"Btw, Lebaran masih lama, ya?"
Hehehe, lebaran masih lama. Semoga kalimat ini tidak berkeliling di relung pikir kita hari ini, ya. Perjalanan kita di bulan ramadan baru dimulai. Puasa barulah dijalani beberapa hari, dan semangat diri masih menggebu-gebu layaknya dentuman nuklir yang siap saji.
Ramadan tahun ini, 2020 alias 1441 hijriah memiliki nuansa yang berbeda. Seluruh daerah di berbagai penjuru Indonesia dan dunia sedang dilanda kesepian. Kesepian ini muncul karena Allah telah hadirkan ujian berat yang bermerek Covid-19.
Darinya, kita wajib menjalankan kebijakan populer dari pemerintah seperti bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Yang bebas lalu-lalang barangkali hanyalah angin semilir, dan semoga saja angin ini membawa kabar baik berupa keberkahan di bulan ramadan.
Meski demikian, karena ini bulan yang penuh dengan kemuliaan, berarti kita boleh menitipkan asa, kan? Tentu saja, dan secara pribadi saya pun punya asa yang sensasional bin boombastis untuk mendongkrak semangat berpuasa, tetap dengan sandaran Lillaahi Taala.
Harapan ini bukan tentang cepat-cepat lebaran loh, ya! Terang saja, kalaulah besok langsung lebaran, rugi sekali kita yang kekurangan pahala ini. Jadi, manfaatkanlah bulan ramadan 2020 dengan semaksimal mungkin sembari menggapai asa. Lalu apa saja asa bin harapan saya?
Pertama, Ibadah Makin Taat
"La'allakum Tattaquun". Inilah harapan pertama dan paling utama bagi saya, yaitu agar menjadi orang yang bertakwa. Dengan bekal takwa, seorang hamba akan selamat dunia-akhirat.
"Berarti, sekarang dan tahun lalu belum takwa, donk?"
Benar sekali. Bahkan, diri ini jauh dari kata takwa. Singgahsana dunia sungguh membutakan dan menyibukkan hingga saya seringkali malas untuk beribadah. Sholat buru-buru, baca Qur'an kadang-kadang jika perlu. Apalagi ibadah sunnah, seakan terlupa dimakan nafsu.
Sesaat, saya iri dengan anak-anak kecil yang saleh di zaman sekarang. Baru 3-4 tahun, sudah hafal Qur'an, sekolahnya di pesantren, bahkan saat dewasa ia mendapat beasiswa kuliah di negeri Arab.
Tapi, sesaat kemudian saya juga menyadari bahwa meskipun hafal Qur'an, sekolah di pesantren, atau bahkan belajar di Arab sekalipun, belum tentu ada jaminan langsung masuk surga.
Tampaknya mungkin takwa banget, tapi hati manusia siapa yang tahu. Allahua'lam. Maka dari itulah, perbuatan baik harus terus dilakukan tanpa memandang besar atau kecilnya pahala. Saya, dan kita semua tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang akan mengantar kita ke surga.
Memulai suatu ibadah barangkali cukup mudah. Ibaratkan lembur kerja, sekali-dua kali lembur kita masih semangat. Tapi, bagaimana jika 1 bulan penuh harus lembur? Pasti membosankan. Itulah yang jadi wujud betapa sulitnya istiqomah alias konsisten dalam ketaatan beribadah.
Agar konsisten, saya berusaha untuk selalu merenungkan kalam indah Allah di Surah At-Thalaq ayat 2-3:
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya."
Indah sekali firman Allah ini. semoga momentum ramadan tahun ini bisa menambah ketaatan dan kualitas ibadah kita semua.
Kedua, Karir Meningkat
Pernah dengar hadis tentang doa Rasulullah yang ingin hidup dalam keadaan miskin, mati dalam keadaan miskin, dan dikumpulkan bersama orang-orang miskin? Jika pernah, dan langsung menelannya bulat-bulat maka sia-sialah saya menuliskan harapan tentang karir ini.
Terang saja, maksud miskin di sana adalah tawadhu (rendah hati) dan khusyuk. Kalau maksudnya miskin sungguhan, saya yakin hampir tidak ada seorang pun dari kita yang mau didoakan seperti ini.
Secara pribadi, saya punya motivasi besar untuk memiliki karir yang cerah. Bukan semata-mata karena saya anak sulung, melainkan untuk memudahkan niat baik yang butuh modal. Kegiatan mengajar lancar, menulis tetap istiqomah, begitu pula dengan job tak terduga lainnya.
Mengajak orangtua naik haji, inilah tujuan utama mengapa saya ingin meningkatkan karir secara sungguh-sungguh dan halal. Tujuan kedua? Ya, untuk modal nikah. Tujuan ketiga? Kesejahteraan saya dan keluarga.
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah karena saya dan kita semua masih diberikan kesempatan umur untuk melantunkan doa-doa mulia di bulan ramadan tahun ini. Maka darinya, izinkanlah saya untuk kembali melantunkan doa yang tertuang dalam Surah Tha-haa: 28-29.
"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku."
Ketiga, Jodoh Merapat
Kebetulan sekali, saya belum menikah. Apakah di sini ada sosok gadis jelita yang mau merekomendasikan diri untuk berkenalan dengan saya? Silakan tinggalkan nomor Whatsapp di kolom komentar. Wuahahaha
Saya yakin, semua orang yang masih sendiri tapi merasa dirinya sudah dewasa punya keinginan kuat untuk segera menikah. Apalagi jika di tahun kemarin sudah mampir puluhan undangan dari teman-teman satu angkatan SD-SMA, pasti ada rasa tertekan di dalam hati.
"Kapan ya giliranku?"
"Siapa ya jodohku?"
Sama seperti dua pertanyaan ini, saya pula begitu, punya harapan dan doa-doa yang bertumbuh untuk segera ditakdirkan menikah. Tahun ini? Sepertinya belum muncul tanda-tanda. Secara pribadi, agaknya saya cukup dilema dengan keadaan finansial yang belum siap. Tapi...
Saya ingin terus berusaha untuk menabung, mencari di mana tulang rusuk itu bersembunyi dan bekerja sungguh-sungguh sembari membuka pintu hati yang belum berisi ini. Siapa tahu ada yang mengetok. Tok... Tok... Tok. Duaaar! Sudah, ah. Nanti tambah baperan. Hihihi
Karena sudah sampai di sini, maka bantu aminkan doa berikut ini, ya:
"Ya Allah, berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu. Istri yang menjadi temanku dalam urusan agama, dunia dan akhirat."
Semoga ramadan 2020 menjadi klimaks dari kesendirian orang-orang yang sedang sendiri, dan menjadi penyelesaian dari harapan untuk menikah agar segera dikabulkan.
Keempat, Senantiasa Sehat
Senantiasa sehat, inilah harapan terakhir sekaligus harapan krusial saya di ramadan 2020. Dengan nikmat sehat, jalan untuk melakukan ibadah lain menjadi terbuka. Sholat jadi lancar, baca Qur'an jadi sempat, kegiatan meniti karir bisa dipergencar, dan jodoh pun bisa dikejar.
Nikmat sehat adalah nikmat yang paling mahal dan paling disesali saat kita sakit. Maka darinya, bersyukurlah kita yang hari ini masih diberikan kemudahan untuk bernafas tanpa alat bantu, bersyukur masih bisa berbuka puasa dengan ragam lauk, serta bersyukur bisa olahraga.
Di luar sana, banyak saudara-saudara kita yang sulit menjalankan ibadah karena sakit. Benar bahwa sakit itu membersihkan dosa, tapi biar bagaimanapun Allah tidak pernah meminta kita untuk sakit-sakitan saja. Jadi, marilah kita terus berusaha menjaga kesehatan, agar tetap sehat.
Sebagai doa penutup, marilah kita lantunkan doa selamat yang biasa kita hadirkan setelah sholat:
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu keselamatan ketika beragama, kesehatan badan, limpahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum datangnya maut, rahmat pada saat datangnya maut, dan ampunan setelah datangnya maut."
Ingin saya, semoga harapan ini tidaklah sekadar Quotes indah semata. Akan saya perjuangkan dengan memegang salah satu ungkapan pepatah Rejang (Curup, Bengkulu):
"Tangen Menetok Baeu Mbusung"
"Tangan Memotong, Bahu Membusung"
Maknanya, harapan yang baik mesti diiringi dengan perbuatan yang baik pula, dan bersamaan dengan itu bersiaplah untuk menanggung resikonya. Asalkan perbuatannya baik, berarti hasilnya baik juga, kan? Soal ibadah, resikonya pasti ada kebosanan dan kelelahan.
Tapi, dengan adanya kesempatan umur di ramadan kali ini, tiada alasan lagi untuk plintat-plintut dalam berperilaku. Yang belum baik, jadikan ia baik. Yang sudah baik, tetaplah menjadi baik tanpa harus merasa diri ini sudah baik.
Demikian, inilah asa terkait ramadan yang ada di benak saya saat ini. Saya tambahkan dengan lantunan indah:
"Ketika engkau sudah berada di jalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah. Jika kamu lelah, berjalanlah. Jika itu pun tidak mampu, merangkaklah. Namun, jangan pernah berbalik arah atau berhenti." Imam Syafi'i
Ungkapan indah ini senantiasa saya pegang karena terkadang kebaikan yang kita buat bisa jadi busuk menurut penilaian orang lain. Seperti halnya bunga Raflesia Arnoldi yang sudah mekar di kota Curup baru-baru ini.
Bentuknya indah dan besar, sayang karena baunya busuk, tidak semua orang tahan lama-lama dekat dengannya. Tapi, biar bagaimanapun keadaannya, bunga Raflesia tetaplah istimewa bagi alam Bengkulu. Sama seperti takwa, tetap istimewa di hadapan Allah.
Selamat dan semangat menjalankan ibadah puasa. Semoga dosa-dosa kita diampuni, semoga amalan ibadah kita diterima oleh Allah, dan semoga Covid-19 lekas berlalu. Aamiin.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H