Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tidak Hanya TVRI, Sebaiknya Channel TV Lain Mulai Menata "Kepantasan" Tayangan

13 April 2020   08:31 Diperbarui: 13 April 2020   09:29 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak menonton tayangan televisi. Gambar oleh Victoria Borodinova dari pixabay.com

Senin (13/04/2020) adalah hari dimulainya pembelajaran dari rumah melalui TVRI. Agaknya hal ini merupakan momentum yang cukup besar di tahun 2020, terutama dalam ranah pendidikan.

Terang saja, di tengah pandemi Covid-19 wajah pendidikan Indonesia harus tetap tertata dan kegiatan pembelajaran mesti terus berjalan. Tidak ada alasan untuk berhenti belajar, karena sejatinya pendidikan itu bisa ditempuh seumur hidup dan diupayakan dengan berbagai cara.

Kehadiran kebijakan social distancing, physical distancing bahkan PSBB seakan memaksa pembelajaran untuk diterapkan secara lebih kreatif. Di sinilah Indonesia yang luas ini berjumpa dengan tantangannya.

Sebulan belakangan ini, salah satu upaya yang digaungkan pemerintah adalah pembelajaran jarak jauh via daring. Kiranya kebijakan ini cukup kreatif karena bersandar pada teknologi, tapi karena kualitas pendidikan kita belum merata timbullah berbagai keluh dan masalah.

Mulai dari keluhan tentang pembelajaran online yang suka macet dan nge-lag, siswa yang terlalu terbebani oleh tugas-tugas pemberian guru, hingga mindset guru pun ikut-ikutan jadi biang tersalah.

Sampai di sini, timbullah sebutir pertanyaan krusial:

"Apakah pendidikan hari ini hanya untuk orang kaya saja?"

Gelaran pembelajaran via daring yang sudah berjalan dari awal bulan seakan menjadi biang munculnya pertanyaan ini.

Jujur saja, tidak semua orangtua siswa mampu kuota internet, tidak semua siswa punya Smartphone dan dari ketidak-punyaan ini siswa terpaksa numpang berkirim tugas dengan teman atau tetangga sebelah. Sesekali, okelah. Tapi, tidak mungkin numpang terus, kan?

Maka dari itulah, cukup bijaksana jika pemerintah melalui Mas Nadiem dan Kemendikbud menggandeng TVRI untuk mencerdaskan siswa secara lebih kreatif. Melalui tontonan televisi, tidak ada lagi perbedaan kaya-miskin karena semua siswa bisa sama-sama terlayani.

Tangkapan layar Belajar dari Rumah di akun Instagram Kemdikbud. Gambar dari Instagram Kemdikbud via KOMPAS
Tangkapan layar Belajar dari Rumah di akun Instagram Kemdikbud. Gambar dari Instagram Kemdikbud via KOMPAS

Lebih jauh, kesempatan belajar via TVRI bisa dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap sistem pembelajaran via daring.

Sekelumit permasalahannya kita yakin Mas Nadiem sudah tahu, begitu pula hal krusial yang mesti dibenahi.

Mulai dari pembenahan mindset guru tentang pembelajaran yang bermakna, bagaimana peran orangtua dalam memaksimalkan bimbingan kepada anak, hingga bagaimana memanfaatkan teknologi agar tidak dua kali kerja alias memindahkan data cetak ke elektronik.

Tapi, entah sadar atau tidak rasanya kehadiran TVRI sebagai siaran layanan pendidikan yang mulai dipercayakan oleh pemerintah telah melayangkan "tamparan telak" kepada channel-channel televisi lainnya.

Terang saja, tidak seperti TVRI, akhir-akhir ini channel televisi lain mulai sering ditegur oleh KPI. Katakanlah seperti siaran Brownis, Kilau DMD Ratu Casting, dan yang terbaru yaitu program ANTV 27 Tahun Untukmu Indonesiaku.

Mereka mendapat kiriman surat karena program yang disiarkan belum memenuhi kriteria "kepantasan" menurut  Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Bahkan, ada sebagian darinya yang sudah mendapat lebih dari satu kali kiriman surat teguran.

Rasanya kita cukup prihatin menelan kenyataan kualitas siaran pertelevisian yang seperti ini. Di saat wajah pendidikan terluka, beberapa channel televisi malah menambah sayatan dengan menayangkan program-program yang kurang layak ditonton.

Lumrah bila kemudian banyak anak-anak, remaja, bahkan orangtua memilih untuk malas menonton televisi. Barangkali sebagian orangtua masih butuh bahkan sangat butuh dengan hiburan televisi. Tapi? 

Jika isinya kebanyakan gosip, isu-isu panas tentang kehidupan pribadi orang, cinta-cintaan bahkan pertengkaran yang menjurus kepada perundungan, apa tidak lebih baik para orangtua tidur saja?

Logikanya, para orangtua, remaja, bahkan anak-anak lebih baik tidur daripada mendapat dosa dari tontonan. Atau, mereka akan lebih memilih jelajah Youtube dan media-media online untuk mendapat info yang lebih aktual, bermaslahat serta tidak lebai.

Sebaiknya Channel TV Lain Mulai Menata "Kepantasan" Tayangan

Hari ini, kita sedang duduk di bangku pendidikan yang bermerek Merdeka Belajar. Bangku-bangku ini menghadapi tantangan berat, yaitu tentang pembenahan dan pemuliaan karakter generasi penerus bangsa.

Salah satu penyebab utama anak-anak bisa menjadi generasi yang mulia dan berkarakter, adalah jika tontonan mereka mulia. Dari sini, kita patut menisbahkan harapan kepada seluruh channel-channel televisi di Indonesia.

Saat ini, TVRI sudah digandeng oleh Kemendikbud dan mengambil peran sebagai channel tontonan panutan. Tetapi, jika pemerintah ingin menghadirkan generasi yang mulia melalui tontonan, maka tidaklah cukup hanya TVRI atau pun televisi Edukasi semata.

Channel-channel lain sebaiknya juga mulai ditata, terutama dari aspek kepantasan siaran. Kita bukan hanya berbicara tentang film berkode A-BO, R-BO, D atau pun SU melainkan tentang kelayakan tontotan dari segi adab, akhlak, bimbingan moral, parenting hingga kemanusiaan.

Sangat penting bagi televisi untuk menyiarkan konten-konten yang berkualitas, tidak hanya mengejar pendapatan dan kehebohan semata.

Dari KPI sendiri, pihaknya berniat mengadakan tantangan atau "Challenge Bicara Siaran Baik" melalui Facebook dan Instagram.

Harapannya, netizen dapat memberikan sedikit review dan memposting program siaran yang dinilai baik serta berkualitas di akun medsos. Selain itu, setiap pemirsa dapat menjadi influencer siaran berkualitas.

Lebih lanjut, penduduk bumi Indonesia pun boleh mengkritisi berbagai tayangan televisi yang dianggap kurang pantas. Menurut Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano, pemirsa disilakan memberikan kritik dan apresiasi terhadap konten-konten di televisi.

"Program siaran yang dinilai buruk dapat dilaporkan kepada KPI dengan menggunakan bahasa yang baik. KPI akan menindak-lanjuti setiap laporan masyarakat secara terukur berdasarkan P3SPS." ucap Hardly.

Lagi, terbesit harapan yang besar bagi seluruh channel televisi di Indonesia agar mau dan mampu menyajikan konten-konten yang berkualitas. KPI selaku lembaga penyiaran punya andil besar, terutama dalam memantau sepak terjang dan geliat berbagai stasiun televisi.

Meski demikian, para orangtua di rumah juga tetap menjadi tokoh utama penjamin generasi mulia anak-anaknya. Bersama dan berbagi peran dengan guru, orangtua dapat memilah-milih tayangan mana yang pantas serta bermaslahat untuk anak-anak.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun