Masih berpijak dari kesedihan teman saya selaku petani karet, ia menambahkan bahwa bulan ini tidak mengambil bagi hasil dari pemotong karet di kebun.
Hal ini dilakukan karena ia sangat prihatin dengan pekerja karet. Jika saja ada 10 kg karet terjual, maka pekerja karet baru dapat membeli beras maksimal 2 kg. Sungguh, dan jujur saja hitung-hitungan hasil ini tidaklah sebanding dengan tumpukan keringat pekerja karet.
Saya kira, pemerintah mesti berbicara banyak soal ketidak-warasan harga kopi dan karet yang mulai "luar binasa" ini. Kita cukup paham bahwa bangsa ini sama-sama menderita karena Covid-19, tapi setidaknya ada sedikit pertolongan dan kepedulian dari pemerintah.
Terang saja, saat ini kebijakan populer yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah tentang pemangkasan rencana belanja, realokasi anggaran, tambahan uang jajan bagi pemilik kartu sembako, implementasi kartu pra-kerja, hingga relaksasi kredit bagi UMKM.
Khusus untuk relaksasi, terdiri dari penurunan bunga dan penangguhan cicilan demi menyelamatkan profesi ojol, supir taksi hingga nelayan yang memiliki kendaraan cicilan. Lalu, kapan Jokowi akan menyelamatkan petani kopi dan karet?
Rasanya saat ini pemerintah juga perlu menyinggahkan perhatian mereka kepada petani. Tidak hanya soal sembako murah, kartu pra-kerja maupun penangguhan cicilan saja yang diprioritaskan melainkan juga tentang kelancaran produksi dan distribusi hasil-hasil bumi.
Petani karet, mungkin tahunya mereka sekarang barang dan benda banyak pakai karet, tapi kok karet murah. Begitu pula dengan petani kopi, mereka tahunya orang banyak minum kopi, harga kopi bubuk tetap mahal, tapi kok biji kopinya malah murah.
Sekilas, ini hanyalah persepsi kami sebagai rakyat kecil sekaligus orang-orang awam yang sering terkejut dengan fakta-fakta yang "tidak waras" tentang harga. Di samping itu, kami juga cukup khawatir dengan pandemi Covid-19 yang belum kunjung selesai.
Gudang sayur banyak tutup, pun dengan gudang kopi dan karet. Distribusi macet, jalan-jalan sepi, berbagai profesi seakan berhenti hingga mati suri. Padahal, Ramadhan sudah mau menjelang.
Saat ini, pemerintah sedang berjuang untuk menjaga stabilitas harga pangan dan ketersediaan sembako. Maka, tambahkanlah perjuangan itu dengan perbaikan harga hasil-hasil bumi. Agaknya pemerintah kurang sosialisasi hingga beberapa distributor takut beroperasi.