Esok hari dan lusa, agaknya ini adalah tantangan bagi saya dan ibu di rumah untuk menyemangi sang adik. Awalnya saya sempat mengira, "jangan-jangan karena adik saya bungsu, hingga dia cepat bosan dan mau bergerak jika sudah berkali-kali dibujuk!"
Tapi, jika dikira kemudian tampaknya itu hanyalah persepsi yang berlandaskan emosi semata. Hari-hari berikutnya, saya mesti lebih kreatif dan melahirkan hal-hal unik di rumah untuk membangkitkan gairah adik untuk belajar.
Sebenarnya, kreativitas dan semangat belajar ini akan lebih mudah jika saya lakukan di sekolah, kepada murid-murid.
Tapi, lagi-lagi sekarang program belajar dimulai dari rumah sehingga tidak hanya semangat belajar yang digaungkan, melainkan juga membuang kebosanan.
Walaupun sebagai abang di rumah, rasanya saja juga harus memerankan guru layaknya saat mengajar di sekolah. Saat ini, kita semua mengambil peran sebagai guru di rumah.
Kiranya, situasi dan kondisi ini juga dialami oleh orangtua di belahan daerah lain.
Akhirnya, saya cukup tertarik dan tergugah dengan tulisan Donna Ferguson di situs The Guardian. Sosok jurnalis peraih banyak penghargaan di tanah Inggris ini menuliskan artikel tentang nasihat darurat sekolah di rumah yang dikumpulkan dari opini guru-guru ahli di Inggris.
Yang membuatnya menarik adalah, Guru-guru di Inggris menyarankan agar orangtua di rumah membiarkan anak-anak mereka bosan dengan rutinitas belajar. Selain itu, kebahagiaan dan jaminan cinta dijadikan sebagai nasihat prioritas.
Sebagai tambahan, orangtua di rumah sebaiknya mempertahankan rutinitas belajar anak, memberikannya otonomi, beri perhatian, puji perilaku baiknya, batasi penggunaan Smartphone, dan terpenting belajarlah dengan menyenangkan.
Sejatinya, perilaku kebosanan yang dimunculkan anak merupakan sesuatu yang wajar. Maka darinya perlu disadari bahwa anak bukanlah mesin belajar. Mereka juga butuh istirahat, butuh dongkrak semangat, serta kasih sayang seutuhnya.
Salam.