"Bro, nanti malam kita menginap di rumah Si A yok!"
"Ngapain, tugas makalahku belum selesai!"
"Biasa, kita nge-PES. Selesaikanlah tugasmu dengan segera!"
Begitulah percakapan sederhana yang terus terulang sewaktu saya dan teman-teman kuliah sarjana 6 tahun yang lalu. Karena sudah kenal dengan game terbitan Konami ini, akhirnya kami jadi sering berkumpul, menginap di rumah teman, dan bermain bersama.
Di tahun pertama dan tahun kedua kuliah sebenarnya kami belum kenal dengan PES 2013. Alasannya hanya satu, yaitu kami belum memiliki laptop. Tugas-tugas seperti makalah, resume, serta analisis yang diberikan oleh dosen sering kami selesaikan di warnet.
Kadang kalau saya dan teman-teman ngebet main game bola, sesekali kami datang ke rental PS dan bermain selama 2-3 jam secara bergiliran. Sambil minum kopi hitam tentunya. Kadang pula, ada teman kami yang kebetulan sudah beli laptop duluan dan menginstal game ini.
Kalau sudah ketahuan ada teman yang beli laptop dan menginstal game Pro Evolution Soccer (PES) 2013 ini, maka kami akan bersiap-siap mengatur jadwal nginap. Apalagi kalau tugas makalah waktu itu sudah selesai dan didiskusikan duluan. Pasti jadwal nginapnya lebih sering!
Kisah ini terus berlanjut dan pada tahun 2014 akhirnya saya membeli laptop sendiri. Di awal-awal punya laptop baru saya belum kepikiran untuk langsung instal game PES, tapi karena sudah kesenangan main akhirnya saya menginstal game PES 2013.
Sejatinya waktu itu saya ingin menginstal game Winning Eleven (PS-2) atau FIFA, tapi entah mengapa teman-teman menyarankan agar saya menginstal game PES 2013 saja. Nah, setelah diinstal, ternyata kami betah dengan game ini hinggalah tahun 2019.
Mengapa waktu itu kami tidak instal game PES 2017 atau PES 2019 saja? Selain karena sudah betah, ada 3 alasan mengapa kami cenderung istiqomah menginstal game PES 2013 di laptop. Berikut penjelasannya.
Alasan pertama: Spesifikasi PES 2013 Cukup "Merakyat" dengan Laptop
Menyoal laptopnya anak kuliahan, rasanya kami dulu tidak terlalu memperdulikan spesifikasinya. Boro-boro mau bicara tentang laptop yang RAM-nya 8gb atau berprocessor Intel Core i3, mampu beli yang namanya "laptop" saja kami sudah cukup beruntung.
Terang saja, di tahun 2014 cukup banyak teman-teman yang menggunakan notebook dan konon kata para senior saya, game PES suka ngadat bahkan gagal beroperasi saat dijalankan di notebook.
Nah, beruntungnya waktu itu saya beli laptop yang harganya cukup merakyat bagi anak-anak kuliahan. Meskipun spesifikasinya minimal, tapi yang penting namanya adalah laptop. Hahaha
Dengan spesifikasi RAM 2gb, V-RAM 128, dan HDD 320gb akhirnya saya bisa menginstal PES 2013. Apakah gamenya berjalan lancar?
Oh tidak! Dilihat dari spesifikasi laptop sudah pasti grafiknya ngos-ngosan. Tapi, setelah ditolong oleh tool booster dan berbagai setting se-minimum mungkin, akhirnya PES 2013 mampu berjalan dengan baik di laptop saya.
Game merakyat untuk laptop yang harganya merakyat, rasanya sematan ini cukup cocok kami rekatkan kepada PES 2013. Meskipun tahunnya 2013, karena sudah sering main saya jadi bisa mengupdate grafik game sembari mengikuti update transfer pemain terkini.
Sejak hari itu, kami jadi sering main bersama secara gratis. Paling-paling modal yang dikeluarkan hanyalah beli joystick. Maklum, kalau ada anak baru yang main PES dan kemudian kalah suka "ngamuk" kepada si joystick. Hahaha
Alasan Kedua: Game PES 2013 Lebih Familiar Bagi Anak Kuliahan
Menyambung alasan pertama tadi, gara-gara spesifikasi game PES 2013 cocok untuk laptopnya anak kuliahan, akhirnya banyak dari mereka yang lebih sering memainkan game ini. Biarpun di kampus beda jurusan dan tingkatan semester, tapi gamenya masih sama-sama PES 2013.
Jadi, suatu saat jika kami bertemu dan kebetulan bawa laptop maka yang pasti untuk kami mainkan adalah PES 2013 dengan update transfer pemain terkini. Lalu, bagaimana jika di laptop teman pemainnya belum update? Mau tidak mau harus download terlebih dahulu.
Menunggu 2-3 jam untuk mendownload tak masalah bagi kami waktu itu, asalkan gamenya masih PES 2013. Padahal waktu itu ada pula teman saya yang punya game PES 2017 di laptopnya. Tapi, ya, kalau hanya dia sendiri yang bisa memainkannya, untuk apa?
Toh kebanyakan dari kami anak kuliahan waktu itu lebih familiar dan akrab dengan PES 2013. Sudah cukup master bermain PES 2013 terus ditantang oleh game bola lain yang berbeda, sudah pasti kami angin-anginan! Hahaha. Wajar, kan? Soalnya game bola selain PES 2013 jarang kami mainkan.
Alasan Ketiga: Menambah Keakraban dan Memacu Semangat
Tidak hanya sekadar game pelepas kebosanan, PES 2013 sejatinya juga mampu menambah keakraban dan memacu semangat anak muda, terutama kami anak kuliahan.
Bagaimana tidak dekat, saat mulai bermain PES kami akan bergantian menginap di rumah teman. Hari ini di rumah A, lusa di rumah B, dan minggu depan di rumah C. Gara-gara itu, kami jadi akrab tidak hanya sesama teman melainkan juga orang dengan tuanya. Keren, kan?
Jadi komplit, deh. Kami yang awalnya hanya kenal di kampus dan berteman, tiba-tiba jadi sahabat. Yang lebih hebatnya lagi, kebetulan waktu itu kami tergabung dalam salah satu organisasi intra-kampus di mana saya jadi ketuanya.
Coba bayangkan, ketuanya main PES, wakilnya juga, anggota-anggotanya begitu pula. Seru, kan? Kadang saat dapat jadwal kuliah siang dan tak tahu harus menumpang istirahat di mana, saya bersama teman-teman biasanya berteduh di sekretariat organisasi sembari main PES.
Nah, di sinilah manfaat ikut organisasi kampus itu begitu berasa. Gara-gara ikut organisasi, akhirnya kami punya tempat berteduh. Jadi, tidak hanya teman saja. Hehehe
Belum selesai di sana, kesenangan bermain PES 2013 juga mampu memacu semangatnya anak kuliahan. Hal ini begitu terasa saat kami sedang mencapai tahap akhir dari kuliah, yaitu bimbingan skripsi.
Awalnya karena saya pikir skripsi itu ruwet, njelimet, dan ribet akhirnya instalasi PES 2013 di laptop saya hapuskan. Tapi, karena suasana hati jadi galau akibat di tarik ulur oleh dosen pembimbing, akhirnya game PES 2013 saya instal dan makin sering kami mainkan lagi.
Kapan lagi, coba? Masa-masa bimbingan skripsi itu sejatinya begitu membosankan dan melelahkan. Ada jadwal bimbingan pagi, tapi tiba-tiba saja dosen pembimbingnya minta sore hari saja. Makin galau rasanya jika kita sebagai mahasiswa harus menunggu selama itu.
Daripada bosan, ya sudah. Mendingan kami menunggu di kampus sembari main PES. Tinggal hafalkan nomor plat mobil sang dosen, maka siapa pun dari kami yang kalah harus mengamati mobil si dosen pembimbing. Kalau ada yang lewat, langsung deh kami bimbingan. Cocok, kan!
Di sanalah kemudian timbul semangat dari diri masing-masing kami. Jika teman sebelah sudah acc bab III, maka teman-teman lainnya akan lebih semangat lagi untuk memperbaiki. Bahkan, kalau saja ada salah satu dari kami yang lelet soal bimbingan, datanglah sebuah sindiran:
"Ooi, Bro. Kamu nih, main PES sudah kalah, revisi bab II pun belum selesai. Gesit bro, gesit!"
Lengkap sudah hinaan itu. Bayangkan saja bila saat mendapat sindiran seperti itu ternyata kita sedang sendiri. Bisa-bisa hati tambah galau dan tak mau makan 10 hari! Hahaha
Tapi, inilah sisi positif dari PES 2013 bagi kami. Walau hanya sekadar game di layar sebesar 14 inchi, game ini mampu menghadirkan semangat yang bertubi-tubi. Hadirnya teman dan sahabat juga menjadi nilai lebih serta menghadirkan rasa untuk berjumpa dan bermain lagi.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H