Sudah hampir satu bulan kita merana, akibat dari Covid-19. Tidak hanya Jabodetabek yang merana, tapi seluruh provinsi gemetaran dibuatnya. Pemerintah terus mencegah, tapi seiring dengan berlalunya hari kasus-kasus baru terus datang untuk mengonfirmasi.
Per hari ini, 30 Maret 2020 kasus Covid-19 sudah bertambah 129. Jika ditotalkan, maka ada  1.414 Pasien Covid-19 di Indonesia dengan rincian pasien dirawat 1.217, meninggal 122, dan yang sembuh 75 orang. Angka ini begitu mengerikan, apalagi setiap hari ada kasus baru.
Namun, di belakang kengerian ini ternyata ada-ada saja oknum yang membuat kesal kita semua. Salah satunya adalah kegiatan arisan yang terjadi di Jember Kidul pada Sabtu (28/03/2020).
Bagaimana tidak kesal, acara yang digeluti oleh para guru Madrasah Ibtidaiyah ini melibatkan kerumuman saat para polisi sedang melakukan penyemprotan disinfektan. Pemerintah meminta untuk jangan berkumpul, mereka malah mendirikan tenda-tenda untuk pesta.
Akhirnya, Kapolsek Kaliwates Jember terpaksa membubarkan acara arisan tersebut. Karena tidak dihiraukan, akhirnya Kompol Edy Sudarto terpaksa menyulutkan emosinya dan menegur keras salah satu pihak penyelenggara:
 "Kamu kira main-main ini, kita semua semua capek, Pak. Kami enggak pulang, kami garda terdepan. Kamu macam-macam ngumpulin orang, acara apa ini, malah enak-enak pesta. "Otakmu di mana otakmu, atau pengin mati sendiri, mati aja sana. Bukan main-main ini, ayo bawa ke Polres,"  ujar Edy.
Kalau kejadiannya sudah seperti ini, kiranya sangat wajar Kompol Edy marah-marah. Di saat pihak keamanan berusaha semaksimal mungkin untuk memutus mata rantai Covid-19, malah ada oknum yang sok "membeli" wabah jahat. Ya, kesenanganlah Covid-19 nya!
Yang membuat kita cukup miris, ternyata para penggelar kegiatan arisan ini adalah para guru. Kita semua tahu bahwa guru adalah teladan, sosok yang ditiru karena kebagusan akhlaknya. Tapi ini? Malah sebaliknya, kegiatan berbahaya malah membuat rusak nama guru itu sendiri.
Apa Mesti Dimarahi Dulu, Baru Sadar!
Kengerian Covid-19 yang merajalela hingga hari ini mestinya bisa jadi pembelajaran penting bagi kita, terutama bagi beberapa orang yang masih menganggap situasi ini enteng.
Terang saja, di garis depan tim medis dan pihak keamanan sudah berjuang mati-matian untuk mengusir Covid-19 dari muka bumi. Mereka dan pemerintah hanya meminta kita sebagai rakyat untuk tetap di rumah, lagi-lagi ini bukanlah sesuatu yang berat.
Bayangkan bila kita yang sedang rebahan berada di posisi mereka hingga berkontak langsung dengan pasien Covid-19, bukankah itu lebih mengerikan daripada rebahan?
Tentu saja, maka darinya janganlah jadi pengacau dan pengusik program pemerintah yang berorientasi kepada kesehatan, keamanan dan kemaslahatan rakyat.
Sebagai warga, meskipun sudah melakukan tindakan pencegahan, tapi jika corona datang secara tiba-tiba, semua pasti mengaku tidak siap.
Apa perlu pemerintah dan segenap pihak keamanan harus marah-marah untuk menjelaskan ini? Kiranya tidak, karena sudah sama-sama dewasa dan mengerti dengan bahaya Covid-19.
Tapi, jika tindak-tanduk warga seperti kasus yang dilakukan oleh segenap para guru yang abai ini, agaknya perlu diberikan teguran yang cukup keras. Jangan sampai muncul di kalangan warga orang-orang yang secara sadar dan sengaja menyebarkan virus corona.
Terang saja, jika corona dengan sengaja disebarkan maka seakan tidak bergunalah kerja keras paramedis dan pihak keamanan selama ini.
Agaknya, jika pelanggaran-pelanggaran ini muncul lagi di kemudian hari, maka sebaiknya pemerintah sudah harus menerapkan pasal dan pidana tertentu sebagai penangkalnya.
Kita dan semua penduduk di bumi Indonesia mesti segera sadar dan bekerja sama untuk membebaskan negara tercinta dari virus corona. Bekerja sama, dan sama-sama kerja. Semoga wabah ini segera berakhir.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H