti ungkapan Direktur Eksekutif Indomedia Poll, David Krisna Alka, kepercayaan Pak Jokowi kepada Nadiem sangat tinggi ketika melantiknya menjadi Mendikbud. Sayangnya, kepercayaan itu belum sebanding dengan gebrakan-gebrakan yang telah dihadirkan.

"Tapi ya, kepercayaan tinggi Jokowi kepada Nadiem dan kepercayaan diri Nadiem yang tinggi itu tak sebanding atau setara dengan apa yang dirasakan dalam dunia pendidikan kita, terutama masa pandemi ini. Nadiem lebih banyak di belakang meja daripada ke lapangan."

Begitu pernyataan David Krisna Alka dalam webinar Indomedia Poll baru-baru ini. Jika kita kembalikan lagi kepada pernyataan Mas Nadiem bahwa pihaknya akan mempermanenkan PJJ setelah pandemi, maka semakin resahlah kita jadinya, rasa khawatir pun ikut membahana.

Bagaimana tidak, Mas Nadiem yang sejatinya menjalani proses pendidikan dasar hingga SMA berpindah-pindah dari Jakarta ke Singapura ini seperti kesusahan memetakan permasalahan pendidikan di bumi Pertiwi. Apakah ini gara-gara beliau lebih lama di luar negeri? Entahlah.

Yang jelas, di tengah panasnya isu reshuffle beberapa hari ini, perbaikan pendidikan harus tetap jalan dan Kemendikbud pun harus tetap bekerja sebagaimana yang ditekankan oleh Pak Jokowi. Yaitu, Extraordinary.

Terkait dengan PJJ yang rencananya akan dipermanenkan, sebaiknya agenda ini dibahas pada lain waktu saja. Kemendikbud dan Mas Nadiem perlu sering-sering keluar dari kantor kerja, jalan-jalan ke lapangan. Ya, kira-kira seperti blusukannya Pak Jokowi dulu.

Kalaupun kemudian ada tuntutan untuk kembali memberikan pernyataan publik, mengapa Mas Nadiem tidak berbicara tentang solusi PPDB saja. Atau, solusi PJJ bagi guru yang mengajar dari jauh tanpa adanya dukungan fasilitas.

Rasanya, pernyataan-pernyataan seperti itu lebih efektif untuk mendukung percepatan perbaikan pendidikan. Tentu saja harus diikuti aksi dan tindakan yang gesit.

Terang saja, memberikan pernyataan-pernyataan publik yang kurang relevan hanya akan membahayakan kredibilitas seorang Mas Nadiem. Yang menyampaikan, akan terus ditagih janjinya. Dan yang mendengarkan, akan semakin resah bin khawatir. Ini bahaya!

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun