Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

4 Takaran Hidup Tenang, Tidak Keasinan, Tidak Kemanisan

2 April 2020   22:29 Diperbarui: 3 April 2020   09:50 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wabah coronavirus masih mendulang, bahkan hingga saat ini tidak sedikit dari kita yang dilanda kepanikan. Barangkali kali takut adalah sikap yang wajar, tapi jika sudah ketakutan agaknya sudah melanggar kewajaran dari sebuah sikap.

Ketakutan akan menghadirkan suatu kekhawatiran yang menjulang, dan kemudian hidup kita tidak tenang dibuatnya. Mau seperti ini, takut. Ingin seperti itu, terlalu khawatir. Akhirnya, jiwa positif thinking perlahan tergerus oleh pesimistis yang berlebihan.

Tidak usah terlalu jauh mundur ke masa lalu, akhir Maret kemarin misalnya. Penduduk bumi Indonesia sempat dihebohkan oleh kisah pilu seorang jenazah yang positif corona.

Ilustrasi pemakaman Jenazah Covid-19 via manado.tribunnews.com
Ilustrasi pemakaman Jenazah Covid-19 via manado.tribunnews.com

Yang membuatnya heboh adalah, jenazah ini sempat tertahan di mobil ambulans selama 24 jam karena ditolak warga dan pihak Krematorium di Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Begitu takutnya warga, hingga membiarkan ambulans lewat saja tidak disuruhnya.

Kita patut miris dengan kekhawatiran berlebihan yang ditunjukkan warga ini. Padahal, setiap orang yang meninggal ingin cepat-cepat kembali ke tanah. Apalagi jika jenazah merupakan pasien positif corona, maka dalam kurun waktu 4 jam jenazah segera dan harus dikuburkan.

Tapi, apalah daya. Logika seakan tertanam dengan hasrat ketakutan karena takaran info yang berlebihan telah mengasinkan pikiran. Bayangkan bila kemudian hasrat takut ini menyerang orang-orang awam yang sejatinya cepat mengaduk info, maka semakin tidak tenanglah hidup.

Untuk itulah, sebelum terjerumus lebih dalam ke sumur wabah kepanikan dan ketakutan yang berlebihan, kita perlu mengetahui takaran-takaran hidup agar tetap tenang menghadapi persoalan. Takaran ini harus pas, jangan kemanisan dan jangan pula keasinan.

Terang saja, saat kita memasak sambal dan kemudian rasanya keasinan, maka tidak sedaplah sambal itu menggerayangi lidah. Begitu pula dengan tuangan kopi hitam yang terlalu banyak gula. Bukannya ingin menikmati kopi alias ngopi, malah nggula alias minum gula. Hihihi

Baiklah, barangkali 4 takaran ini cukup pas untuk mendapatkan ketenangan hidup:

Jangan Siram Mata dengan Sesuatu yang Tak Perlu Dilihat

Tidak jarang, ketakutan dan kerusuhan hidup seseorang dimulai saat ia menatap sesuatu yang kurang enak. Entah itu tentang kengerian, tentang sesuatu yang memancing emosi, hingga tentang korban-korban yang meninggal karena pandemi salah satunya tentu menyesakkan.

Kembali ke Covid-19 misalnya. Setiap hari terpampang di muka-muka website tentang berapa tambahan kasus harian di seluruh dunia, begitu pula dengan korban-korban yang meninggal karenanya.

Bagi sebagian orang, mungkin tidak terlalu takut melihatnya. Tapi, bagi orang lain yang dijuluki "panikan" tentu merasakan efek yang berbeda. Temanku, misalnya. Ia mengakui bahwa dirinya merupakan sosok yang bermental lemah hingga tak mau lagi cari berita corona.

Tangkapan Layar Whatsapp Pribadi
Tangkapan Layar Whatsapp Pribadi

Terang saja, beberapa hari yang lalu provinsi kami sedang gencar dilanda berita-berita hoaxs. Penyebarannya di media sosial, hingga susah untuk mendeteksi. Hal seperti ini begitu mengganggu ketenangan banyak umat sehingga perlu ada upaya untuk membatasi penglihatan.

Baiknya, untuk membuang kepanikan sirami mata dengan sesuatu yang pantas untuk dilihat. Bisa tentang doa dan harapan, snap-snap motivasi serta berita-berita positif. Jikapun itu fakta, maka tak perlu dilebaikan.

Jangan  Seduh Telinga dengan Sesuatu yang Tak Perlu Didengar

Bagaimana rasanya jika di saat tenang mengaduk sambal tiba-tiba ada percikan minyak panas yang melompat ke telinga? Tentu kita akan terkejut, merasa panas, dan bila terlalu panik langsung matikan kompor atau berlari mencari batu es.

Begitu pula kiranya jika seseorang tiba-tiba mendengar sesuatu yang tak perlu didengar. Entah itu tentang petaka yang dibesar-besarkan, bencana yang terlalu didramatisir, serta fitnah-fitnah yang memekakkan telinga salah satunya bisa membuat seseorang tidak tenang.

Kadang, sikap tidak tenang ini malah beranak jadi was-was dan terus bersemayam hingga ke mimpi. Sungguh melelahkan, bukan?

Maka darinya, untuk menciptakan sebuah ketenangan kita perlu menyeduh telinga dengan kabar-kabar positif dan baik. Kabar-kabar yang belum jelas fakta dan masih sumbang dengan data lebih baik jangan diseduh dulu. Nanti, takaran pendengaran kita malah jadi keasinan.

Jangan Tuang Sesuatu yang Tak Perlu Dibicarakan

Saat kita memasak sambal dan kemudian ingin menuangkan garam, tiba-tiba ada seseorang yang malah menuangkan dua sendok gula. Bagaimanakah rasa sambal? Tadinya mau pedas-pedas gurih, tapi gara-gara gula jadi pedas kemanisan. Tentu tidak enak, kan?

Kiranya, begitu pula rasa hati ini ketika ada orang yang mulai rusuh dalam berbicara. Misalnya, tentang aib tetangga, tentang bahasa-bahasa kotor, atau juga ramalan-ramalan yang tak masuk akal.

Jika sering-sering menuangkan hal seperti ini, agaknya ketenangan yang bertumpah ruah malah akan berganti nama menjadi ketakutan. Lagi, kedalaman mental seseorang tidaklah sama hingganya tidak sama pula tingkat kecemasan seseorang.

Bisa jadi, orang yang memulai pembicaraan itu sendiri ikut-ikutan cemas. Lama-lama, hal ini malah membahayakan diri dan mencuri ketenangan jiwa.

Untuk itulah, sikap menuangkan sesuatu yang tak perlu dibicarakan janganlah lama dipelihara. Kita butuh ketenangan, dan ketenangan itu bisa kita hadirkan sendiri.

Jangan Aduk Sesuatu yang Tak Perlu Kita Tahu

Hidup di dunia ini, banyak hal yang perlu kita ketahui. Misalnya cara beribadah, cara mendapatkan dan mengamalkan ilmu, serta cara memaksimalkan hidup untuk berbuat baik kepada semua. Darinya, kita bisa menghadirkan ketenangan dalam hidup.

Tapi, tidak sedikit juga yang tidak perlu kita ketahui. Salah satunya adalah aib. Lah, kok aib lagi? Terang saja, tidak sedikit orang yang lebih suka mencari tahu aib orang lain daripada nonton film atau baca buku.

Tidak tenang sampai aib orang diketahui hingga seluk-beluknya, dan jika sudah diketahui malah jadi tambah tidak tenang. Agaknya ini begitu memusingkan, dan kiranya begitulah perasaan orang yang suka mengaduk sesuatu yang sejatinya tidak perlu ia ketahui.

Tambah lagi tentang sesuatu yang membuat diri tidak tenang? Ya, perlu ditambah sikap hasad alias dengki. Suka melihat orang senang, dan senang melihat orang susah. Susahnya jadi tidak tenang, dan senangnya pun tetap tidak tenang. Hmm, sungguh bukanlah takaran yang pas!

Illustrated by Pixabay
Illustrated by Pixabay

Padahal, masih banyak sesuatu yang lain yang perlu kita ketahui di dunia ini. Sesuatu hal yang positif, dan mampu memberikan ketenangan di samping kita. Yaitu? Menebar kebaikan, menjadi teladan dan menuangkan kebermanfaatan ke seluruh alam.

Racikan ini masih kurang tenang?  Sejatinya, selera manis dan asin seseorang berbeda-beda. Ada yang suka manis, tapi sedikit saja takarannya. Ada pula yang suka asin, tapi ada manis-manisnya. Jika semua itu tetap ingin jadi pertimbangan, maka tambah ruwetlah kita.

Agaknya sembari mengaduk ketenangan dengan takaran yang tepat kita perlu memadukan ikhtiar semampunya dan menutupnya dengan hiasan doa. Jika sudah ditutup? Buka lagi, terima semua dengan ikhlas dan lapang dada. Itulah kesejukan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun